Anak punk senantiasa mendapat stigma buruk hingga penolakan dari masyarakat. Akan tetapi, Tasawuf Underground berhasil membuat masyarakat menerima kehadiran mereka.
Anak punk sering kali mendapat perlakuan berbeda dari masyarakat karena fisiknya. Penampilan tubuh mereka yang dipenuhi tato dan tindik, serta hidup di jalanan membuat masyarakat memandang mereka sebelah mata.
Demi membantu anak punk agar diterima oleh masyarakat, dibangunlah pondok pesantren bernama Tasawuf Underground oleh Halim Ambiya, yang bertempat di Jalan RE Martadinata No. 27, Ciputat, Tangerang Selatan. Pondok ini dikhususkan untuk anak punk dan anak jalanan. Tasawuf Underground bertujuan untuk membantu anak-anak punk menemukan arah hidup mereka.
Di Tasawuf Underground, anak-anak punk tidak hanya mendapatkan ilmu agama, tetapi juga ilmu berwirausaha. Mereka menjalankan beberapa usaha, seperti kafe, laundry kiloan, steam motor dan mobil. Selain itu, mereka juga aktif mengikuti kegiatan sosial di lingkungan sekitar Tasawuf Underground, seperti memberikan bantuan dalam bentuk uang atau makanan pada fakir miskin.
Anak punk yang memilih untuk bergabung dengan Tasawuf Underground menyatakan bahwa pondok pesantren ini sangat membantu mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Hal-hal yang sebelumnya tidak bisa mereka gapai, melalui pesantren tersebut sedikit demi sedikit mulai tergapai.
Baca juga: https://lpmdidaktika.com/tali-pertolongan-bagi-anak-jalanan/
Salah satu santrinya, Deni Putranto bercerita sebelum ia bergabung dengan Tasawuf Underground, masyarakat selalu merasa takut saat melihat dirinya. Ketakutan tersebut berasal dari tato-tato di kulit Deni yang terlihat menyeramkan. Padahal, apa yang dilihat oleh masyarakat bukanlah diri Deni sebenarnya.
Setelah bertahun-tahun hidup sebagai anak punk dan seringkali ditakuti masyarakat, ia mulai merubah pilihan hidupnya. Hatinya mulai bergerak untuk mengembangkan diri dan mengenal Tuhan. Dari situlah akhirnya ia memutuskan untuk bergabung dengan Tasawuf Underground.
“Dulu saya hanya bekerja sebagai tukang tato. Tapi di sini, keahlian menggambar saya jadi lebih berkembang karena disalurkan dengan membuat mural-mural,” tutur Deni.
Hal serupa juga dirasakan oleh santri punk lainnya, Ilham Muhammad Fajri mengaku sering kali mendapat perlakuan berbeda dari masyarakat. Meskipun tidak dijelaskan secara rinci, Ilham mengatakan dirinya sempat ditangkap oleh polisi atas perbuatan yang tidak dia lakukan.
“Sejak kejadian itu saya jadi malas untuk menunjukkan diri saya yang sebenarnya ke mereka, apalagi pandangan mereka terhadap saya juga sudah terlanjur buruk,” ujar Ilham.
Namun, setelah bergabung dengan Tasawuf Underground, Ilham menjelaskan pandangan masyarakat terhadap dirinya mulai berubah, tidak lagi buruk seperti sebelumnya. Masyarakat di sekitar menerima kehadiran dirinya dengan baik.
Hal itu dibenarkan oleh ketua RT setempat, Amransyah mengatakan dengan hadirnya Tasawuf Underground pandangannya terhadap anak punk dan jalanan mulai berubah. Sebelumnya, ia merasa anak punk seram dan menjijikkan, sehingga ia sering kali mengusir mereka.
“Semenjak mengenal anak punk Tasawuf, ternyata tidak semua anak punk itu sama. Mereka semua menyenangkan saat diajak mengobrol dan mau dirangkul untuk berubah menjadi lebih baik lagi,” ungkap Amransyah.
Amransyah juga menegaskan bahwa dengan adanya Tasawuf Underground sangat berpengaruh positif terhadap warga setempat. Banyak kegiatan dan bantuan yang diberikan oleh mereka untuk warga yang membutuhkan. Hal ini membuat pandangan masyarakat terhadap anak punk pun mulai berubah dan mau menerima kehadiran mereka.
“Selama ini saya tidak mendapat keluhan dari warga mengenai Tasawuf. Mungkin awalnya memang mereka merasa seram ketika melihat tatonya. Tapi setelah mengobrol dengan mereka dan semuanya ternyata asyik, sekarang warga biasa saja saat melihat mereka. Jadi, komunikasi antara mereka dengan warga terjalin baik,” ucapnya.
Senada dengan Amranyah, Salah seorang warga sekitar Tasawuf Underground, Muhammad Nur Herman mengatakan awalnya ia tidak ingin berdekatan dengan anak punk. Menurutnya mereka adalah seorang yang memiliki perilaku buruk, kotor, kumuh, dan sulit untuk diarahkan.
“Setelah berkenalan dengan anak punk yang ada di Tasawuf Underground, pandangan saya mengenai anak punk langsung berubah. Ternyata mereka baik dan sopan, tidak seperti dugaan saya sebelumnya,” ungkap Herman.
Penulis/reporter: Syarifah Arasy Bunayya
Editor: Devita Sari