Berbicara kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) merupakan suatu perbincangan yang menarik. UNJ telah memberikan kontribusi yang luas bagi bangsa. Beragam prestasi yang ditorehkan sangat memberikan dampak positif bagi UNJ itu sendiri. Kami sangat terharu dan bangga telah menjadi bagian keluarga besar UNJ ini. Kasih sayang kami atas UNJ telah memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di UNJ. Karena kami rasa, permasalahan ini perlu kami angkat dan memberikan solusi sebagai bentuk kasih sayang yang nyata kami terhadap UNJ.

Ruang Kebebasan

Beragam permasalahan yang kami rasakan di kampus ini. Kampus yang seharusnya menjadi ruang kebebasan berpikir, namun kebebasan itu perlahan direnggut. Kerap kali terjadi pembegalan demokrasi yang dipertontonkan. Kami ingat, Surat Edaran Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Mahasiswa di Luar Ruangan dan Menggunakan Pengeras Suara di Area Kampus Universitas Negeri Jakarta telah menimbulkan reaksi yang luar biasa bagi kawan-kawan mahasiswa. Kami menjadi saksi dan menjadi bagian dalam upaya penolakan terhadap Surat Edaran (SE) tersebut. Surat tersebut berisikan banyak potensi pembatasan bagi ruang kebebasan berpikir, berserikat, akademik, dan mimbar bebas di lingkungan kampus. Kami berpandangan juga bahwa ketentuan-ketentuan dalam surat tersebut merupakan ketentuan-ketentuan karet yang telah ditunjukkan. Hal ini memberikan sinyal bahwa kampus kita dapat berpotensi mengabaikan ruang kebebasan-kebebasan tersebut dalam konteks demokrasi. SE yang diterbitkan kala itu sangat mengabaikan publik, khususnya mahasiswa. Partisipasi yang bermakna seolah-olah hanya guyonan. Ketika mahasiswa bereaksi, birokrat baru melakukan safari ke fakultas-fakultas dan langsung mengeluarkan Surat Edaran Nomor 26 Tahun 2024 yang berisikan pembatalan Nomor 25 tersebut. Kami sengaja mengangkat isu yang telah berlalu ini sebagai upaya pengingat untuk semua bahwa rambu-rambu demokrasi jangan mudah ditubrukkan. UUD 1945 Pasal 28E, UU Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 8, dan UU Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 24 adalah pedoman kebebasan itu harus dijaga.

PTN-BH

UNJ memilih status sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) dengan landasan hukum dari UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. UU ini memberikan dasar bagi perguruan tinggi untuk memiliki otonomi dalam pengelolaan keuangan, akademik, dan administrasi. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 melengkapi aturan terkait pendanaan dan tata kelola PTN-BH, memungkinkan UNJ mengelola pendapatan secara mandiri dan memperoleh dana dari berbagai sumber di luar APBN. Proses perubahan status UNJ menjadi PTN-BH melibatkan evaluasi oleh pemerintah pusat dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, memastikan kesiapan UNJ dalam pengelolaan mandiri. UNJ juga menyusun Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) untuk mengatur tata kelola internal sesuai prinsip good governance. Dengan status PTN-BH, UNJ memiliki otonomi lebih besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian, memperluas kerja sama internasional, dan berkontribusi lebih signifikan bagi masyarakat, tetap menjaga prinsip akuntabilitas dan transparansi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2024 Tentang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Universitas Negeri Jakarta yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo per tanggal 14 Agustus 2024 adalah resminya UNJ menjadi PTN-BH.

Dalam melengkapi perangkat PTN-BH, terkhususnya Majelis Wali Amanat (MWA) telah menjadi sorotan khusus bagi kami. MWA Unsur Mahasiswa (MWA UM) sangat kami sesali. MWA unsur mahasiswa tidak memiliki proses yang demokratis. MWA UM telah terpilih dan prosesnya ditunjuk oleh birokrat, bukan mahasiswa. Apabila berkaca kepada kampus-kampus lain. Ada yang bersifat ex-officio Presiden BEM maupun melalui mekanisme Pemilihan Raya (Pemira). Wakil Rektor 1 pun mengakui cacatnya proses terpilihnya MWA UM ini. Saat kami beraudiensi kala itu dengan para Ketua BEM, dalihnya adalah karena awalan maupun dikejar waktu. Bagi kami, tidak ada alasan untuk itu. Sebelum resminya PTN-BH UNJ seharusnya memiliki waktu banyak bagi mahasiswa untuk bisa mempersiapkan. Apabila berkaca dari resminya, 14 Agustus 2024, nampaknya masih banyak waktu untuk mahasiswa menyiapkan. Hal ini seolah-olah sangat menutupi-nutupi kepentingan PTN-BH itu sendiri.

