Judul : Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak

Sutradara : Mouly Surya

Penulis Skenario : Mouly Surya dan Rama Adi

Genre : Drama, Thriller

Waktu Tayang : 16 November 2017 (Indonesia)

Rumah Produksi : Cinesurya Pictures

Iklan

Film berlatar di Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini dibagi menjadi empat babak. Empat babak ini menggunakan alur maju, membuat penonton mudah memahami isi ceritanya. Siapa sangka, film bergenre thriller yang identik dengan pembunuhan, juga membungkus kesadaran mengenai peran gender.

Pada babak pertama (Perampokan). Siang menjadi titik waktu malang bagi Marlina sang tokoh utama. Seorang perempuan yang baru saja ditinggal suami beserta anaknya. Janda yang sedang berduka itu, harus bertemu dengan Markus. Markus menghampiri rumah Marlina untuk menagih hutang atas penguburan anaknya, Topan.

Marlina yang sebelumnya hanya mengerjakan pekerjaan domestik, kini memainkan peran kerja ganda untuk melunasi hutang. Belum lunas hutang penguburan anaknya sudah ditambah pula biaya untuk penguburan suaminya. Akan tetapi, Markus tidak peduli dengan keadaan Marlina. Bahkan, Markus memanggil kawan-kawannya untuk merampok janda baru itu.

Markus dengan percaya diri mengatakan kepada Marlina bahwa ia dan kawan-kawannya mau merampok uang dan ternak milik Marlina. Serta, Markus mengatakan keinginan mereka memperkosa Marlina. Markus percaya, Marlina tidak akan kabur.

Hal tersebut dikarenakan dalam budaya Sumba, perempuan yang sudah dibelis atau dipinang akan menjadi milik utuh suaminya. Mereka tidak bisa pulang kembali kepada keluarganya, karena mereka sudah dibelis mahal oleh sang laki-laki. Maka, jika laki-laki meninggal, perempuanlah yang harus mengurus semua yang berkaitan dengan penguburan sang suami, sebagai bentuk balas budi. Jika harus utang, perempuan harus mengikutinya. Sang perempuan tidak bisa lari dari tradisi yang dibuat ini. (Naskah B. Soelarto, Budaya Sumba Jilid 1: 83-90)

Marlina yang sudah tahu rencana Markus dan kawan-kawannya, tidak berdiam diri begitu saja. Marlina mengikuti kemauan Markus untuk membuat sup ayam. Sup ayam buatan Marlina dimakan oleh kawan-kawannya Markus, sedangkan Markus beristirahat di dalam kamar. Marlina memasukkan buah bintaro – buah beracun – ke dalam sup ayam. Semua kawan Markus mati tergeletak tak lama setelah memakan sup ayam tersebut.

Kemudian, Marlina masuk ke dalam kamar berniat untuk membunuh Markus. Marlina membiarkan dirinya diperkosa, lalu membunuh Markus menggunakan kabeala – senjata menyerupai golok sebagai simbol kejantanan masyarakat NTT.

Pada babak kedua (Perjalanan). Marlina ingin menyerahkan diri ke kantor polisi dengan membawa kepala Markus. Marlina bertemu dengan Novi, seorang perempuan kenalannya yang sedang hamil hampir sepuluh bulan. Marlina dan Novi menunggu kendaraan truk.

Perjalanan menuju kantor polisi tidaklah mulus. Marlina berpapasan dengan Franz salah satu perampok dengan seorang kawannya. Namun, Marlina berhasil bersembunyi. Franz dan kawannya yang mengetahui Markus dibunuh segera mencari Marlina.

Marlina dan Novi berhenti ditengah jalan untuk membuang air kecil. Novi bercerita selama masa kehamilannya, bayinya dituduh sungsang oleh mertuanya. Suaminya juga terus mencurigai Novi berselingkuh. Setelah Novi bercerita, Marlina didesak untuk bercerita juga. Marlina pun bercerita mengenai kondisinya dan rencananya melapor ke polisi. Novi melarang Marlina untuk melaporkan dirinya telah membunuh para perampok yang ingin memperkosanya. Menurut Novi, hal itu akan menjadi bumerang. Marlina akan disalahkan karena membunuh, walaupun sebagai bentuk mempertahankan diri.

