Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada semester 112, harus melanjutkan perkuliahan secara daring. Namun, UNJ tidak memberikan kompensasi atas Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang telah mereka bayarkan. Padahal mahasiswa tidak memakai fasilitas kampus.
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ), pada semester genap tahun ajaran 2019/2020 atau semester 112 harus menyelesaikan perkuliahan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Hal tersebut dilakukan sebagai upaya mencegah penyebaran COVID-19. Oleh karena itu Rektor UNJ, mengeluarkan surat edaran Rektor nomor 7/UNJ39/SE/2020 tentang Upaya Peningkatan Kewaspadaan dan Pencegahan Terhadap COVID-19 Lingkungan Universitas Negeri Jakarta dan Labschool yang dikerluarkan per tanggal 14 Maret 2020.
Selain itu, UNJ juga mengeluarkan surat edaran Rektor nomor 12/UN39/SE/2020 tentang Perpanjangan Masa Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan Work From Home (WFH) di Universitas Negeri Jakarta, 6 April 2020 yang juga dikeluarkan pada tanggal 16 Maret 2020.
Meskipun perkuliahan dilanjutkan lewat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), namun mahasiswa tetap membayar UKT secara full. Tidak ada kompensasi UKT untuk mahasiswa. UNJ hanya memberikan subsidi kuota internet yang baru terdistribusi dua kali. Itu pun, mahasiswa wajib menggunakan kartu provider Telkomsel dan Indosat.
UKT sendiri termasuk ke dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Maka, UKT merupakan keseluruhan biaya operasional yang terkait langsung dengan proses pembelajaran mahasiswa pada Program Studi (prodi). Seperti fasilitas penunjang perkuliahan layaknya, proyektor, laboratorium, dan Air Conditioner (AC) Oleh karena itu, UKT prinsipnya digunakan untuk pembiayaan akademik dan kegiatan mahasiswa di kampus.
Berkaitan dengan hal tersebut, Rayhan Hardian, mahasiswa prodi Manajemen angkatan 2019 mengutarakan keresahannya, ia merasa tidak puas dengan semester kemarin. Rayhan mengatakan seharusnya UKT mahasiswa dipotong beberapa persen. Sebab, tidak ada fasilitas kampus yang ia gunakan. Terakhir Rayhan menyatakan saat ini COVID-19 memang menganggu perkonomian, yang berimbas juga kepada kampus. Tapi menurutnya, kampus sekakan menumbalkan mahasiswa untuk menebus kerugian kampus. ’’Jadi, paling tidak diuntungkan adalah kita mahasiswa,’’ keluh Rayhan.
Senada dengan Rayhan, Diva Aidilla, mahasiswi prodi Pendidikan Bahasan Prancis menyatakan, di semester 112 ini, ia merasakan bahwa perkuliahan secara daring ini kurang maksimal. Bagi orang seperti Diva, untuk memahami materi lebih cepat lewat metode diskusi menjadi terhambat karena karena koneksi dan device error saat ia mencoba diskusi. Meskipun Ia merupakan penerima beasiswa KJMU (Kartu Mahasiswa Jakarta Unggul), Diva mengeluhan ia dan teman-temannya yang telah membayar UKT full. ‘’Gua udah bayar UKT malah begini kuliahnya, kuota juga dapatnya telat bahkan ada yang ga dapat,’’ ujar Diva.
Sehubungan dengan hal itu, Ketua BEM FE UNJ Muflih Hanif Iskandar, yang juga tergabung dalam Gerakan Keresahan Mahasiswa UNJ (GERAM UNJ), menyatakan saat itu ia dan kawan-kawannya sudah melakukan bedah anggaran bersama pihak rektorat tanggal 24 Juli 2020. Ia menyampaikan anggaran yang ditampilkan itu sangat umum, berbeda dengan perbandingan yang mereka miliki lewat rencana anggaran bisnis UNJ setiap tahun, yang ada di website UNJ. ‘’Kemarin saat bedah anggaran bisa dibilang hanya formalitas,” keluh Muflih. Ia juga mengatakan, saat ditanya lebih mendalam, rektorat hanya menjelaskan secara deksriptif, tidak dijelaskan secara kualitatif. Terakhir, Muflih menyatakan, bedah anggaran kemarin tidak bisa menjadi acuan apakah pengelolaan anggaran kampus di tengah COVID-19 sudah tepat atau belum.
