Judul Buku: Menerobos Krisis

Penulis: Didin S. Damanhuri

Penerbit: Inti Sarana Aksara

Tahun Terbit: 1985

Tebal Buku: 132 Halaman

 

Iklan

Dewasa ini, banyak mahasiswa yang mengaku sebagai mahasiswa tanpa memahami makna dari mahasiswa itu sendiri. Terlebih lagi mengenai peranan mahasiswa. Hanya segelintir mahasiswa yang benar-benar mengerti akan peranan mahasiswanya. Pertanyaannya, jika para mahasiswa tidak mengerti akan peranan mahasiswa itu sendiri, bagaimana mahasiswa dapat menjalankan kewajibannya sebagai mahasiswa? Lalu bagaimana sebenarnya sikap mahasiswa dan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara? Dan apa sajakah problematika para mahasiswa serta kaum intelektual lainnya?

Melalui buku Menerobos Krisis karya Didin S Damanhuri, penulis mencoba menjelaskan siapa mahasiswa, bagaimana peranannya dalam kehidupan bermasyarakat dan apa problematika yang dihadapi para mahasiswa.

Buku ini merupakan renungan masalah kemahasiswaan, intelektual dan perguruan tinggi dimana masalah-masalah tersebut dijelaskan ke dalam empat bab yang terdiri atas beberapa subbab dengan menggunakan bahasa yang lugas dan mudah.

Buku ini masih relevan digunakan pada zaman sekarang ini. Masalah-masalah yang penulis paparkan tersebut penulis coba kaitkan menggunakan sudut pandang historis dengan mengulas kembali peranan pemuda pada beberapa peristiwa penting; tahun 1908 sebagai tahun Kebangkitan Nasional, tahun 1928 sebagai lahirnya Sumpah Pemuda, tahun 1945 sebagai tahun Proklamasi Kemerdekaan, dan tahun 1966 sebagai tahun Kebangkitan Orde Baru. Selain problematika mahasiswa, penulis juga mengulas tentang problema perguruan tinggi dan tantangannya.

Dalam renungan penutup, penulis berusaha menggambarkan krisis yang terjadi sejak tahun ’70-an hingga kini yang menjadi tantangan mahasiswa, sarjana, dan kaum terpelajar umumnya, sekaligus kesadaran pentingnya terus-menerus diperlukan perbaikan institusi perguruan tinggi itu sendiri sehingga kita semua mampu menerobos krisis.

Mahasiswa dan Kontrol Sosial

Para mahasiswa serta kaum intelektual lainnya merupakan lapisan masyarakat yang relatif paling sadar sejak tahun ’70-an. Jika masyarakat pada umumnya hanya melihat gejala-gejala konkrit terhadap suatu krisis semisal sempitnya ketersediaan lapangan pekerjaan, semrawutnya lalu lintas di kota, kriminalitas, korupsi, kemiskinan serta terorisme, namun para mahasiswa serta kaum intelektual lainnya menyadari dan amat merasakan suatu situasi yang serba krisis itu. Karena kesadaran hati nuraninya, lapisan masyarakat terpelajar ini menangkap gejala, memeriksa kenyataan, mengkaitkan dengan teori, sistem bahkan kearah filsafat yang mendasarinya. Hal-hal tersebut adalah hasil analisis sosial yang merupakan aksi dari kontrol sosial oleh para mahasiswa dan kaum intelektual lainnya.

Namun lain halnya dengan mahasiswa pada zaman ini. Mahasiswa pada umumnya cenderung memilih untuk menyibukkan diri terhadap akademis-formal semata sehingga kontrol sosial oleh mahasiswa tergerus dari masa ke masa. Kini hanya segelintir mahasiswa yang melaksanakan kontrol sosial terhadap lingkungan terdekatnya yaitu perguruan tinggi. Anehnya, banyak mahasiswa yang mengharapkan perubahan tanpa aksi yang nyata. Banyak mahasiswa yang mengharapkan perubahan di kampus tanpa mencari tahu latar belakang permasalahan tersebut dan apa yang dapat menjadi solusinya. Keengganan para mahasiswa melakukan analisis serta kontrol sosial tersebut merupakan bukti atas minimnya kepedulian para mahasiswa terhadap lingkungannya. Jika sudah seperti ini, tentunya tidak akan ada keadaan yang dapat berubah apabila tidak ada aksi yang nyata untuk menuntut perubahan tersebut. Jika mahasiswa mulai tidak peduli dengan perguruan tingginya masing-masing, maka masa depan negeri ini sangat dipertaruhkan, karena sejatinya mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. “Apabila mahasiswa belum berhasil mengadakan perubahan terhadap diri dan lingkungan terdekatnya, yaitu perguruan tinggi maka kontrol sosial yang lebih luas, akan susah diraih (hlm. 40).”


Annisa Nurul Hidayah Surya