Seseorang bisa mengalami trauma mendalam ketika ia menjadi saksi pembunuhan berantai. Menyaksikan pembunuhan membuat seseorang dihantui perasaan bersalah karena gagal menyelamatkan korban pembunuhan. Trauma tersebut dapat mempengaruhi kinerja seseorang dalam pekerjaannya, terlebih lagi jika pekerjaan itu harus berhadapan dengan pelaku kekerasan. Lalu, apa jadinya bila seseorang yang mengalami trauma menyaksikan pembunuhan harus menyelesaikan tugas untuk menyelamatkan seseorang dari pembunuhan?
Salah satu film yang mengangkat kisah keberhasilan seseorang melewati trauma tersebut adalah The Call (2013). Film bergenre psychological thriller ini disutradarai oleh Brad Anderson, seorang sutradara yang juga pernah menyutradarai The Machinist (2004). The Call menceritakan kisah seorang veteran call center kepolisian Amerika, Jordan Turner (diperankan oleh Halle Berry) dalam melewati masa traumanya dan berhasil menyelamatkan nyawa seseorang yang terancam.
Cerita diawali dengan diterimanya panggilan darurat dari seorang remaja bernama Leah Templeton (Evie Thompson) yang melaporkan adanya seorang pria misterius yang masuk ke dalam rumahnya. Jordan yang menerima panggilan itu menyuruh Leah untuk membuka jendela dan melempar sandal agar pria itu menyangka Leah sudah kabur. Setelah melakukan apa yang disuruh Jordan, Saran Jordan itu berhasil membuat pria itu pergi dari kamarnya dan berjalan menuruni tangga.
Namun sayangnya, sambungan telepon Leah terputus. Jordan menelpon Leah kembali dan membuat dering telepon Leah berbunyi. Dering ponsel tersebut membuat pria misterius itu mengetahui keberadaan Leah dan kembali ke kamar. Ia menarik Leah dari bawah kasur, memukul, dan mencoba merebut ponsel dari tangan Leah. Dalam panggilan yang masih terhubung, Jordan menyuruh pria itu meninggalkan rumah Leah. Namun, pria itu mengabaikan perintah, membunuh Leah, dan berkata, “Sudah selesai.” Suara pembunuh dan teriakkan Leah dalam panggilan itu terdengar oleh Jordan dan membuatnya merasa bersalah karena gagal menyelamatkan nyawa remaja itu.
Trauma yang dialami Jordan membuatnyatak lagi bekerja sebagai operator call center, tetapi berpindah posisi menjadi instruktur bagi petugas call center yang masih baru. Namun enam bulan kemudian, ia kembali bertugas sebagai operator call center, karena petugasyang baru sulit menemukan lokasi ponsel Casey Wilson, seorang perempuan yang menghubungi 911 karena diculik dan terjebak dalam bagasi mobil dengan sebuah ponsel tanpa GPS.
Jordan belum sepenuhnya lepas dari trauma yang dialaminya enam bulan lalu. Namun, atasan Jordan kemudian datang menghampirinya dan memberikan motivasi. Jordan pun kembali tenang dan setelah itu, ia menenangkan Casey yang panik dalam panggilan. Dengan lancar, ia membimbing Casey untuk memberi informasi mengenai kejadian awal penculikan tersebut dan detil mobil sang pelaku.
Selama dalam panggilan, dialog antara Jordan dan Casey dipenuhi ketegangan. Namun, Jordan memiliki banyak ide agar Casey dapat memberikan tanda ke orang-orang di luar mobil sang pelaku, mulai dari mencongkel lampu belakang mobil dan melambaikan tangan, hingga menumpahkan cat dalam bagasi ke jalan melalui lubang lampu belakang mobil. Ketegangan semakin terasa ketika seorang pria di tengah jalan memberitahukan sang penculik bahwa ada cat tumpah keluar dari bagasinya. Ia kemudian melukai pria yang memberitahukannya itu dan mencuri mobilnya.
