Tak banyak tuntutan yang warga Kampung Bambu lontarkan, mereka hanya ingin segera tinggal di kampung susun yang dijanjikan pemerintah.
Sejumlah warga bekas penggusuran Kampung Bayam menduduki depan Balai Kota DKI Jakarta pada Jum’at (2/12/2022). Spanduk-spanduk protes terpampang di depan pagar menyuarakan kekecewaan. Dengan baju biru yang bertuliskan Persaudaraan warga Kampung Bayam (PWKB), mereka menyetel musik dangdut dan menggalang dana untuk bertahan hidup.
Hal ini mereka lakukan sebagai bentuk aksi menagih janji PT Jakpro yang akan menyediakan tempat tinggal, setelah mereka tergusur dalam proyek Jakarta International Stadium (JIS) pada 2021 lalu. Selain di depan Balai Kota, warga Kampung Bayam juga mendirikan tenda di depan gerbang Kampung Susun Bayam. Tercatat mereka telah menetap disana selama kurang lebih 12 hari.
Jakpro menyediakan rumah susun (rusun) seluas 17.354 meter persegi dengan tiga tower dan empat lantai yang terdiri dari 138 unit. Rusun tersebut telah disahkan pada 12 Oktober 2022, namun sampai saat ini warga Kampung Bayam belum bisa menempatinya.
Baca Juga: Penggusuran Kampung Bambu, Ganti Rugi Tidak Manusiawi
Menurut pengakuan Asep Suwenda selaku ketua PKWB, warga sudah hampir dua minggu mengadakan aksi di depan kampung susun dan Balai Kota. Ada dua tuntutan utama yang ingin mereka sampaikan, segera menempati rusun dan biaya sewa yang terjangkau.
Sebelum warga mengadakan aksi di Balai Kota, sudah diadakan dua kali rapat bersama Jakpro dan Pemprov DKI Jakarta mengenai biaya sewa. Pada rapat pertama ditetapkan harga biaya sewa sebesar 1,5 juta rupiah per bulan. Warga menolak karena jumlah itu terlalu memberatkan mereka. Seminggu kemudian (25 November 2022) rapat kedua diadakan dan munculah harga 600 – 750 ribu di setiap lantainya. Namun demikian, warga tetap menolak.
Asep menjelaskan, tidak setujunya warga dengan keputusan di rapat kedua karena rata-rata penghuni lantai dua adalah lansia. “Kita tahu sendiri kalau lansia itu kurang produktif. Penghasilannya relatif tidak menentu juga kan,” ungkapnya.
Apalagi kebanyakan warga Kampung Bayam bekerja serabutan. Rata-rata dari mereka merupakan kuli bangunan, kuli batu, ojek, dan pemulung.
Mengenai masalah biaya sewa, bagi Asep sebenarnya bisa dibicarakan nanti. Untuk saat ini yang terpenting warga dapat menempati rusun tersebut sesegera mungkin. Menimbang banyak diantara warga yang resah lantaran masa mengontrak mereka sudah mau habis. Bahkan, beberapa dari mereka ada yang sudah didepak dan tidak memiliki tempat tinggal lagi.
Menurut penuturan Asep, saat rusun tersebut disahkan pada Oktober lalu, warga mengira mereka sudah bisa menempati rusun tersebut sesuai yang dijanjikan. Secara administratif pun 123 warga Kampung Bayam telah memiliki Surat Keputusan (SK) dari direktur utama Jakpro yang membuktikan bahwa mereka adalah calon penghuni tetap rusun tersebut.
Tapi sampai sekarang, belum ada kejelasan kapan mereka akan menempati hunian tersebut. Ia kecewa dan merasa kalau pemerintah telah melakukan kebohongan publik.
Asep menegaskan bahwa aksi ini akan terus berlanjut selama pihak Pemprov DKI dan Jakpro belum memberikan respon lebih lanjut. “Kalau tuntutan kita tidak mendapat tanggapan positif paling senin kita lanjut lagi,” ungkapnya.
Selain itu, Widya salah seorang warga Kampung Bambu berharap mereka segera bisa menghuni rusun yang telah dijanjikan Pemprov DKI Jakarta. “Bangun, bangun untuk Pemprov DKI dan Jakpro, sadari kalau warganya itu semuanya sudah berjuang,” tegasnya.
Sampai berakhirnya aksi pada pukul 16.00 WIB, perwakilan Pemprov DKI Jakarta sama sekali tidak menunjukan batang hidungnya kepada warga Kampung Bambu.
Penulis: Asbabur Riyasy
Editor: Izam