Sekolah memiliki peran untuk menyalurkan ideologi penguasa agar dapat mempertahankan kekuasaan kelas dominan.
Fungsi pendidikan untuk mencetak manusia sesuai keinginan pasar, kini tengah melanda netralitas pendidikan. Berbagai kebijakan ekonomi politik mampu mempengaruhi pendidikan agar dapat berintegrasi dengan kebutuhan kapitalisme. Salah satu contohnya, ialah revitalisasi SMK. Wacana klasik tersebut sudah digembor-gemborkan sejak pertengahan abad-20 di Indonesia. Hingga kini, wacana untuk meningkatkan kualitas lulusan SMK terus diupayakan agar mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan kapitalisme untuk mendukung syarat-syarat produksi. Salah satu syarat-syarat produksi ialah reproduksi tenaga kerja.
Menurut Althusser, kapitalisme membutuhkan reproduksi tenaga kerja guna melanjutkan proses produksinya. Ia membutuhkan keterampilan para pekerja untuk mengoperasikan mesin-mesin produksi. Agar para pekerja dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, ia diberikan upah. Penetapan upah oleh kapitalisme didasarkan atas kebutuhan biologis dan sosiologis tenaga kerja. Tenaga kerja membutuhkan upah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, ini disebut kebutuhan biologis. Sedangkan secara sosiologis, para tenaga kerja memerlukan upah untuk mengatasi stress yang menimpanya dengan membeli bir atau anggur. Strees yang dialami para tenaga kerja merupakan ekpresi mereka dari penindasan yang dilakukan kaum borjuis.
Namun, utamanya kapitalisme membutuhkan keterampilan para tenaga kerja. Keterampilan tenaga kerja tidak cukup didapatkan dari pelatihan singkat yang diberikan kapitalisme. Butuh proses panjang untuk mendapatkan keterampilan yang diinginkan oleh kaum borjuis.
Kaum kapitalisme membutuhkan sebuah kekuatan yang mampu mempengaruhi kesadaran para tenaga kerja agar tetap produktif serta tunduk kepada atasan. Di sini lah peran negara muncul. Menurut Althusser, negara memiliki fungsi untuk menanamkan ideologi yang sesuai dengan keinginan mereka. Dalam hal ini, nilai-nilai patuh, hormat kepada atasan ada di dalam ideologi yang dibuat negara.
Tak perlu banjang lebar menjelaskan hubungan negara dan capital. Sebab, negara membutuhkan modal untuk dapat mempertahankan kekuasaannya. Namun, Althusser merasa perlu menjelaskan teori marxisme klasik mengenai negara. Mengenai perjuangan tahap awal kelas proletar untuk mencapai revolusi sosial.
Menurut Marx negara merupakan sumber alienisasi masyarakat. Manusia pada dasarnya makhluk sosial. Namun, negara membuat sifat sosial manusia dibatasi dengan kebijakan-kebijakan atas dasar kepentingan umum. Kepentingan umum muncul dengan menghilangkan keberadaan manusia sebagai makhluk sosial. Belum lagi, negara menjadi kumpulan kelas yang berafiliasi untuk tujuan tertentu. Artinya ada kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan yang dibangun kelas dominan. Dalam hal ini kelas borjuis.
Kita dapat melihat, bagaimana kelas borjuis yang menguasai negara memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan kekerasan apabila seseorang melanggar kebijakan ditetapkan. Kebijakan yang sebetulnya menjaga stabilitas politik agar para kapitalis menanamkan modalnya. Akhirnya, negara memelihara betul bahkan berkawan dengan kapital untuk mempertahankan kekuasaan.
Dalam ranah ini perjuangan kelas dibutuhkan. Marx membagi dua arah perjuangan kelas. Pertama yang dilakukan merebut infrastruktur atau ekonomi. Kemudian, keberhasilan perebutan infrastruktur oleh kelas proletar akan mempengaruhi suprastruktur yang ada. Suprastruktur yang dimaksud ialah politik dan ideologi.
Althusser, meyakini hal tersebut, bahwa perebutan kekuasaan dapat dilakukan dengan merebut alat produksi (infrastruktur) yang dimiliki negara. Dengan itu suprastruktur hanya menjadi ekspresi yang ditimbulkan. Namun, altuhsser pun menganggap bahwa suprastruktur juga dapat menjadi cara pertama. Meskipun ia meyakini perebutan ekonomi oleh kaum proletar masih menentukan.
