Piagam Madinah menjadi kontrak sosial pertama yang menghubungkan jalinan politik islam dengan non islam atas dasar kepentingan bersama

Berbicara tentang pembentukan negara Madinah dan Konstitusi Madinah, maka tidak dapat dipisahkan dengan peristiwa hijrah Rasulullah SAW ke Madinah. Karena hijrah adalah suatu fakta sejarah masa lalu yang tidak dapat dimungkiri. Konstitusi Madinah yang universal dan diterima oleh semua golongan dan lapisan masyarakat didalamnya mengatur pola hidup bersama antar kaum muslim di satu pihak dengan non-muslim di pihak lain.

Muhammad mampu menjadikan Islam sebagai agama yang menghasilkan rekonsiliasi di tengah keanekaragaman antar kaum Muhajirin, kaum Anshor dan kaum Yahudi. Dirinya membuat suatu perjanjian tertulis yang berisi pengakuan atas agama-agama mereka dan harta-harta mereka dengan syarat-syarat timbal balik.

Terjadinya hijrah ke Madinah berawal dari ketidakamanan kaum Muslimin Makkah dari tekanan dan ancaman kaum kafir Quraisy, sehingga kaum Muslimin sudah tidak dapat merasakan kenyamanan di negeri sendiri, maka Rasululllah SAW meminta para sahabat-sahabatnya supaya menyusul kaum Anshar ke Yatsrib. Di sana, Rasulullah berhadapan dengan kaum Yahudi Yatsrib, yang sudah ratusan tahun berdiam di sana. Mereka terdiri dari Bani Quraizhah dan Bani Nadhir.
Melalui hijrah, masyarakat Islam mempersiapkan diri bagi tegaknya suatu lingkungan yang islami. Dimana masyarakatnya ditata berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, yang sesungguhnya bersifat universal. Untuk tegaknya suatu sistem yang teratur, diperlukan suatu peraturan atau undang-undang atau dalam bentuk yang lebih tinggi, konstitusi yang disepakati semua pihak.
Maka, peristiwa hijrah Nabi ke Yatsrib (Madinah) merupakan peristiwa bersejarah permulaan berdirinya pranata sosial dan politik dalam sejarah perkembangan Islam. Di Madinah, Nabi bukan saja pemimpin keagamaan, melainkan juga pemimpin pemerintahan. Masyarakat Madinah yang multi etnis dengan keyakinan agama yang beragam dengan pluralitas komposisi masyarakat ternyata tidak luput dari pengamatan nabi.

Baca Juga:

Dari Pemberitaan Berujung Pemberedelan LPM Lintas

Iklan

Banteng Sehat, Banteng Bagi-bagi Minyak

Pluralitas masyarakat dapat menimbulkan konflik yang pada gilirannya akan mengancam integritas persatuan dan kesatuan (mengancam integrasi bangsa). Sadar akan hal ini, Rasulullah segera mengambil inisiaitf menetapkan suatu piagam politik, yang nantinya disebut Piagam Madinah. Perjanjian dengan komunitas Yahudi, yang katakanlah dapat disebut sebagai kontrak sosial pertama di dalam sejarah umat manusia, yang digunakan untuk membina kesatuan hidup berbagai golongan warga negara.
Pada prinsipnya, dasar piagam madinah dibentuk dari keadaan masyarakat sekitar Madinah. Di dalamnya menyiratkan pesan persatuan di atas perbedaan beragam dari bebagai macam kabilah yang berada di Madinah, sehingga menciptakan beberapa prinsip piagam madinah, yakni, bertetangga baik, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, membela mereka yang teraniaya, saling menasehati dan menghormati kebebasan beragama.

Piagam Madinah dan Relevansi Keberagaman Indonesia
Piagam Madinah memuat ide-ide humanis dalam berbangsa dan bernegara yang mempunyai relevansi dengan perkembangan dan keinginan masyarakat dunia, bahkan kini telah menjadi pandangan hidup modern. Kesamaan Ide dalam Konstitusi Piagam Madinah juga ada dalam pikiran para tokoh pendiri bangsa Indonesia, yang termaktub dalam Pancasila.
Muatan Piagam Madinah dan Pancasila memiliki kesamaan sebagai perjanjian luhur bagi masyarakat yang berperikemanusiaan (humanis). Pancasila merupakan perjanjian luhur seluruh elemen bangsa untuk membangun, mencintai dan mempertahankan Indonesia yang didasarkan pada nilai historis. Sedangkan, Piagam Madinah merupakan perjanjian luhur untuk mempertahankan negara Madinah. Keduanya sama-sama memuat asas dan prinsip kemanusiaan, antara lain: kearifan, persaudaraan, persamaaan, toleransi, musyawarah, tolong menolong, dan keadilan.
Salah satu konsekuen penting dari pancasila, sebagaimana piagam madinah, ialah adanya jaminan kebebasan beragama. Prinsip beragama ini menyangkut hal-hal yang begitu rumit, karena berkaitan dengan segi-segi emosional dan perasaan mendalam kehidupan kita.
Namun, agaknya prinsip kebebasan tersebut tercoreng dengan adanya diskriminasi. Seperti hal yang dialami salah seorang mahasiswa dalam pemilihan anggota BEM UNJ. Zuril, ketua angkatan fakultas teknik 2021, dirinya merasa bahwa kampus masih menjadi tempat yang cukup intoleran akan keberagaman agama. Hal ini disebabkan pemilihan anggota badan eksekutif mahasiswa masih memprioritaskan anggota berdasarkan agamanya.
Tidak hanya itu, beberapa mahasiswa juga mengatakan bahwa kerap kali oknum Muslim mengatakan kalimat tidak mengenakan atas hari raya yang sedang dirayakan oleh mereka. Yakni dengan bersenda gurau persoalan bahwa mereka kafir, yang mana cukup menganggu dan membuat ketidaknyamanan mereka timbul akibat olokan tersebut.
Melihat hal tersebut, sudah seharusnya keberadaan Piagam Madinah menjadi pembelajaran bagi umat Islam hari ini. Agar lebih mampu memahami perbedaan yang ada. Karena, piagam Madinah merupakan konstitusi yang memuat norma-norma demokrasi yang meliputi kesetaraan, serta pandangan kebebasan dalam menjalankan agama masing-masing.

 

Penulis: Laila Nuraini Fitri

Editor: Izam Komaruzaman