Iklan

Tak hanya MWA, terdapat kekhawatiran kami efek dari PTN-BH itu sendiri, perihal biaya yang dibebankan kepada mahasiswa. Baik itu Uang Kuliah Tunggal (UKT), Iuran Pembangunan Institusi (IPI), maupun lainnya. Keluasan otonomi yang diberikan, telah menjadi kekhawatiran yang sangat mendalam bagi mahasiswa dalam hal pembiayaan yang dikenakan kepada mahasiswa. Apabila kita melihat ke belakang dalam Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024, yang sudah dibatalkan, namun Presiden Joko Widodo kala itu menyebutkan akan direalisasikan pada tahun berikutnya. Maka, kemungkinan besar terjadi pada tahun 2025. Analisis kami menyebutkan terjadi pada semester kedua tahun 2025. Apabila kita analisis peraturan tersebut, telah meningkatkan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang cukup signifikan, sebagai salah satu contoh di Fakultas Matematika dan Ilmi Pengetahuan Alam (FMIPA), sembilan dari sepuluh prodi di FMIPA mengalami kenaikan BKT yang signifikan. Walaupun UKT tidak dinaikkan kala itu dari peraturan yang sudah dibatalkan, namun tercium menempatkan golongan UKT mahasiswa tidak sesuai dengan kemampuannya. Hal ini berindikasi bahwa cara mainnya adalah dengan menempatkan golongan UKT-nya tidak sesuai dengan dalih retorikanya adalah tidak menaikkan UKT-nya.

Namun, kami juga tidak percaya bahwa UKT tidak akan naik, nyatanya sudah menjadi perbincangan akar rumput bahwa PTN-BH akan berdampak pada kenaikan UKT mahasiswa. Perlu kita analisis mendalam juga dalam melihat Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 kala itu, terkhusus UNJ, terdapat IPI yang tidak sesuai dengan aturannya itu sendiri. Karena berdasarkan Pasal 23 Ayat 2 pada peraturan tersebut telah menyebutkan bahwa IPI tidak diperbolehkan melebihi 4 kali BKT. Namun, terdapat ketidaksesuaian angka IPI, bahkan terdapat prodi yang menyentuh angka persentase ketidaksesuaiannya sebesar 276% dari batas maksimal yang ditentukan. Hal ini juga memberikan sinyal hati-hati, khususnya mahasiswa dalam menelaah lebih mendalam segala apapun peraturan yang berkaitan dengan pembiayaan untuk mahasiswa. Karena apabila diam begitu saja, bisa jadi ketidaksesuaian angka tersebut menjadi harta karun bagi kampus dalam mengomersialkan pendidikan ini.

Sistem Pengaderan

Sistem pengaderan Organisasi Pemerintah Mahasiswa (Opmawa), khususnya, perlu kita kaji mendalam akan relevansinya. Pengaderan yang selama ini dibuat hanya terpusat oleh Departemen Dalam Negeri BEM UNJ. Terutama perihal silabus pengaderan. Nyatanya, banyak fakultas yang sangat memberatkan hal itu, karena silabus tersebut mengeneralisir pengaderan yang ada di fakultas masing-masing. Padahal kita tahu bahwa setiap fakultas memiliki karakteristik tersendiri. Bahkan di fakultas pun, prodi maupun rumpun memiliki karakteristik sendiri. Perlu ada rekonstruksi sistem pengaderan yang berbasis relevansi. Hal ini demi memperbaiki sistem organisasi maupun minat dari organisasi itu sendiri.

Solusi

Terkhusus isu ruang kebebasan dan PTN-BH, solusi yang paling kongkret adalah kolektifan gerakan mahasiswa itu sendiri dan menjaga kekonsistenan gerakannya. Kita bisa melihat dari pembatalan Surat Edaran Nomor 25 tersebut, batal karena kolektif mahasiswa UNJ yang menolak hal itu. Kemudian, pembatalan Permendikbudristek dikarenakan gelombang penolakan secara masif di nasional. Terkhusus MWA, patut menjadi catatan bersama bahwa kurang kolektif dalam membangun gerakan mahasiswanya. Terlebih kepada BEM UNJ yang sebagai sentralnya organisasi harus menjaga konsistensi gerakan karena melihat saat itu, fakultas-fakultas sudah menghimpun petisi namun terhenti begitu saja. Kemudian isu pengaderan, diperlukan relevansi yang berbasis kebutuhan. Caranya adalah dengan melakukan survei besar dan diskusi publik sebagai acuan data awal, kemudian dinarasikan secara naskah akademik, dan berakhir Sidang Paripurna Majelis Tinggi Mahasiswa (MTM) untuk mengubah regulasi.

Penutup

Masih banyak permasalahan yang ada di UNJ yang tidak dapat dituliskan secara rinci dan satu per satu karena keterbatasan narasi yang diberikan. Masih ada masalah-masalah lain, seperti kacau balau Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) dalam menangani kasus kekerasan seksual, kejahatan seksual lainnya, cyber crime, bisnis bodong, IKU, penurunan anggaran kemahasiswaan, dan lain sebagainya. Kami mengapresiasi setinggi-tingginya dalam ruang pandangan bagi para calon ini diberikan.

Salam hormat dari kami, Bambang Rizky Ibrahim (FMIPA 21) dan Cahya Sasmita (FBS 21)

Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM UNJ nomor urut 01

Iklan