Oleh karena itu, dalam buku Ideologi dan Aparatus Ideologi Negara, di antara ekonomi dan politik, pembahasan mengenai politik mengambil porsi besar.
Aparatus Negara
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa kapital dan negara saling berhubungan. Apalagi kapitalisme membutuhkan negara untuk melakukan reproduksi tenaga kerja. Agar roda kapitalisme dapat terus berjalan.
Ada dua aparatus dalam negara yang menurut Althusser dapat menciptakan manusia yang sesuai dengan keinginan kapitalisme. Pertama ialah dari Aparatus Represif Negara (ARS). ARS memiliki fungsi untuk menyebarkan apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan melalui hukum yang ada. Bila ada seseorang yang melanggar hukum tersebut ARS dapat melakukan tindakan kekerasan. ARS terdiri dari tentara, polisi, jaksa dan parlementer. Peran ARS berguna untuk menampilkan peran negara sebagai satu-satunya kekuatan yang mengatur masyarakat.
Kedua ialah Aparatus Ideologi Negara (AIN). AIN memiliki porsi besar untuk menyebarkan ideologi secara terselubung tanpa diketahui masyarakat. AIN terdiri dari berbagai macam lembaga, yaitu lembaga pendidikan, lembaga agama, lembaga keluarga, lembaga budaya dan sebagainya. Dari beberapa lembaga yang disebutkan, Althusser meyakini bahwa lembaga pendidikan yang mampu membentuk keterampilan tenaga kerja sesuai keinginan kapitalisme.
Lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah, mampu menyebarluaskan gagasan ideology kelas dominan melalui materi pembelajaran yang ditawarkan. Ada dua bidang pelajaran yang diajarkan di sekolah, yaitu bidang humaniora dan bidang sains. Sejak kecil di sekolah, seorang anak diberikan pembelajaran humaniora yang memiiliki gagasan moral seperti cinta tanah air, hormat kepada orang tua dan etika terhadap sesama manusia. Tahap selanjutnya, mereka diberikan materi khusus sesuai dengan keinginannya. Tahap ini masuk dalam bidang sains, yang menawarkan pilihan yang sebenernya seseorang terpaksa memilih itu.
Menurut Althusser, masyarakat yang melihat hal ini secara obyektif atau seperti itu adanya, sebetulnya ialah suatu kontruksi subyektif kapitalisme dalam formasi sosial yang ada. Jadi pilihan seseorang sudah dikontruksi sesuai keinginan kapitalisme. Melalui ideologi hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
Sekolah mampu menyebarluaskan gagasan ideologi kelas penguasa sebab kapitalisme berhasil membuat situasi dan kondisi agar masyarakat perlu memilih hal itu. Situasi tersebut memaksa manusia untuk melakukan apa yang ditawarkan kelas penguasa.
Mari kita melihat bagaimana sejarah pendidikan Amerika berhasil mencetak lulusan yang sesuai dengan keinginan pasar. Dalam pertengahan abad-20, sebagai negara yang menganut ekonomi liberal, mereka yakin bahwa pasar bebas dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan keleluasaan itu para actor ekonomi mampu menciptakan lapangan pekerjaan.
Oleh karena kapitalisme membutuhkan tenaga kerja untuk kebutuhan produksinya. Sekolah menawarkan hal itu. Sejak kecil pendidikan diarahkan untuk tujuan itu. Dalam teori pendidikan tradisional yang dianut Amerika, pendidikan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan manusia sesuai kebutuhan pasar. Oleh karena itu, sejak kecil, seseorang diajarkan mata pelajaran dasar berupa baca, tulis dan hitung. Tahapan selanjutnya, mereka diberi mata pelajaran khusus. Proses tersebut berlangsung dari SD hingga SMA. Seseorang yang berhasil menguasai pendidikan tersebut baru bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Perguruan tinggi sebagai tahap akhir kesuksesan kapitalisme dalam membentuk tenaga kerja yang diinginkan.
