Seperti biasa, semarak menyambut ulang tahun kemerdekaan negara tak pernah surut. Bagaikan sebuah ritus tahunan, setiap jalan, rumah bahkan penjara pun menghiasi dirinya dengan bendera merah putih. Kemerdekaan memang sudah sepatutnya memang dirayakan, terlebih sebagai bangsa yang dalam perjalanan panjangnya terus menerus dijajah. 350 tahun Indonesia dijajah, begitu kira-kira yang tertulis di buku sekolah. Meskipun ada sebuah penelitian bahwa Indonesia tidak dijajah 350 tahun.

Oleh sebab itu, kemerdekaan sepertinya patut dirayakan, walau usianya masih seperlima dari masa penjajahan. Kemerdekaan diartikan sebuah kebebasan dari penjajah atau bahasa para aktivis pergerakan di zaman kemerdekaan ialah the right of self determination. Hal ini bukan tanpa sebab, penjajahan membuat diskriminasi, kemiskinan, kebodohan serta ketidakadilan. Ada sebuah semangat untuk mengentaskan permasalahan itu semua melalui sebuah rasa bebas. Bebas menentukan nasib, bebas memerintah yang sebelumnya tak pernah sempat dirasakan.

Satu kata yakni bebas. Permasalahannya ialah apa merdeka itu sudah pasti bebas? Atau bebas itu sudah pasti merdeka? Selama 70 tahun merdeka, Indonesia sudah bebas untuk melaksanakan pemerintahannya sendiri atau dikenal dengan kata berdaulat. Selama perjalanan 70 tahun itu pula kebebasan diartikan versi pemerintah yang berkuasa pada setiap zamannya. Akan tetapi, jarang atau bahkan hampir tidak pernah dirasakan oleh rakyat.

Banyak contoh kasus untuk membuktikan pernyataan tadi. Seperti bebas bekerja sama dengan pihak asing untuk mengeruk bumi Indonesia tanpa pernah sekali pun rakyat merasakan hasil kerja sama tersebut. Melihat fenomena ini, saya teringat dengan Tan Malaka. Bapak Republik Indonesia ini menuliskan tentang apa arti merdeka. Di dalam buku Merdeka 100%, ia menyatakan apakah merdeka itu diartikan bebas seperti burung? Bebas terbang, bebas memakan beras yang ditanam oleh petani. Apa kemerdekaan itu mengorbankan hasil kerja orang lain?

Jika seperti itu, merdeka hanya berlaku bagi sebagian orang dan membiarkan orang lain menjadi korban atas kemerdekaan tersebut. Selama 70 tahun ini, merdeka sering kali diartikan dengan bebas. Padahal, itu tidak sama. Selama 70 tahun ini, bumi, air, udara Indonesia sangat bebas dijarah oleh pihak asing. Kemerdekaan yang diproklamirkan oleh Soekarno dan Hatta, seolah-olah tidak pernah dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Buktinya, kemiskinan, pendidikan yang mahal, kesehatan yang mahal, ketidakadilan, korupsi masih terjadi di Indonesia.

Memang merdeka bukan berarti bebas dari masalah, melainkan merdeka ialah suatu kesempatan untuk menyelesaikan masalah yang ada. Setidaknya itu yang dimaksud oleh Soekarno bahwa kemerdekaan merupakan sebuah jembatan emas menuju Indonesia sejahtera. Sekali lagi, merdeka tidak sama dengan bebas. Freedom not liberate. Bebas belum tentu merdeka, sedangkan merdeka sudah pasti bebas.

Iklan

Merdeka itu bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketidakdilan dll. Dunia akan merdekajika tidak ada lagi Exploitation de l’homme par l’homme, exploitation de nation par nation. Sudah 70 tahun, semestinya usaha untuk menghilangkan permasalahan penjajahaan seperti kebodohan dan kemiskinan sudah tidak ada lagi. Tapi apa daya, kita memang harus masih melakukannya untuk menuju Indonesia yang benar-benar merdeka. Bukankah hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangannya sendiri akan dapat merdeka dan berdiri dengan kuat?

 

Virdika Rizky Utama