Sistem baru pendaftaran Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) membuat banyak mahasiswa terancam tidak bisa mendapatkan beasiswa itu. Sebabnya, status Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) mereka menjadi tidak layak.
Sejak mulai dibuka pada Selasa (05/03), pendaftaran KJMU tahap satu tahun 2024 menuai banyak kontroversi. Pasalnya, banyak status DTKS penerima KJMU menjadi tidak layak dengan adanya sistem baru pendaftaran beasiswa ini. Adapun kelayakan DTKS menjadi salah satu syarat agar mahasiswa dapat mendaftar KJMU.
Ketua Forum Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (FKJMU) UNJ, Yosia Christian membenarkan adanya sistem baru dalam pendaftaran KJMU. Dalam pendaftaran KJMU sebelumnya, ia mengatakan setiap semester mahasiswa membawa berkas pendaftaran KJMU ke sekolah asal masing-masing. Sementara itu, dalam pendaftaran kali ini, mahasiswa mendaftarkan KJMU secara mandiri lewat laman p4op.jakarta.go.id/kjmu.
Sebelum mengumpulkan berkas pendaftaran, Yosia mengatakan mahasiswa harus mengecek status DTKS masing-masing pada laman yang sama. Dari pengecekan itu kemudian muncul banyak kasus mahasiswa yang hendak mendaftar KJMU lagi, tetapi status DTKS-nya dinilai tidak layak.
“Data DTKS ini banyak tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, banyak mahasiswa yang tidak mampu tetapi DTKS–nya dinilai tidak layak,“ ujar Yosia pada Selasa (05/03).
Yosia menjelaskan dalam pendaftaran kali ini ada sistem penentuan kelayakan DTKS berdasarkan pemeringkatan kesejahteraan (desil). Desil terbagi atas kategori satu sampai sepuluh. Mahasiswa yang mendapat desil satu sampai empat dianggap memenuhi persyaratan mendapatkan KJMU.
Sementara itu, mahasiswa yang mendapatkan desil di atas empat tidak layak mendapatkan beasiswa KJMU. Selain karena desil di atas empat, Yosia mengatakan terdapat kasus mahasiswa tidak layak DTKS karena desil tidak diketahui.
Adapun Yosia mengatakan pada pendaftaran sebelumnya, DTKS memakai data dari Kementerian Sosial (Kemensos). Sementara itu, dalam pendaftaran kali ini ia menyatakan menurut Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP), DTKS berasal juga dari data registrasi sosial dan ekonomi (Regsosek) milik Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapennas).
Yosia menyatakan adanya perubahan data DTKS membuat banyak mahasiswa terancam tidak mendapatkan KJMU. Padahal, menurutnya banyak mahasiswa dalam laman P4OP status DTKS-nya tidak layak, tetapi dalam laman https://siladu.jakarta.go.id/ terdaftar DTKS. Pada pendaftaran sebelumnya, mahasiswa dapat mengetahui status DTKS di laman Siladu.
“Bermasalah ketika di laman Siladu, banyak status DTKS mahasiswa masuk tahap penetapan dan dianggap layak untuk menerima KJMU, tetapi status DTKS ketika di laman P4OP menjadi tidak layak,“ ucap Yosia.
Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi UNJ, Yesaya merupakan salah satu penerima KJMU yang status DTKS-nya kemudian dinyatakan tidak layak. Dirinya mendapatkan desil kategori lima ketika mengecek di laman P4OP. Padahal, dalam laman Siladu status DTKS-nya terdaftar.
Yesaya mengatakan seharusnya ia layak menerima KJMU. Ia menjelaskan, ayahnya bekerja sebagai pedagang buah, sementara ibunya merupakan pedagang kantin sekolah. Jika digabung pendapatan dari kedua orang tuanya sebulan hanya sekitar Rp4.000.000. Sementara itu, jumlah biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) Yesaya sebesar Rp6.200.000.
“Hal itulah yang bikin saya bergantung banget sama KJMU. Ada kemungkinan saya tidak lanjut kuliah kalau saya tidak mendapatkan KJMU,“ ungkap Yesaya pada Selasa (05/03).
Mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah UNJ, Femy Kusuma juga mengalami nasib serupa. Status DTKS Femy dinyatakan tidak layak karena desil-nya tidak diketahui. Padahal sama seperti Yesaya, dalam laman Siladu status DTKS-nya terdaftar.
Femy mengaku sangat membutuhkan KJMU karena jumlah UKT dirinya tergolong tinggi baginya, yakni Rp3.200.000. Femy mengungkapkan ayahnya bekerja sebagai supir freelance dengan gaji Rp2.000.000 per bulan. Sementara itu, ibunya telah meninggal.
“Semoga data DTKS diganti menjadi data yang sesuai fakta di lapangan,“ ujar Femy pada Rabu (06/03).
Sementara itu, PLT Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Purwosusilo mengatakan bantuan sosial biaya pendidikan bersifat selektif. KJMU ditujukan bagi mahasiswa yang tidak mampu.
“Pendaftaran KJMU kali ini menggunakan sumber DTKS kategori layak yang disahkan oleh Kemensos. Kemudian, dipadankan dengan data (Regsosek),“ ungkap Purwosusilo dalam siaran pers tertulis Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi DKI Jakarta pada Selasa (05/03).
Adapun Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi sudah memberikan tanggapan terkait permasalahan ini. Dilansir dari Kompas pada Rabu (06/03), Heru menyatakan bahwa pencoretan KJMU melihat kemampuan keuangan Pemprov DKI Jakarta.
Penulis/reporter: Andreas Handy
Editor: Ragil Firdaus