Sang penculik kemudian membawa Casey dan pria itu dengan mobil yang ia curi. Ketegangan semakin meningkat ketika sang penculik berhenti di tengah perjalanan dan membuka bagasi. Ia menusuk-nusuk perut pria tersebut di depan Casey hingga meninggal, lalu menutup bagasi dan kembali melanjutkan perjalanan. Sementara panggilan masih tersambung, Casey memberitahu Jordan bahwa ia merasa bersalah.
Namun, Jordan mencoba menenangkan Casey agar tidak menyalahkan dirinya sendiri dan ia dapat terus memberikan detil informasi mengenai apa yang terjadi. Sayangnya, ketika berada di pom bensin, sang penculik membakar penjaga pom bensin yang mengetahui keberadaan Casey dan memukul Casey di bagasi hingga tak sadarkan diri. Ia –yang kemudian diketahui bernama Michael Foster (Michael Eklund)– mengambil ponsel dari Casey dan menggertak Jordan dengan kalimat “Sudah selesai.” Ini membuat Jordan teringat dengan peristiwa enam bulan lalu dengan kasus Leah dimana suara dan kalimat yang diucapkan Michael sama persis. Ia yakin bahwa penculik Casey adalah orang yang sama dengan pembunuh Leah.
Di sisi lain, polisi berhasil menemukan rumah Michael yang dihuni oleh istri dan anaknya. Namun, mereka tidak menemukan Michael di sana. Pencarian dilanjutkan menuju daerah Santa Clarita berdasarkan informasi dari istrinya dan melakukan penggerebekan ke pondok milik Michael. Lagi-lagi, mereka tidak menemukan Michael.
Jordan terus penasaran karena polisi belum menemukan Casey. Ia memutuskan untuk mencari Casey sendiri dan pergi ke pondok milik Michael di Santa Clarita. Di sana, Jordan foto-foto saudari Michael yang terkena leukemia. Pada saat ia keluar dari bangunan pondok dan mencari petunjuk lain di tengah ladang, Jordan menemukan pintu masuk ke ruang bawah tanah.
Dalam ruang bawah tanah itu, Jordan menemukan fakta bahwa Michael memiliki obsesi terhadap Melinda –saudari Michael– dan putus asa ketika saudarinya itu meninggal karena leukemia. Michael memiliki manekin kepala dan memperlakukannya selayaknya saudarinya yang telah meninggal. Di kulkas, Michael menyimpan rambut-rambut dari korban yang ia kuliti kepalanya. Semua rambut itu berwarna pirang, sama seperti rambut Casey dan saudari Michael yang terkena leukemia.
Lalu, Jordan menemukan Casey yang disekap dan diikat di kursi roda. Ketegangan kembali terjadi di mana Jordan menyerang Michael saat penculik itu merobek kulit kepala Casey. Casey yang berhasil dibebaskan Jordan sempat menusuk Michael dari belakang dengan gunting sebelum mereka berdua melarikan diri. Michael mengejar Casey dan Jordan, namun mereka mampu melukai dan menendangnya kembali ke ruang bawah tanah, membuatnya tidak sadarkan diri. Mereka kemudian mengikat Michael di kursi roda dan menguncinya di ruang bawah tanah.
Akhir cerita film ini sangat disayangkan. Alih-alih membalas dendam untuk memberikan pelajaran, Jordan dan Casey justru hanya membiarkan sang penculik dalam ruang bawah tanah dan menyekapnya. Film ini tampak sedikit gagal keluar dari gagasan misoginis, bahwa “perempuan memakai perasaan, tidak bisa kejam”.
Namun di sisi lain, film ini tetap berhasil menghibur penonton dengan ketegangan dari awal hingga akhir. Ketegangan tersebut dibangun dalam dialog-dialog antara Jordan dengan Michael Foster, begitupun ekspresi ketakutan pemain Leah Templeton dan Casey Welson membuat situasi cerita dalam film semakin menegangkan. Film ini juga memberi pesan untuk tidak menyalahkan diri sendiri atas kejadian-kejadian yang di luar kontrol kita.
Don’t blame yourself. Sometimes, we all get ourselves in situations that sometimes get out of our control. Bad things can happen, but it doesn’t mean that that’s your fault.
Jordan Turner (The Call, 2013)
Penulis: Danu D B
Editor: Hastomo Dwi P