Menanggapi keluhan tersebut, Achmad Fauzi, Staff Pengembang Wakil Rektor II Bidang keuangan kembali menyampaikan, biaya-biaya operasional universitas itu tidak hanya di dalam kelas. Ia menyampaikan, mau di dalam kelas ataupun di luar kelas kampus masih harus tetap membayar biaya-biaya seperti tenaga pendidik, perawatan gedung, dan listrik. Selain itu Fauzi mengatakan, untuk yang terbaru, UNJ mengalokasikan uang untuk penghancuran gedung dan biaya-biaya lainnya. ‘’Bahwa seorang anak membayar kuliah. Nah, uangnya itu tidak hanya digunakan di dalam kelas,’’ ucap Fauzi.
Fauzi menyatakan untuk gaji dosen, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) hanya menanggung untuk gaji pokok saja. Ia melanjutkan, untuk gaji BLU (Badan Layanan Umum), insentif dan remunerasi biaya tersebut dibayarkan dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PBNP).
Terakhir, Fauzi menambahkan untuk pembangunan gedung Universitas harus memilki dana pendamping selain dana yang ada dari APBN. Ia juga berkata kepada tim Didaktika bahwa pendapatan PNBP dari mahasiswa tidak sampai lima puluh persen dari target pendapatan Universitas dari PNBP. Target pendapatan dari PNBP untuk tahun 2020 sekitar Rp233 milyar dan baru terealisasi sekitar Rp80 milyar. Sedangkan total pengeluaran UNJ itu sendiri mencapai sekitar Rp400 milyar. Meskipun ia berkata adanya permohonan revisi dari berbagai pihak dari UNJ. “Nanti ada revisi anggaran,’’ pungkas Fauzi.
Berbeda dengan Fauzi, Ramli mahasiswa Pendidikan Sejarah 2017 menyatakan bahwa mahasiswa masih sangat terbebani perihal pembiayaan UKT. Terlihat pada data hasil kajian GERAM UNJ mengenai instrumen KHL (Kajian Hidup Layak) UNJ, sebanyak 679 mahasiswa terdampak pandemi. Bahkan, 75,9% mahasiswa menyatakan kesulitan untuk membayar UKT di semester 113 karena berbagai hal. ‘’Paling tidak, ada kompensasi UKT, pembagian kuota internet yang merata, dan transfer of knowledge (proses transfer pengetahuan) pembelajaran yang lebih baik meskipun lewat PJJ,’’ pungkas Ramli.
Selaras dengan Ramli, Hanan Arasy mahasiswa sosiologi 2014 yang baru menyelesaikan masa studinya saat pandemi ini, menyampaikan kita perlu mencermati ulang, perihal jumlah PNBP UNJ yang semester kamarin katanya mencapai sekitar atau kurang dari 50 persen. Hanan melanjutkan bahwa jumlah nominal yang mencapai Rp80 milyar itu, bukanlah nominal yang kecil.
Hanan juga menyinggung perihal biaya operasional UNJ yang seharusnya turun atau paling tidak pasti ada penurunan. Ia mengatakan, asumsi dan logika paling sederhana, bahwa sekarang tidak ada fasilitas operasional yang mahasiswa dapatkan. Menurutnya, fasilitas seperti kelas, AC, lift, dan, laboratorium, itu tidak digunakan. Kalaupun digunakan hanya beberapa saja. Sedangkan, lanjut Hanan, pada semester 112 mahasiswa sudah membayar UKT full.
Selain itu, Hanan menambahkan bahwa ini merupakan kegagalan kampus dalam memahami realita sosial mahasiswa. Karena menurutnya, saat seharusnya pendidikan ini menjadi wadah untuk menampung hak-hak untuk mendapatkan pendidikan, yang bahkan tercantum pada UUD, yakni pendidikan ialah hak segala bangsa. Sebaliknya, yang ia malah melihat kontradiksi, bahwa kampus saat ini membebankan masalah keuangan kepada mahasiswa. ‘’Bahkan ketika bicara hak atas pendidikan seharusnya kampus menggratiskan mahasiswa dari segala bentuk pembiayaan dalam pendidikan,’’ pungkas Hanan.
Penulis/Reporter: Ihsan Dwirahman
Editor: Uly Mega