Akibat dana yang tidak kunjung turun, jumlah koleksi buku perpustakaan minim dan fasilitas tidak memadai.

“Kalau untuk penunjang perpustakaan apapun bentuknya, berapa anggarannya, saya pasti menyetujui, perpustakaan kan jantungnya kampus, saya pasti menyetujui sekali demi kebaikan perpustakaan itu,” ungkap Komaruddin, Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan.

Pernyataan Komaruddin mengenai perpustakaan sebagai “jantung kampus” nyatanya bertolak belakang dengan keadaan perpustakaan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) saat ini. Salah seorang mahasiswi Sastra Indonesia 2018 Sita Meika, mengungkapkan, perpustakaan merupakan ruang literasi dimana mahasiswa bisa masuk untuk sekadar membaca buku atau mencari referensi. Ia sangat setuju jika perpustakaan disebut sebagai jantung kampus.“Tapi kalau perpustakaan UNJ, I think belum bisa disebut jantung kampus,” tuturnya.

Sejalan dengan pernyataan Sita, Rita Jenny, kepala Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Perpustakaan UNJ, mengungkapkan perpustakaan belum bisa dikatakaan sebagai jantungnya UNJ. Karena belum adanya perkembangan yang signifikan dari perpustakaan. Hal ini dibuktikan dengan fasilitas-fasilitas perpustakaan yang belum diperbaharui. Seperti alat pendetekasi buku dan kamera pengawas. Rita mengungkapkan, jika perpustakaan dianalogikan sebagai jantung kampus, seharusnya pihak birokrat (khususnya Wakil Rektor II) bisa lebih peka dengan kebutuhan perpustakaan. “Kalau mereka (pihak birokrat –red) merasa kita ini jantung, seharusnya kita tidak perlu mengajukan,” tutur Rita.

Selain itu, berbagai keluhan datang dari beberapa mahasiswa lantaran perpustakaan dinilai belum mampu menunjang perkuliahan mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Nur Inayah, mahasiswi Pendidikan Bahasa Arab 2018. Ia tidak menemukan buku untuk mata kuliah Bahasa Indonesia. Sehingga, ia harus meminjam kepada mahasiswa lain. “Waktu cari di perpus ngga ada, jadinya pinjem kating (kakak tingkat –red) deh,” ucapnya.

Hal serupa juga dirasakan oleh Ratna, mahasiswi Pendidikan Ilmu Pengetahua Sosial 2017. Ia merasa kesulitan karena buku yang direkomendasikan dosennya ternyata tidak tersedia di perpustakaan, ”Seperti buku antropologi, dosennya minta cari saja di perpus. Tapi ngga ada,” ujar Ratna. Selain itu, tambah Ratna, koleksi buku yang ada di perpustakaan merupakan koleksi-koleksi lama yang belum diperbaharui. “Bukunya itu keluaran lama rata-rata, kalau yang baru itu malah ngga ada yang diminta dosen,” tambahnya.

Iklan

Mengutip data stock opname yang dilakukan pada Maret 2017, mahasiswa Psikologi 2018 Julians Millen menilai jumlah koleksi buku yang hilang sangat banyak. Dari total 102.097 koleksi buku, 25.254 buku hilang. Sementara, jumlah buku yang dipinjam hanya sebanyak 7.687. “Jumlah buku yang hilang, berarti seperempatnya dari total buku perpustakaan,” katanya.

Menanggapi keluhan-keluhan tersebut, Rita Jenny menegaskan minimnya ketersediaan buku disebabkan oleh tidak adanya anggaran untuk penambahan koleksi buku. Terhitung sudah dua tahun unit ini tidak mendapatkan dana penambahan koleksi buku. Perpustakaan hanya mendapatkan dana untuk operasional yang di dalamnya tidak termasuk untuk pengadaan koleksi. Dana tersebut pun dinilai belum cukup untuk mengembangkan perpustakaan karena dana yang turun hanya sebesar pagu (dana yang telah ditetapkan sebelumnya).

Untuk menyiasati dana pengadaan yang tidak kunjung turun, pihak perpustakaan melakukan pengadaan koleksi dengan mengarahkan para mahasiswa yang hendak lulus untuk menyumbangkan buku sesuai dengan kebutuhan perpustakaan. Cara ini adalah inisiatif dari pihak perpustakaan untuk melakukan pengadaan rutin. Sesuai dengan anjuran PP No. 24/2014  tentang Pelaksana UU No. 43/2007 Perpustakaan pasal 14 ayat 5 yang mengharuskan setiap perpustakaan melakukkan penambahan koleksi setiap tahunnya.

Meski Rita berpendapat, cukup atau tidaknya koleksi buku bersifat relatif, namun perpustakaan UNJ masih tertinggal jauh mengenai ketersediaan buku dari kampus lain seperti Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gajah Mada (UGM).

Selain itu, penyebab ketersediaan koleksi buku yang sangat minim juga disebabkan rusaknya alat pendeteksi buku dan tidak adanya kamera pengawas. Ini mengakibatkan banyaknya buku yang hilang tanpa terdeteksi. Meski pihak perpustakaan sudah sering melakukan pengajuan dana untuk perbaikan alat-alat tersebut, namun pihak birokrat belum juga mengetuk palu.

Meski demikian, Rita Jenny memaklumi lambatnya pencairan dana tersebut. Menurutnya, mungkin  unit lain lebih membutuhan biaya operasional tambahan dibandingkan unit perpustakaan. Seperti setiap fakultas yang membutuhkan dana untuk pembelajaran, dana untuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan lain-lain. “Kalau pimpinan (Wakil Rektor II –red) merasa perpustakaan tidak terlalu membutuhkan dan unit lain lebih membutuhkan, ya mau bagaimana?” jelas Rita Jenny.

Saat ditemui (25/1/2019), staf Wakil Rektor II Keli, menegaskan bahwa anggaran pengadaan buku bukan semata-mata hanya buku dalam bentuk fisik, tetapi juga buku elektronik. Jika setiap tahunnya perpustakaan melakukan pengadaan koleksi buku, khawatir di tahun berikutnya perpustakaan tidak dapat melakukan pengadaan kembali. Keli juga menegaskan jika pengajuan dana yang masuk tidak dapat cair dalam waktu yang singkat. Pengajuan dana harus melalui prosedur-prosedur yang ada. Selain itu, Keli menambahkan jika tidak semua pengajuan akan diiyakan, melainkan dilihat skala prioritas dari semua pengajuan yang masuk. “Dananya ngga bisa turun cepat, sudah ada jadwalnya masing-masing,” tuturnya.

Rita Jenny menyayangkan proses pencairan dana yang prosesnya lama. Hal itu, menyebabkan terhambatnya perkembangan unit perpustakaan UNJ. Sementara, ia berharap pimpinan bisa lebih peka terhadap keadaan perpustakaan. Apa yang menjadi keluhan dapat diakomodasi dan ditindaklanjuti, sehingga perpustakaan UNJ mampu bersaing dengan perpustakaan kampus lain yang sudah berkembang dengan pesat. Baik dari ketersediaan buku ataupun fasilitas-fasilitasnya. “Kalau ditanya (oleh kepala perpustakaan kampus lain –red) sudah sejauh mana perkembangan perpus, saya mau kita bisa lebih dari UI atau UGM,” jelas Rita.

Penulis: Siti Qoiriyah

Reporter: Alfitra Fariz dan Siti Qoiriyah

Iklan

Editor: Muhamad Muhtar