Ideologi menjadi penentu dalam proses pendidikan. Menurut Althusser ideologi ialah representasi imajiner individu-individu dalam realitas yang ada. Artinya ideologi merupakan relasi individu untuk mengapai apa yang dicita-citakan yang tidak dapat dipenuhi dalam formasi sosial yang dibuat oleh kelas dominan. Selain itu, ideologi memiliki kekuatan untuk menarik subyek-subyek yang ada pada tiap individu. Ideologi juga dapat mengubah individu-individu menjadi subyek-subyek. Subyek yang dimaksud tentu saja kesadaran yang diinginkan oleh kelas penguasa.
Selain itu, ideologi tidak bersejarah. Karena ideologi merupakan sesuatu yang abstrak. Suatu khayalan dan keinginan seseorang yang tidak ada dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, ideologi hanya keinginan mereka yang tak terealisasikan. Namun, ideologi mampu menciptakan keterikatan antar individu. Menurut Althusser ideologi merepresentasikan imajiner individu-individu yang tidak ada dalam realitas. Oleh karena itu, ideologi mampu menyatukan individu-individu dalam satu kesatuan. Kesatuan ini lah yang diharapkan oleh kelas dominan untuk dapat mempertahankan kekuasaanya.
Althusser memberikan contoh ideologi agama. Agama memiliki subyek yang besar. Kita pelu memahami ada satu subyek yang besar yang mempengaruhi kita. Dalam hal ini, Subyek itu adalah Tuhan. Adanya ayat-ayat di dalam kitab, seakan memanggil kita sebagai subyek untuk mengikuti subyek yang besar itu. Subyek yang besar ini, mempengaruhi manusia untuk mengikuti apa yang diinginkannya. Melalui praktik-praktik dan ritual yang diperintahkan oleh gereja, subyek-subyek meyakini diri mereka bahwa mereka mengikuti keinginan subyek besar ini. Sebab, subyek besar ini memberikan subyek-subyek kecil ini jaminan kebahagian bila melaksanakan praktik yang disediakan.
Meskipun begitu, Altusser mengalami dilema, ia merasa AIN tidak selalu mengikuti ideology kelas penguasa. Sebab AIN tidak terpusat, ia terbagi-bagi. Ia mengatakan bahwa, dapat saja AIN menjadi sebuah ruang untuk perjuangan kelas. AIN dapat berfungsi untuk menangkal ideologi kelas penguasa dengan menawarkan ideologi kelas tertindas yang akhirnya dapat menggerakan massa untuk berjuang melawan kapitalisme.
Poin penting dalam tulisan ini ialah peran antara negara dan capital yang memiliki relasi untuk mencapai tujuan kelas mereka. Mereka menciptakan kondisi-kondisi di mana masyarakat tidak ada pilihan lain selain memilih apa yang ditawarkan oleh capital negara. Melalui sekolah, capital negara secara terang-terangan membentuk masyarakat agar dapat meneruskan kekuasaan yang dipertahankan oleh mereka. Penyebaran ideologi menjadi penentu agar menyediakan kultur bagi kekuatan-kekuatan produksi.
Namun, pertanyaan muncul, bila sekolah merupakan ruang ideologisasi kelas penguasa, mengapa tokoh revolusi lahir dari sekolah tersebut? mengapa mereka berhasil melawan ideologisasi kelas penguasa? Kemudian apakah benar konteks waktu itu para buruh dapat bersekolah? Dalam sejarah pergerakan Indonesia saja, para kaum miskin tak dapat sekolah karena tidak memiliki akses untuk itu, karena hanya kalangan priyayi yang dapat ikut sekolah.
Selain itu, banyak sekolah-sekolah liar abad awal 20, menjadi sekolah alternative untuk melawan dominasi Pemerintah Hindia Belanda. Namun, tetap saja sekolah liar tersebut hanya digunakan sebagai proses kaderisasi partai-partai waktu itu. Tujuannya untuk menciptakan kader-kader militan agar dapat melawan kolonialisme Hindia Belanda.
Dari gagasan Althusser saya yakin bahwa semua sekolah memang berfungsi menyampaikan ideologi. Ideologi yang sesuai dengan keinginan kelas tertentu. Sebagai filsuf Marxis, Althusser dengan keyakinannya percaya bahwa selama sekolah masih dikuasai oleh kapital negara, sekolah akan terus menindas kesadaran kaum miskin, untuk mempertahankan tujuan mereka. Dengan cara menciptakan situasi dan kondisi agar masyarakat tak perlu mempertanyakan kebijakan yang dibuat negara.
Penulis: Hendrik Yaputra