Ketua KPU UNJ sebut mundurnya pelaksanaan Pemilihan Raya (Pemira) menjadi alasan rendahnya partisipasi mahasiswa. Ia juga keluhkan minat mahasiswa untuk maju menjadi calon ketua BEM.
Dalam pelaksanaan Pemira tahun ini hanya mendulang 9.053 suara. Angka tersebut jauh lebih kecil dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, tidak sampai menyentuh angka 40 persen mahasiswa UNJ.
Ketua KPU Pusat UNJ, Muhammad Faishal memaparkan beberapa alasan rendahnya pemilih pada Pemira sekarang. Salah satu faktornya, menurut Faishal adalah pelaksanaan Pemira yang dilaksanakan saat libur semester.
Hal ini, lanjutnya, tidak lepas dari beberapa kepanitiaan KPU tingkat fakultas yang terlambat terbentuk. Sebab sulitnya menjaring mahasiswa yang ingin bergabung. “Mungkin mahasiswa malas ikut kepanitiaan di akhir kepengurusan,” ungkapnya saat diwawancarai tim Didaktika ,Senin (30/1).
Faishal juga mengeluhkan beberapa fakultas maupun Prodi tidak ada yang ingin maju menjadi ketua BEM. Sehingga perpanjangan waktu terus diberikan KPU. Akibatnya, Pemira pun tidak dapat terlaksana sesuai rencana awal. “Ada pemunduran timeline, karena beberapa fakultas masih belum memiliki calon (ketua BEM),” ungkapnya.
Bahkan, keengganan untuk mencalonkan diri di satu fakultas tersebut sampai melibatkan Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan. Faishal mengungkapkan Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Murti Kusuma, harus membujuk mahasiswa agar ada yang mau mencalonkan diri.
Minat rendah menjadi ketua BEM sebenarnya juga dapat dilacak dari banyaknya kotak kosong di tingkat Prodi maupun fakultas. Dari data yang dihimpun tim Didaktika, pada Pemira kali ini terdapat 2 fakultas yang melawan kotak kosong. Diantaranya Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) serta Fakultas Pendidikan Psikologi (FPPsi).
Sedangkan pada tahun sebelumnya, memiliki calon tunggal dua kali lebih banyak. Terhitung empat fakultas hanya memiliki calon tunggal pada Pemira 2022, yakni Fakultas Teknik (FT), FPPsi, FIP, serta FBS.
Baca Juga: Ganti Sistem Pemira dan Hidupkan Ruang Publik di UNJ
Angkanya akan lebih besar jika menilik pada pemilihan di tingkat Prodi. Dari data yang dikumpulkan tim Didaktika, FIP dan Fakultas Ilmu Sosial menyumbang paling banyak jumlah Prodi dengan calon tunggal, yakni masing-masing lima Prodi. FMIPA bertengger di posisi kedua dengan dengan jumlah tiga Prodi dengan calon tunggal.
Sementara FBS dan FT secara berturut-turut, dua Prodi dan satu Prodi dengan calon tunggal. Hanya Fakultas Ekonomi saja yang tidak mempunyai calon tunggal.
Salah seorang calon ketua BEM Prodi Pendidikan Sejarah, Muhammad Rifai turut mengamini rendahnya minat mahasiswa menjadi ketua BEM. Dirinya mengungkapkan di Prodinya tidak ada yang mau maju menjadi calon ketua BEM. Bahkan, dirinya pun sempat menolak untuk mencalonkan diri.
Namun, karena telah diadakan musyawarah di lingkup Prodinya, Rifai dianjurkan untuk maju menjadi ketua. “Sebelumnya tidak ada yang mau, sampai dibuat forum yang menganjurkan saya untuk maju,” ucapnya.
Sementara itu, mahasiswa Pendidikan Sejarah 2021, Sultan Thalib menyayangkan adanya fenomena kotak kosong ini. Baginya, ini tidak terlepas dari tidak adanya mental kepemimpinan dalam diri mahasiswa.
Padahal, BEM rutin mengadakan pelatihan kepemimpinan, baik tingkat Prodi, Fakultas Hingga Universitas tiap tahunnya. Dirinya merasa pelatihan kepemimpinan tersebut, seperti tidak ada artinya bila masih terdapat kotak kosong.
“Agenda yang berjudul pelatihan kepemimpinan tersebut malah tidak menciptakan pemimpin yang diharapkan,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, agar mahasiswa bisa berminat menjadi ketua BEM. Opmawa tersebut harus membuka diri sehingga tidak terjadi pengkotak-kotakan antara mahasiswa BEM dan non-BEM. Sehingga BEM ia anggap sebagai tempat yang eksklusif.
“Coba hilangkan pengkotak-kotakan itu, dengan begitu kepercayaan mahasiswa terhadap BEM dapat kembali,” tutupnya.
Penulis: Izam
Editor: Ihsan