Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu jalur untuk pencerdasan bangsa dimana pendidikan diselenggarakan melalui lembaga-lembaga pendidikan. Dalam praktiknya, kita pun mengetahui bahwa proses pencerdasan melalui lembaga pendidikan kerap kali dilanda berbagai problematika sehingga mengambat proses pencerdasan bangsa.
Hal ini akan menjadi sesuatu yang fatal jika terus dibudayakan dan tidak mendapat perhatian serta penindaklanjutan dari pemerintah. Tentunya, tujuan pendidikan untuk pencerdasan bangsa tidak akan pernah tercapai karena praktik dalam proses pencerdasan tersebut berbeda dari yang seharusnya.
Praktik korupsi merupakan salah satu hal yang sulit dihindari dalam lembaga pendidikan. Siswa-siswi pun kerapkali menjadi objek atas kepentingan pribadi yang dalam penerapannya banyak ditagihkan pungli, seperti yang baru-baru ini terjadi pada SMAN 13 Depok. Hal ini secara tak langsung telah menanamkan sifat korup kepada anak didik. Yang mana jika selalu dilakukan akan membentuk habituasi yang kelak akan menjadi suatu budaya negatif dan terbawa hingga anak didik menjadi dewasa nantinya.
Tentunya, hal ini merusak moral dan jatidiri siswa sebagai penimba ilmu. Ilmu yang bermanfaat yang seharusnya diterima siswa pada lembaga pendidikan, justru dicampuradukkan dengan tindakan yang bertentangan dengan janji siswa itu sendiri.
Dalam proses kegiatan belajar mengajar pun, seringkali siswa-siswi diajarkan agar menjauhi korupsi. Korupsi selalu digembor-gemborkan sebagai sesuatu yang haram untuk dilakukan, karena korupsi merupakan tindakan merampas hak-hak orang lain yang tidak seharusnya dimiliki individu maupun golongan yang tak berhak memilikinya.Tak lupa juga, siswa-siswi diingatkan untuk mendahulukan kepentingan masyarakat dibanding kepentingan pribadi.
Namun pada kenyataannya, siswa-siswi itu sendiri seakan-akan dilatih untuk berkorupsi. Kondisi yang ada pun seolah-olah menjadikan praktik tersebut memang diperbolehkan.
Padahal, hal tersebut dilakukan di lingkungan pencerdasan, yakni lembaga pendidikan. Seharusnya pelaku sadar bahwasannya tidak etis korupsi dilakukan di lembaga pendidikan, bahkan korupsi memang tidak etis dilakukan di manapun.
Hal ini mengingatkan saya pada ideologi negara, Pancasila. Kenyataan-kenyataan dalam lembaga pendidikan ini membuktikan bahwa nilai-nilai Pancasila sendiri pun belum benar-benar tertanam dan terealisasi dengan baik.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan, khususnya pembangunan segi pendidikan pun belum dapat dikatakan terealisasi. Dengan banyaknya praktik korupsi berupa pungutan liar di lembaga-lembaga pendidikan khususnya sekolah, membuktikan bahwasannya para pelaku tindak korupsi yang mayoritas ialah pendidik itu sendiri masih memprioritaskan kepentingan diri sendiri.
Hal ini sangat bertentangan dengan nilai pancasila yang mana mengajarkan untuk memprioritaskan kepentingan masyarakat atas kepentingan individu.
Masalah ini pun membuat saya bertanya-tanya. Jika pelaku korupsi di lembaga pendidikan adalah pendidik itu sendiri, maka tentulah dapat dikatakan bahwasannya nilai-nilai pancasila itu sendiri belum tertanam pada diri pendidik tersebut.
Lalu, jika nilai pancasila itu belum tertanam dengan baik dalam diri pendidik, bagaimana pendidik dapat memastikan bahwa nilai-nilai yang pendidik ajarkan di sekolah sudah tertanam pada diri anak didik dan siap untuk direalisasikan? Bahkan lembaga pendidikan pun tidak menjamin bahwa pemahaman tentang Ideologi negara ini sampai kepada anak didik dengan baik.
Lantas bagaimana nasib Indonesia ke depannya jika para pemuda semakin jauh dari nilai-nilai pancasila, sang Ideologi bangsa?
#SavePendidikanIndonesia
(Annisa Nurul Hidayah Surya)