Minggu (27/1/2020), Aliansi Jurnalis Independen Jakarta (AJI Jakarta) menyelenggarakan diskusi umum bertajuk “Rilis Upah Layak dan Bahaya Omnibus Law bagi Jurnalis” yang bertempat di Sekretariat AJI Jakarta, Kalibata, Jakarta Selatan. Diskusi ini turut menghadirkan Ahmad Fathanah Haris (LBH Pers), Wahyu Dhyatmika (Asosiasi Media Siber Indonesia/AMSI), dan Afwan Purwanto Muin (AJI Jakarta) sebagai pembicara.

Afwan memulai diskusi dengan memaparkan survei AJI Jakarta terhadap 144 jurnalis muda di 37 media di Jakarta pada Desember 2019. AJI Jakarta mengambil sampel jurnalis muda yang masa kerjanya di bawah 3 tahun.

Hasil survei mengatakan, sebanyak 4,9% responden mendapatkan upah kurang dari Rp3.000.000 lebih rendah dari Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta. Upah terendah yang dialami oleh jurnalis muda ini sebesar Rp2.300.000. Jauh di bawah UMP Jakarta pada 2019 sebesar Rp3.940.973. Sebanyak 5,6% responden diperlakukan secara freelance dengan pengupahan per berita.

Afwan juga mengatakan bahwa perusahaan media banyak yang menuntut jurnalisnya untuk bekerja secara professional, namun tidak dibarengi dengan pemberian upah yang layak bagi jurnalis.

“Jangan berharap jurnalis bekerja secara profesional, jika mereka tidak digaji dengan layak,” tegas Sekretaris Umum AJI Jakarta ini.

Afwan selanjutnya memaparkan upah layak yang seharusnya diterima oleh para jurnalis. Upah layak ini menjadi informasi untuk para jurnalis supaya mereka bisa mengadvokasi dan berdialog dengan para perusahaan media tentang haknya.

Iklan

Upah layak ini disusun berdasarkan pertimbangan dari Undang-undang No. 21/2016 tentang kebutuhan hidup layak. Menurut Afwan, upah layak seharusnya berjumlah Rp8.793.081 per bulan. Jumlahnya hampir dua kali lipat dari UMP Jakarta 2020 (Rp4.276.349).

Jumlah itu merupakan akumulasi biaya untuk kebutuhan tempat tinggal (Rp1.300.000), kebutuhan sandang (Rp751.682), kebutuhan makanan (Rp3.041.800), kebutuhan lain-lain dan transportasi (Rp3.048.251), dan perangkat elektronik (cicilan dengan Rp350.427/bulan). Bahkan menurut Afwan jurnalis juga perlu menyisihkan upahnya sebesar Rp799.371/bulan.

Ahmad juga berkomentar soal pengupahan jurnalis. Berkaca dari pemaparan Afwan, Ahmad mengatakan ada pidana bagi para perusahaan media yang menggaji jurnalis di bawah UMP. Ia menyebutkan pasal 185 tentang Tindak Pidana Pengupahan di Undang-undang Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum untuk menjerat perusahaan media.

Namun, pidana itu susah diterapkan jika posisi jurnalis sebagai mitra perusahaan. “Di Undang-undang Ketenagakerjaan nanti ada istilahnya mitra. Antara pemberi kerja dan pekerja posisinya sama. Jurnalis susah nanti menuntut haknya jika diabaikan (karena dianggap mitra),” ucap Ahmad.

Wahyu Dhyatmika selaku Sekretaris Jenderal AMSI turut mengomentari hal tersebut. Ia menyebutkan, bahwa perlu adanya serikat jurnalis di berbagai perusahaan media. Menurut Komang, sapaan akrabnya, serikat jurnalis ini dimaksudkan untuk menuntut keterbukaan informasi di perusahaannya. “Mereka juga perlu tahu soal keuangan medianya,” terang Komang.

Afwan melalui AJI akan melakukan pendekatan persuasif ke perusahaan-perusahaan media yang menggaji jurnalisnya di bawah UMP. “Kami juga akan menggandeng LBH Pers untuk mengadvokasi teman-teman jurnalis yang masih mendapatkan upah tidak layak,” tuturnya.

Penulis/Reporter: M. Rizky Suryana

Editor: Imtitsal Nabibah