Jakmania UNJ sampaikan tuntutan untuk usut tuntas Tragedi Kanjuruhan yang mengorbankan ratusan jiwa
Pertandingan antara Arema FC vs Persebaya dalam pekan-11 BRI Liga 1 digelar pada, Sabtu (1/10/22) lalu. Pertandingan tersebut menyebabkan kerusuhan akibat ketidakterimaan suporter Arema FC setelah timnya menelan kekalahan pertama kali di kandang melawan rivalnya dengan skor 2-3.
Dilansir dari tempo.co, kerusuhan Kanjuruhan bermula pada pukul 21.58 WIB saat pemain dan official Persebaya berjalan masuk ke dalam ruang ganti pemain. Mereka dilempari berbagai macam benda seperti air mineral, mineral gelas dan hal lainnya.
Dua menit setelah itu Persebaya, tepatnya pukul 22.00 WIB saat pemain dan official Arema FC berjalan masuk menuju kamar ganti, Aremania turun ke lapangan dan menyerang pemain beserta tim pelatih.
Mengetahui hal tersebut, tim keamanan berusaha melerai dan melindungi pemain hingga masuk ke ruang ganti. Tetapi, massa yang datang dari Aremania untuk mengungkapkan kekecewaannya semakin banyak dan menyerang aparat keamanan.
Keadaan semakin memanas dan membuat bentrok antara petugas keamanan dengan Aremania tidak terhindarkan. Akibat peringatan yang tidak dihiraukan, petugas keamanan mengambil tindakan dengan menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Tidak hanya satu tribun, namun beberapa tribun. Diantaranya, tribun selatan (11, 12, 13) dan tribun timur (6). Sangat disayangkan, penembakan gas air mata ini menyebabkan para suporter mengalami sesak nafas dan pada akhirnya keluar berdesak-desakan. Hal tersebut menyebabkan para suporter lemas dan kehabisan nafas, apalagi dengan kondisi pintu stadion yang kecil membuat suporter berdesak-desakan.
Berita mengenai Kanjuruhan menyebar dengan cepat, baik dari segi nasional maupun internasional. Banyak komunitas yang geram dan mulai menyatakan sikap akibat meninggalnya 187 orang, informasi terakhir yang didaktika dapatkan dari situs kompas.com.
Salah satunya adalah komunitas pecinta sepakbola, Jakmania Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Jakmania UNJ melalui Instagram komunitasnya, @jakmania_unj membagikan jalannya diskusi dan doa bersama pada Minggu, (02/10/22) di Teater Terbuka, UNJ terkait tragedi tersebut.
Menurut Jakmania UNJ, kejadian seperti ini bukan kali pertama terjadi. Hanya saja, dikarenakan jumlah korban yang berjatuhan lebih banyak, sehingga menjadi sorotan nasional bahkan media internasional.
“Salah satu penyebab ini terjadi dikarenakan tidak ada sosialisasi yang baik untuk suporter dari Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia (PSSI). Contohnya, pada tahun 2006, komunitas pecinta sepakbola pernah mengadakan pertemuan untuk menciptakan perdamaian, namun bukan dibawah naungan PSSI. Tetapi, atas kebijakan supporter sendiri untuk menciptakan ruang aman bagi seluruh kalangan masyarakat,” ujar Nugroho Agung.
Jakmania juga mempertanyakan urgensi dari gas air mata yang ditembakkan ke arah tribun penonton, “Penanganan massa sepak bola harus dibedakan dengan penanganan massa saat demo. Apalagi dengan adanya peraturan dalam FIFA yang tidak memperbolehkan petugas keamanan menembakkan gas air mata,” tambah Awil Anantasena, anggota Jakmania UNJ.
Hal tersebut sesuai yang tertuang dalam FIFA stadium safety and security regulation. Secara jelas tertulis pada poin 19 yang mengatur tentang petugas keamanan. Dalam aturan petugas disebut dengan istilah ‘pitchside stewards’. Menyorot pada poin 19b, petugas keamanan secara tegas dilarang menggunakan gas air mata atau gas pengendali massa yang lainnya.
Jakmania UNJ pun turut berbelasungkawa atas kejadian ini. Sebari menyalakan lilin, Jakmania UNJ menuntut untuk:
1. Mengusut tuntas atas meninggalnya supporter arema di Kanjuruhan malang
2. Menuntut para stakeholder yg berkepentingan agar bertanggung jawab atas insiden tersebut
3. Mengutuk keras tindakan represif aparat kepolisian dalam menangani supporter
4. Menuntut pemerintah agar serius dalam melakukan investasi secara adil, objektif, dan transparan
5. Mengajak kepada seluruh supporter Indonesia dan masyarakat umum agar peduli dengan tragedi ini karena ini bicara tentang kemanusiaan.
Penulis: Laila
Editor: Izam