Iklan

Seperti deja vu dengan perkataan Novi, jawapos.com sempat mewartakan seorang perempuan NTT berusia 16 tahun, Melati (samaran). Melati sedang mencari kayu bakar, sialnya bertemu pelaku (NB). NB mengajak Melati bersetubuh, tetapi ditolaknya. Melati dan NB terlibat perkelahian. NB tewas, Melati diancam dibui minimal 25 tahun, maksimal seumur hidup menggunakan Pasal 304 KUHP sub Pasal 338 KUHP. Namun, karena masih di bawah umur, polisi tidak menahannya. 

Bedanya, usia Marlina bukan lagi di bawah umur sehingga penjara bukanlah hal yang mudah dihindari. Perkataan Novi membuat Marlina berpikir dua kali. Akan tetapi, Marlina tetap pergi ke kantor polisi.

Pada babak ketiga (Tekanan atau Kekangan). Marlina sampai ke kantor polisi, tetapi ia memilih untuk makan terlebih dahulu di tempat makan depan kantor polisi. Pelayan yang merupakan anak perempuan bernama Topan membuat Marlina tertarik. Selesai makan, ia menitipkan kotak berisi kepala Markus kepada anak perempuan itu.

Kemudian, Marlina ke kantor polisi untuk melaporkan perampokan. Ia menjelaskan apa yang terjadi, siapa saja perampok yang ingin memperkosanya dan ciri-cirinya. Polisi mengatakan bahwa mereka memerlukan olah TKP untuk bukti perampokan dan visum sebagai bukti pemerkosaan. Ternyata butuh waktu untuk melakukan semua itu. Marlina khawatir Franz dan kawannya akan menangkapnya.

Pada babak keempat (Kelahiran). Novi bertemu dengan Franz dan kawannya di perjalanan. Kawannya Franz sedang menggali kuburan supir truk. Novi bersama penumpang lainnya dihentikan di tengah jalan. Gawai Novi berdering. Telepon dari suaminya diangkat oleh Franz, Franz berbicara ke suami Novi seolah-olah mereka memiliki hubungan. Novi pun segera merebut gawainya. Novi dan para penumpang truk memukul Franz. Kawan Franz yang sibuk menggali kuburan supir truk, tidak melihat bahwa Franz telah dipukuli oleh Novi dan penumpang lainnya. Mereka berhasil lari dari genggaman Franz dan kawannya. 

Ketika Novi akhirnya bertemu dengan suaminya, ia langsung bercerita tentang Marlina. Ternyata Franz mendengarkan percakapan mereka. Sang suami mempertanyakan kenapa sang bayi tidak lahir juga. Suaminya berteriak mengatakan anak yang diperut Novi Sungsang. Suaminya pun menuduh Novi bernafsu ingin tidur dengan orang lain. Perkelahian keduanya diakhiri dengan sang suami meninggalkannya.

Franz menghampiri Novi yang terduduk di tanah. Franz menyuruh Novi menghubungi Marlina. Ancaman Franz yang ingin membunuh sang ibu dan bayinya, membuat Novi menurutinya. Marlina paham dengan situasi Novi, secepat mungkin pulang ke rumah dan mengembalikan kepala Markus sesuai keinginan Franz.

Sesampainya di rumah, Marlina segera memberikan kepala Markus kepada Franz. Marlina dan Novi yang ingin segera pergi, dicegat oleh Franz. Novi disuruh untuk memasak dan Marlina disuruh untuk melayaninya. Ketika Marlina diperkosa, Novi yang sedang memasak tidak tahan dengan jeritan Marlina. Novi mengambil kabeala dan memenggal kepala Franz.

