Proses peradilan pengaduan Djaali atas kasus pembebastugasan oleh Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) terus berlanjut, Senin (23/04). Meskipun penggugat (Djaali) tidak datang, peradilan tetap dilaksanakan. Wakil Rektor (WR) I Bidang Akademik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Muchlis R Luddin, bersama Usep Suhud salah satu dosen Fakultas Ekonomi (FE) menjadi saksi fakta dalam sidang lanjutan gugatan Djaali terhadap Kemenristekdikti. Saksi fakta adalah mereka yang melihat, mendengar, mengalami secara langsung kejadian yang sebenarnya.

Berdasarkan kesaksiannya, Muchlis mengungkapkan kronologis kejadian yang berujung dibebastugaskannya Djaali dari kursi jabatanya sebagai rektor UNJ. Muchlis memulai ceritanya dengan awal kedatangan Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kemenristekdikti. Saat datangnya Tim EKA pertama kali pada 8 September 2016, Muchlis sedang berada di luar kota. “Saya masih ada di Gayo sedang liburan, lalu ditelepon rektor disuruh pulang,” ucapnya.

Setelah itu, lanjut Muchlis, Djaali memintanya menjadi kepala Tim Mitra. Tim Mitra bertugas menyelesaikan dan mengklarifikasi temuan Tim EKA terhadap UNJ, seperti plagiasi dalam disertasi, pembimbingan mahasiswa, dan data mahasiswa. Hasil pencarian Tim Mitra, menemukan indikasi plagiasi melalui uji Turnitin dan langsung dilaporkan kepada Rektor Djaali. “Kita laporkan apa adanya yang kita temukan,” terang Muchlis.

Pada sidang sebelumnya Djaali mengatakan Surat Keputusan (SK) Turnitin merupakan hasil keputusan rapat pimpinan, dan bukan keputusanya (baca: konferensi pers Djaali). Namun, menurut Muchlis, rapat pimpinan hanya menentukan persentase maksimum plagiasi. SK turnitin membolehkan plagiasi pada jenjang S1 dan D3 50%, S2 55%, S3 60 %. “SK turnitin memang dibuat setelah terjadi gonjang-ganjing di UNJ,” terang Muchlis.

Muchlis menambahkan, Rektor Djaali membantah hasil temuan Tim Mitra. “Hasil temuan Tim Mitra dilaporkan apa adanya ke Pak Djaali. Tapi dibantah sama pak Djaali. Dia (Djaali) bilang kaget, dari situ ia sesegera mungkin minta dibuatkan SK Turnitin,” tambahnya.

Muchlis juga mengklarifikasi mengenai adanya tanda tangan dirinya dalam SK Turnitin tersebut. Ia mengungkapkan tidak terlibat atas terbitnya SK tersebut karena SK sudah ada di kantor WR I dan sudah ditandatangani oleh rektor. “Tidak ada yang tahu siapa yang membuat SK itu. Tiba-tiba saya diminta tanda tangan,” terang muchlis.

Iklan

10 Januari 2017, Direktur Jenderal kelembagaan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti) meminta Tim Mitra memberikan hasil laporannya. Namun, Djaali tidak melaporkan semua laporan hasil temuan Tim Mitra. Ia membentuk tim di luar Tim Mitra sebelum menyerahkan laporan kepada ditjen kelembagaan iptek dan dikti. “Yang dilaporkan ke Ditjen Kelembagaan, adalah hasil dari temuan tim baru buatan Pak rektor, yang terdiri dari Burhanudin Tolah dan Rahayu,” terang Muchlis.

16 Mei 2017, SK turnitin rampung dan sudah disebarkan pada fakultas dan dekan-dekan. Rencananya mulai disahkan untuk semester 106 (tahun ajaran 2016-2017). Namun, SK tersebut masih kontroversial di kalangan dekan-dekan. Salah satu yang dipermasalahkan adalah plagiasi yang diperbolehkan mencapai 50 persen bahkan lebih. Menurut Mukhlis, batas maksimum tersebut melanggar kesepakatan akademik international. “Karena itu tidak sesuai etika akademik internasional, yang seharusnya dibawah lima belas persen. Di Cambridge University aja batas maksimalnya sepuluh persen,” terang Muchlis.

Sementara itu, Usep menjelaskan bahwa ia membantu tim Mitra untuk mencari disertasi yang terindikasi plagiat. Ia datang ke Universitas Negeri Sebelas Maret, karena di sana ditemukan disertasi yang mirip dengan yang ada di UNJ dengan kemiripannya mencapai 90 sampai 100 persen. ”Saya cek 5 disertasi, dalam 1 bab-nya plagiasi bisa mencapai 30 – 50 persen,” ucapnya.

Polaris Siregar dari Advokasi Hukum Kemenristekdikti menjelaskan, saksi fakta dalah bukti kredibilitas Kemenristekdikti dalam mengambil kebijakan. “Saksi fakta adalah bukti bahwa Kemenristekdikti dalam mengambil keputusan berdasarkan data yang benar,” ucap Polaris. Masih ada kelanjutan dari saksi fakta, saksi ahli dan kesimpulan. “Saksi fakta satu lagi orang UNJ, selanjutnya kita datangi saksi ahli, lalu kesimpulan,” tambahnya.

Penulis : Muhammad Muhtar

Editor: Hendrik Yaputra