Warga Kampung Susun Bayam (KSB) dipaksa untuk mengosongkan tempat tinggal mereka. Ratusan aparat gabungan memaksa warga untuk keluar.
Pada pukul 10, Selasa (21/5) warga Kampung Susun Bayam (KSB) dikagetkan oleh pengeras suara dari pihak Jakarta Propertindo (JakPro) yang meminta mereka untuk segera mengosongkan KSB. Diah, seorang warga KSB mengaku sedang sarapan, sementara sebagian besar warga berada di tempat kerja.
“Ya kita lagi ada yang sarapan, mandiin anak, sempat bikin pisang goreng buat sarapan, lalu tiba-tiba ada suara keras UNTUK SELURUH WARGA KSB, KAMI BERI WAKTU 30 MENIT UNTUK MENGOSONGKAN RUSUN!” ucap Diah.
Sontak, mendengar peringatan tersebut, Diah bersama warga lainnya berkumpul di depan halaman KSB. Kala peristiwa itu terjadi, kebanyakan warga yang berada di KSB adalah perempuan, lansia, dan anak-anak.
Baca Juga: Warga Kampung Susun Bayam Tuntut DPRD Melakukan Mediasi
Adu mulut pun berlangsung. Dari kesaksian Diah, gabungan aparat satpam, polisi, dan tentara berjumlah sekitar 300 personil sementara warga yang berada di rusun hanya puluhan.
Waktu yang diberikan JakPro pun habis, warga menolak perintah pengosongan. Aparat gabungan pun memaksa masuk ke KSB. Bentrok pun tak terelakan antara warga dan aparat gabungan.
Tindakan represif yang dilakukan aparat gabungan pun melukai kaki Diah. Kaca hidran kebakaran yang berada di lorong KSB pecah, serpihan kaca yang terserak mengenai kaki Diah.
“Ketika kita sedang mengadang pihak JakPro, kaki saya kena pecahan beling. Ini lumayan dalam juga” ugkap Diah.
Yulia Wati yang sedang sarapan di lorong saat aparat gabungan tipun merasa tindakan JakPro berlebihan. Apalagi mengingat banyaknya anak-anak di KSB.
“Jadi waktu mereka dateng itu saya langsung sigap bawa anak-anak ke lantai dua untuk berlindung. Kasihan anak-anak pada nangis, mereka juga masih trauma,” ungkapnya.
Selama 30 menit bentrok dan cekcok berlangsung. Pihak aparat gabungan masih sempat menculik salah seorang warga, Nurhayati seorang perempuan paruh baya mengaku dirinya tiba-tiba ditangkap oleh tiga orang polisi wanita. Dirinya yang sedang menghadang aparat gabungan JakPro tiba-tiba kedua tangan dan kakinya dicengkram.
Dalam situasi tidak berdaya ia diangkut ke dalam mobil. Ia mendengar seorang polwan berteriak “Ayo ibu ini diamanin.”
Taufik Rohman seorang warga KSB mengecam keras tindakan JakPro. Baginya tindakan JakPro tidak bisa dibenarkan karena melakukan tindakan represi tanpa memberikan pemberitahuan apapun. Seharusnya pihak Jakpro bisa mendiskusikan dulu mengenal pengosongan ini.
“Turun dong, duduk dengan kami, berdialog dengan kami, bukan begini caranya. Dengan menggruduk ramai-ramai tanpa memberi surat, langsung pakai TOA dikasih waktu 30 menit lalu nurunin security” geram Taufiq.
Warga menolak pengosongan oleh pihak Jakpro karena memang sejak awal rusun KSB sudah dijanjikan dari pihak Jakpro untuk warga KSB. Namun saat ini warga KSB justru dipaksa keluar dan pindah ke hunian sementara.
Sedangkan menurut Taufik, rumah hunian sementara yang disediakan di Jalan Tongkol, Tanjung Priuk tidak layak huni. Ia menjelaskan bahwa hunian sementara itu berbentuk seperti gubuk-gubuk kosong yang sudah rusak. Lalu sambungan listrik di sana sudah dicabut ditambah tidak ada akses air bersih.
Selain itu, Taufik khawatir kalau warga KSB dipindahkan ke hunian sementara itu, warga menjadi terlantar. Karena lahan yang digunakan untuk hunian sementara sudah kadaluarsa surat-suratnya.
“Kami hanya meminta hak kami yang dulu dijanjikan oleh pihak Jakpro” tutup Taufik.
Pendamping warga KSB, Yusron mengatakan tindakan JakPro sudah tidak manusiawi. Kekerasan dan pelibatan aparat adalah indikasi JakPro tidak mau melakukan mediasi terkait masalah hunian di KSB.
Padahal, sebelumnya warga sudah sering meminta JakPro untuk melakukan mediasi dengan warga. Beberapa kali pun warga mendatangi Pemda dan DPRD meski hasilnya nihil.
“Sekalinya mau mediasi bawa ratusan aparat begini,” katanya.
Reporter/Penulis: Riyas
Editor: Izam