Setelahnya, Novi sudah tidak tahan karena perutnya mulas. Marlina segera mengambil barang-barang yang diperlukan untuk persalinan Novi. Anak Novi pun lahir dengan selamat. Marlina dan Novi serta anaknya segera pergi dari rumah itu.

Hal yang dialami oleh Marlina, tidak jauh dari latar belakang budaya NTT yang melahirkan peran gender. Masyarakat NTT menganut budaya patrilineal, sehingga hak waris diberikan kepada laki-laki. Hak waris tidak diberikan oleh perempuan karena ketika perempuan menikah, hak waris beralih kepada sang suami serta diteruskan kepada garis keturunan suaminya dimana akan berbeda klan atau marga.

Selain itu, patriarki sangat lekat di daerah tersebut. Perempuan yang tidak memiliki warisan, turut terjebak dalam pekerjaan domestik. Begitu pula penjelasan sebelumnya mengenai perempuan yang sudah dibelis tidak dapat kembali ke keluarganya. Sehingga, tidak heran dengan yang dialami Marlina, sebagai perempuan (janda) tidak memiliki kekuatan untuk perlindungan dari manapun.

Ketidakberdayaan perempuan Sumba perlahan mulai berubah. Dalam sebuah laporan studi berjudul Laporan Studi Penghidupan Masyarakat Pedesaan NTT dan NTB: Krisis dan Perubahan oleh Indrasari Tjandraningsih dan Nurul Widyaningrum, dijelaskan bagaimana peran gender berubah. Ditandai dengan krisis moneter 1997 yang membuat masyarakat NTT mengalami kemiskinan. Salah satu cara menghadapinya dengan melakukan migrasi seperti ke Malaysia untuk menjadi TKI.

Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) memprioritaskan perempuan untuk bekerja menjadi migran karena permintaan tenaga kerja bagi perempuan meningkat. Syarat yang mudah dipenuhi, serta tidak dibutuhkannya modal bermigrasi bagi perempuan, sebab PJTKI menerapkan sistem potong gaji bagi perempuan yang telah ditempatkan di negara tujuan, berdampak pada peningkatan jumlah migran perempuan. 

Solusi tersebut seolah mengubah peran gender di NTT. Ketika perempuan NTT dapat bekerja, tetapi menjadi TKI berarti ia terus berputar dalam lingkup pekerjaan domestik. Kesempatan untuk bisa mengaktualisasikan diri hanya omong kosong belaka.

Solusi itu menjadi secuil kemajuan dan kesempatan bagi perempuan yang menjadi janda untuk menjadi berdaya. Namun, tidak ada peran gender yang berubah. TKI ini hanya diperuntukkan untuk janda, bukan untuk semua perempuan. Sedangkan perempuan yang sudah menikah tidak diizinkan migrasi, karena bagi masyarakat penganut patriarki menganggap bahwa pencari nafkah adalah laki-laki.

Menurut penulis, film yang disutradarai Mouly Surya ini tidak terdapat ada satu pun adegan atau scene yang sia-sia. Semuanya saling terikat dan penting. Akting dari tokoh utamanya, yaitu Marsha Timothy sangat menjiwai. 

Dibalut dengan latar tempat di NTT yang begitu jarang diangkat film layar lebar Indonesia. Meskipun begitu, adegan awal meninggalnya suami Marlina terlalu singkat dibahas sehingga tak diketahui pasti penyebab kematiannya. Padahal, meninggalnya suami Marlina menjadi pemantik adanya perampokan dan pemerkosaan.

Film ini menyajikan gambaran situasi yang dihadapi oleh perempuan Sumba ketika menjadi janda sebatang kara seperti Marlina. Tidak adanya perlindungan bagi seorang janda mengingat akan budaya Sumba bahwa perempuan yang telah dibelis tidak dapat kembali pulang ke keluarganya. Kasus pemerkosaan pun tak dapat dihindari.

Baca juga: Dari Penculik Menjadi Presiden

Penulis: Sonia Renata

Editor: Abdul