Judul Buku: Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas

Penulis: Eka Kurniawan

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama 

Cetakan: I, 2014

Tebal Buku: 243 halaman

ISBN: 978–602–03–0393–2

Iklan

 

Ketika manusia sedang dikuasai oleh amarah, mereka kerap melakukan kekerasan untuk meluapkannya. Seperti pada 10 Juli 2022 lalu, dikutip dari laman Kompas.tv dua pemuda di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, menganiaya 10 orang menggunakan senjata tajam. Motif penyiksaan tersebut diduga hanya untuk melampiaskan kekesalan terhadap masalah yang mereka hadapi. 

Hal tersebut menurut Sigmund Freud, ialah salah satu cara mekanisme pertahanan diri manusia, yaitu metode yang digunakan individu untuk menangani perasaan takut, tidak aman, dan kecemasan. Salah satu metode tersebut ialah displacement

Displacement adalah tindakan pengalihan seseorang untuk memuaskan kebutuhan yang tidak dapat dilakukan kepada orang lain. Contohnya, ketika kita sedang ada masalah, kita memukul tembok untuk menyalurkan emosi. Masih banyak manusia yang melakukan hal tersebut, meski mereka baru menyadari apa yang telah diperbuat ketika amarahnya sudah redam.

Seperti halnya tokoh utama dalam novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas karya Eka Kurniawan, bernama Ajo Kawir. Karena penyakit yang diderita, ia selalu melampiaskan pada kekerasan. Ajo Kawir selalu berkelahi untuk memuaskan hasratnya tanpa pandang bulu. 

 Cerita bermula pada suatu malam, Ajo Kawir diajak Si Tokek melihat kejadian Rona Merah, seorang janda gila yang diperkosa oleh dua orang polisi. Namun, nasib sial datang kepada Ajo Kawir, saat sedang asyik mengintip ia tergelincir sehingga gaduhnya mengagetkan kedua polisi. 

Ketika kedua polisi tersebut melihat Ajo Kawir, mereka memaksa Ajo Kawir untuk memasukkan kemaluannya kepada Rona Merah. Ajo Kawir yang ketakutan hanya bisa mengikuti arahan kedua polisi. Akan tetapi, ketika Ajo Kawir dipaksa membuka celana, kemaluannya tampak meringkuk kecil. Setelah kejadian malam itu, kehidupan Ajo Kawir berubah. Ia mengalami Impotensi, di mana kemaluannya tidak bisa berdiri. 

Baca Juga:

Tomoe Gakkuen dan Keistimewaannya

Menelusuri Jejak Pemikiran Alex Tilaar

Iklan

Beranjak remaja, Ajo Kawir selalu mencari keributan, bahkan berakhir dengan perkelahian. Impoten yang dialaminya membuat Ajo Kawir selalu menggunakan cara kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Si Tokek yang merasa bersalah dengan kejadian itu, terus berusaha membuat Ajo Kawir senang, ia akan menemaninya berkelahi jika itu membuatnya dapat membebaskan hasrat masa remaja yang tak bisa dikeluarkan melalui kemaluannya.

Di umur 19 tahun, Ajo Kawir jatuh cinta kepada perempuan bernama Iteung, begitu pun sebaliknya. Namun, impoten yang dimilikinya membuat Ajo Kawir tidak percaya diri untuk menikah. Iteung yang mengetahui hal itu berusaha meyakinkan Ajo Kawir bahwa dirinya tetap ingin menikah.

Beberapa bulan setelah menikah, tak disangka Iteung mengkhianati Ajo Kawir. Iteung berselingkuh hingga hamil dengan temannya bernama Budi Baik. Ajo Kawir yang mengetahui kabar itu sangat geram, sehingga ia melampiaskan amarah dengan membunuh salah satu preman yang ditakuti, yaitu Si Macan. 

Ajo Kawir berhasil membunuh Si Macan dan berakhir di jeruji besi. Di dalam sel, Ajo Kawir kerap disiksa oleh para sipir, tetapi ia hanya bisa meringis kesakitan dan meracau tanpa melawan. Pada waktu inilah, Ajo Kawir berhenti melakukan kekerasan.

“Api kemarahanku sudah redup. Tidur. Nyeyak seperti burung kecilku.” (hlm 179)

Setelah keluar dari penjara, Ajo Kawir bekerja menjadi supir truk. Ia berubah menjadi manusia yang damai dan tidak suka berkelahi, bahkan diajak berkelahi pun tidak mau karena ia belajar dari kemaluannya.

“Aku mulai mengerti apa yang diinginkan kemaluanku. Ia menempuh jalan para pencari ketenangan. Para sufi. Para mahaguru. Si Burung menempuh jalan sunyi. Tidur lelap dalam damai, dan aku belajar darinya. Hidup dalam kesunyian. Tanpa kekerasan, tanpa kebencian. Aku berhenti berkelahi untuk apa pun. Aku mendengar apa yang diajarkan Si Burung.” (hlm 123)

Dialog sederhana bersama kemaluannya  berhasil membuat Ajo Kawir menentukan keputusan dalam hidup. Perlahan, ia berhasil berdamai dengan masa lalu, mulai dari menerima penyakit impotensinya, menerima anak Iteung, hingga memutuskan untuk pulang ke rumah dan memaafkan Iteung. 

Dalam buku ini, Eka menggunakan gaya bercerita berani, vulgar, dan blak-blakan yang membuat menarik untuk dibaca atau bisa membuat kaget pembaca. Cerita yang disajikan pun cukup unik, karena kita akan menyadari bahwa korban pelecehan seksual tidak melulu perempuan. Selain itu, karena Ajo Kawir menderita impoten, ia dapat merepresentasikan maskulinitas dengan caranya sendiri.

Akan tetapi, alur cerita yang maju-mundur acap kali membuat pembaca bingung karena nama tokoh dalam cerita terlalu banyak. Bahasa yang vulgar mungkin membuat beberapa pembaca tidak nyaman. Oleh karena itu, buku ini hanya bisa dikonsumsi oleh usia 21 tahun ke atas. 

Menciptakan Perdamaian melalui Filsafat

Apa yang dilakukan oleh Ajo Kawir untuk berdamai bisa dijelaskan melalui filsafat perdamaian yang diciptakan oleh Eric Weil, keterbatasan yang dimiliki manusia membuat mereka melakukan kekerasan. Dalam filsafatnya, Weil menawarkan tiga tahapan untuk menyelesaikan konflik (kekerasan). 

Pertama, melakukan genealogi kekerasan atau mencari penyebab adanya kekerasan. Kedua, melawan kekerasan melalui resolusi konflik dengan cara memaksimalkan pikiran rasional. Terakhir, mengupayakan perdamaian abadi dengan menyadari adanya berbagai perbedaan dalam hidup. Jika menilik Ajo Kawir, ia menciptakan perdamaian dengan kemaluannya melalui filsafat Weil. Ajo Kawir melakukan kekerasan karena impotennya, lalu ia dapat berdamai dengan kemaluannya melalui penyelesaian konflik yang digagas Weil.

Genealogi kekerasan pada Ajo Kawir berasal dari penyakit impotensi, sehingga ia menjalani hidup irasional (mengedepankan hawa nafsu). Akan tetapi, Ajo Kawir dapat melawan kekerasan melalui dialog sederhana dengan kemaluannya sehingga bisa memaksimalkan pikiran rasional. Dalam mewujudkan perdamaian abadi, Ajo Kawir menerima perbedaan dan mengedepankan aspek rasional dengan cara belajar pada kemaluannya sendiri. 

Penulis: Dinda

Editor: Ihsan