Meski kecewa karena gagal menggelar aksi demonstrasi di kantor polisi. Mahasiswa pantang mundur untuk bersolidaritas terhadap korban perkosaan

Selasa (26/5), Jakarta  pukul 11.30 WIB cuaca cukup terik. Sebuah temperatur udara di Kantor Polres Metro Jakarta Timur menunjukkan angka 32 derajat celcius. Udara kian terasa pengap di tengah macetnya Jalan Matraman Raya No. 224, Jakarta Timur, DKI Jakarta.

Kendati demikian, tak sedikit pun menyurutkan semangat massa aksi mahasiswa anti kekerasan seksual di depan kantor polisi yang berlantai 6 itu. Salah satunya ialah Ramdhoni, mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah ini cukup antusias. “Kita jengah dengan perilaku Andri Rivelino yang tidak tahu malu melaporkan orang yang diperkosanya,” tuturnya sambil mengeluarkan almamter hijau dari tasnya.

Berselang 15 menit, puluhan mahasiswa yang hampir semuanya menggunakan sepeda motor tiba menyusul Lele, panggilan Ramdhoni. Satu persatu memarkirkan kendaraanya dibantu seorang juru parkir. Pria setengah baya itu menata motor dengan dua baris berbanjar yang masing-masing kiri dan kananya diberi pembatas jalan berwarna oranye. “Ayo langsung gelar spanduknya. Langsung aja kita udah telat,” Andika Ramadhan memberi komando kepada kawan-kawannya.

Setelah masing-masing beranjak dari jok motornya, tak berselang lama belasan Polisi lengkap dengan seragam dan senjata yang dikokang menghampiri puluhan mahasiswa. Di tengah rombongan itu mulai terlihat sosok Muhammad Zid, memakai Batik. “Mau apa ini-mau apa? Sudahlah ini sudah mau diselesaikan urusannya oleh polisi. Saya juga lagi diminta kesaksiannya, “ujar Dekan Fakultas Ilmu Sosial dengan cucuran keringat di keningnya. “Kita (pimpinan kampus) sangat serius untuk menyelesaikan kasus (perkosaan) ini. Pak Komarudin aja kepada saya meminta untuk disebutkan ketika diperiksa di Polisi. Supaya ia juga bisa diperiksa. Rektorat intinya serius.” Sambungnya. Muhammad Zid hari itu diperiksa sebagai saksi atas laporan Andri Rivelino terhadap FN dengan tuduhan pencemaran baik.

Sementara itu, Komisaris Besar (Kombes) Umar Faroq berjanji akan bergerak cepat memproses kasus pemerkosaan ini. “Asal kalian (mahasiswa) tidak menggelar demo. Janganlah buat ramai disini. Kami akan cepat bertindak,” tegas Kepala Polres Metro Jaya Jakarta Timur tersebut.

Iklan

Ia mengaku sangat memahami solidaritas mahasiswa terhadap FN yang menjadi korban perkosaan oleh dosennya dan justru dilaporkan kepada polisi. “Saya berempati dengan teman (FN) saudara-saudara. Tapi upaya melaporkan itu hak semua warga,” ujarnya sembari terus diapit oleh anaknya buahnya yang hampir menandingi jumlah mahasiswa. Hari itu mahasiswa menuntut agar polisi menggugurkan laporan Andri Rivelino yang dianggap tidak tahu malu.

Menanggapi hadangan Dekan FIS dan puluhan polisi tersebut, Andika Baehaqi menyebut kejadian itu menyalahi demokrasi. “Kita hanya ingin bersolidaritas terhadap kawan kita. Apalagi, izin aksi sudah disetujui oleh humasnya. Gue udah ditelpon kok kalo aksi ini akan damai dan dikawal,” heran mahasiwa tambun yang juga koordinator aksi itu.

Ia pun menambahkan, mahasiswa akan berhenti aksi jika polisi dan kampus menjamin akan berpihak kepada FN dan keluarganya. Ia menegaskan, jika hal itu tidak dijamin, mahasiswa akan terus melakukan aksi. “kami sudah capek juga, pak, dengan pembiaran kampus (UNJ) terhadap kelakuan amoral pelaku,” sambungnya di depan polisi dan Muhammad Zid.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIS Andika Ramadhan, baginya sikap polisi dan Zid itu berlebihan. “apa-apaan ini pak. Kita kan tidak rusuh. Solidaritas kok tidak boleh?,” kesal mahasiswa sekaligus koordinator Aliansi Mahasiswa UNJ itu.

Karena polisi tetap kukuh agar mahasiswa menahan diri, akhirnya mahasiswa pun tidak memaksakan kehendaknya. Massa aksi pun kemudian mewakilkan lima orang perwakilannya untuk berdialog dan mengawal pemeriksaan Dekan FIS. Di saat yang sama, FN dan ibunya SD berupaya terus untuk diterima laporannya di unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jaktim.

Setelah 20 menit berselang, puluhan mahasiswa meski tidak menggelar orasi, tapi mereka tetap mengibarkan spanduk solidaritas terhadap FN di pinggir jalan depan Polres Jaktim. Mereka pun membagi-bagikan selebaran dukungan kepada pengguna jalan yang melintas.

Akan tetapi, lagi-lagi sang kombes beserta belasan pengawalnya itu mencegat mahasiswa itu. “kalo kasus ini tidak ditindak serius oleh polisi bolehlah demo. Tapi tolong kasih kami ketenangan dan bekerja dulu,” ujarnya dengan nada tinggi.

Dengan raut kecewa, puluhan mahasiswa kemudian melipat spanduknya. Meski demikian, aktivis perempuan Mutiara Ika Pratiwi yang ikut massa aksi mengatakan, hal ini sudah biasa dilakukan polisi, “tapi yang penting kita memperlihatkan kepada polisi kita serius mendukung FN dan tetap mengawal kasus ini, “ pungkasnya menenangkan massa aksi mahasiswa yang kecewa. Ika tergabung dalam Perempuan Mahardika yang bergerak dalam isu hak-hak politik perempuan. Para mahasiswa pun kemudian membubarkan diri dan kembali ke kampus. Tabik! Indra Gunawan

@gawan_indra