Mural bertuliskan “Money Heist in Pandemic” terpampang di salah satu tembok gedung F Universitas Negeri Jakarta. Tulisan tersebut didukung oleh gambar wajah pria yang sedang mencengkeram uang kertas, sambil menutup sebelah matanya. Paduan warna hijau dan kuning mendominasi wajah pria tersebut. Gedung bertingkat, disertai alat berat menjadi latar belakang wajah tersebut. Wajah pria itu dibingkai dengan lingkaran-lingkaran tak beraturan berwarna biru dan hijau.

Mural tersebut, karya Bayu Prasetyo, mahasiswa program studi (prodi) Seni Rupa. Dalam mengkonsepnya, ia dibantu oleh Nanda Nabila, mahasiswi Seni Tari selama seminggu, terhitung sebelum pengerjaan mural pada Senin, (20/7).

Pembuatan mural oleh Bayu Prasetyo (Dok. Fitriyani)

Sebagai bagian dari aksi dalam Gerakan Keresahan Mahasiswa (GERAM UNJ), mural tersebut penuh dengan makna kritik. Bayu menjelaskan makna dari gambar yang ia lukiskan. Wajah pria dengan warna hijau dan kuning, menyiratkan petinggi kampus Universitas Negeri Jakarta. Uang yang dicengkeram, kata Bayu, merupakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pengembangan Universitas (SPU).

Sebelah mata yang tertutup, tutur Bayu, menjadi lambang ketidakpedulian kampus kepada mahasiswanya. Padahal, seperti yang Bayu simbolkan melalui mural, lingkaran biru dan hijau sebagai pandemi virus corona.

“Pada saat pandemi, seluruh mahasiswa terdampak dan kampus harus segera mengeluarkan kebijakan tentang keuangan di tengah pandemi,” ujar Bayu.

Tidak hanya itu, Bayu juga secara detail menggambarkan gencarnya pembangunan di UNJ. Hal itu tersirat pada latar belakang muralnya. Gedung bertingkat disertai alat berat.

Iklan

Bayu memulai pengerjaan mural ini pukul 10.00 WIB, dibantu dengan mahasiswa GERAM UNJ  mempersiapkan material untuk karya mural tersebut. Hingga matahari  terbenam, bermodalkan lampu tembak sebagai penerangan, Bayu tetap menggambar dengan kuas di tangan kananya. Tangan kirinya memegang telepon genggam, berisi sketsa gambar.

Pukul 20.00 WIB, pengerjaan muralnya usai. “Beginilah kalau menggunakan material cat, pengerjaannya lama,” ungkap Bayu. Meskipun, sudah menjadi kebiasaannya dalam membuat mural menggunakan cat.

Proses pada bagian wajah dan tangan menjadi bagian yang cukup sulit. Karena, Bayu harus mencampurkan beberapa warna untuk mencapai perpaduan yang pas. Warna kuning, hijau, dan hitam secara bergantian ia gunakan. Hal itu ia lakukan berulang kali, sampai ia merasa sudah mencapai warna yang bagus.

Teknik percampuran warna tersebut, tutur Bayu merupakan teknik blending. Teknik yang digunakan dengan cara mencampurkan beberapa warna untuk mencapi perpaduan warna baru. Itu pula, yang menurutnya menjadi kesulitan ia dalam menggambar mural berjudul “Money Heist in Pandemic” ini. Kata Bayu, cuaca panas menjadi kendala, “cat jadi cepat kering.” Wajar saja, Bayu mengerjakan mural di tengah terik matahari.

Bayu mengaku, aktif mempelajari seni menggambar di dinding ini sejak masuk ke prodi Seni Rupa pada 2017. Ia mempelajarinya bersama kawan-kawan satu angkatan. “Tidak ada yang mengajari, saya belajar mandiri,” kata Bayu, yang sempat menjadi pengurus HIMA prodi Seni Rupa ini.

Sebenarnya, ia sudah menekuni dunia menggambar sejak SMA. Namun, saat itu, ia belum menekuni seni mural. Pada masa SMA, Bayu lebih sering menggambar karakter di media kertas.

Seusai pengerjaan mural tersebut,  ia menjelaskan, mural  ini merupakan pencampuran antara surealis dan realis. Bayu menjelaskan, surealis merupakan konsep yang ada dipikiran, namun tidak nyata. “Contohnya, penggambaran virus corona yang tergambar melalui lingkaran tak beraturan,” ucap Bayu. Sedangkan, realis mejadi teknik yang ia gunakan.

Sedikit menyinggung soal sejarah lukisan dinding. Bayu menjelaskan, hal ini sudah digunakan sejak era kolonialisme. Pada saat itu, gambar-gambar di dinding menjadi alat perlawanan, sekaligus kritik terhadap pemerintah kolonial.

Hal itulah yang coba dilakukan Bayu. Karya yang dibuatnya ini, diharapkan mampu membuat orang-orang yang melintas paham atas situasi kampus saat ini. Selain itu, mural ini juga menjadi alat kritik bagi petinggi kampus. “Setidaknya paham atas situasi pandemi, agar membebaskan biaya kuliah,” pungkas Bayu.

Penulis/Reporter: Ahmad Qori H.

Iklan

Editor: M. Muhtar