Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mengalami intimidasi untuk menurunkan pemberitaan bertajuk “Dosa besar Senior Predator Seks,” pada Senin (18/04).
Berita yang diterbitkan LPM Institut tersebut, mengangkat kasus kekerasan seksual dilingkup organisasi Kelompok Pecinta Alam (KPA) Arkadia UIN Jakarta. Pihak barusan, mempermasalahkan dua hal. Pertama, perihal nama baik organisasi serta. Kedua, tidak adanya konfirmasi dari Institut sebelum berita itu diterbitkan.
Keesokan harinya Selasa (19/04), dilaksanakan forum mediasi antara LPM Institut dan KPA Arkadia untuk membahas perihal pemberitaan. Sebelum dimulai, kedua pihak telah sepakat untuk merekam pembahasan selama berlangsungnya acara. Dalam forum tersebut, KPA Arkadia meminta berita berjudul “Dosa Besar Senior Predator Seks,” diturunkan. Hal ini, ditolak oleh LPM Institut sembari menawarkan hak jawab atas pemberitaan barusan.
“Dari Arkadia meminta takedown berita, sedangkan aku bilang tidak bisa. Kami meminta maaf dan memberikan hak jawab kepada KPA Arkadia. Karena tidak adanya konfirmasi kepada pihak yang bersangkutan dalam berita ini.’’ Terang salah satu pengurus LPM Institut.
Di tengah forum, datang salah seorang senior dari Arkadia masuk dan langsung membentak pengurus LPM Institut yang hadir. Selain itu, ia beberapa kali memotong pembicaraan dan ngotot untuk menurunkan berita. Dalam kata-katanya dia berujar, bahwa LPM Institut tidak memiliki hati nurani dan menyebarkan aib saudara sendiri, lewat pemberitannya.
Suasana kembali cair pasca pihak Institut berjanji akan menurunkan berita. Serta menawarkan akan melakukan investigasi lebih lanjut. Pihak Arkadia juga, meminta adanya perjanjian tanda tangan di atas kertas sebagai bukti. Keduanya bersepakat, selambat-lambatnya pukul sembilan malam sudah ada permintaan maaf.
Namun tak berselang lama, suasana kembali memanas. Delapan senior yang mengaku dirinya sebagai pendiri Arkadia, mendatangi sekertariat Institut. Mereka mendesak untuk mempercepat proses permintaan maaf dari waktu yang sudah disepakati sebelumnya.
“Kamu niat tidak sih, bikin permintaan maaf, kok lama sekali. Kalau tidak niat minta maaf bilang saja! Kita pun tidak ingin memaafkan,” ujar perwakilan pengurus LPM Institut menirukan senior Arkadia itu.
Di bawah tekanan tersebut, pihak Institut mempercepat pembuatan permintaan maaf menjadi pukul lima sore. Sebab sebelum keluar ruangan, salah satunya mengatakan akan mendatangi kembali sekertariat mereka jika, permintaannya tidak dipenuhi.
“Gitu dong cepat jangan lama-lama, jam lima saya tunggu permintaan maafnya. Kalau permintaan maafnya gak publish saya naik lagi!” terang perwakilan LPM Institut saat diwawancarai.
Baca Juga:
Dari Pemberitaan Berujung Pemberedelan LPM Lintas
Salah seorang pengurus LPM Institut juga, sempat dibuntuti saat ingin menghubungi pihak lain guna meminta bantuan dari LBH Apik. Dirinya ditanya ingin menghubungi siapa serta, turut diminta ponselnya oleh senior Arkadia.
Pasca naiknya permintaan maaf, pengurus LPM Institut kembali dihubungi oleh orang yang mengaku sebagai anggota UKM Arkadia pada Minggu (23/04/22). Menanyakan apakah LPM Institut, ditunggangi atau dituntut untuk menurunkan berita tersebut. Selain itu dirinya, turut mendapatkan pesan singkat berbunyi “Anak baru kemarin, jangan kayak gitulah!”
Instagram LPM Institut, juga tidak luput dari serangan. Kolom komentar dipenuhi kata-kata kasar dan menanyakan perihal identitas korban dan pelaku yang disamarkan namun, nama KPA Arkadia ditulis dengan jelas. Pengurus LPM Institut sendiri mengaku, kurang mengetahui komentar barusan dikirim oleh senior atau pengurus Arkadia.
Saat dimintai wawancara serta konfirmasi, terkait tindakan intimidasi kepada pengurus LPM Institut. Pihak KPA Arkadia, tidak memberi respon sama sekali. Sampai berita ini terbit, belum ada satu balasanpun dari Sosial Media dan Humas Arkadia.
Menanggapi intimidasi yang dialami LPM Institut. Ade Wahyudin, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers. Mengatakan, sebelum adanya laporan masuk. Pihaknya, telah lebih dulu melakukan pengecekan terhadap berita. Ia mengaku, menemukan kekurangan di bagian informasi sebab, hanya korban yang diwawancarai. Maka ada pelanggaran kode etik. Sehingga LBH Pers menyarankan kepada LPM Institut untuk memberikan hak jawab dan melanjutkan wawancara kepada pihak Arkadia.
Kemudian, Ade menyampaikan bahwa setiap warga negara pada dasarnya tidak boleh diintimidasi. Terlebih sampai adanya ancaman kekerasan akibat pemberitaan. Ia berujar, “Bisa menggunakan standar hak asasi manusia paling dasar yaitu setiap orang berhak untuk merasa nyaman dan berhak atas kebebasan akademiknya. Berbicara, berpendapat dan menyampaikan.”
Ade turut mengingatkan agar tidak terulang kejadian serupa pers mahasiswa (Persma) dalam pemberitaan, agar lebih jeli terhadap kode etik jurnalistik. Baginya jika tidak, hal itu bisa menjadi celah dan berujung pembenaran atas tindakan intimidasi.
Terakhir dirinya mendorong aktivis persma dan pihaklain, agar mengajukan regulasi kepada Kemendikbud terkait jaminan kerja pers kampus. “Saya pikir penting untuk merumuskan itu, merumuskan sebuah regulasi yang setidaknya membuat jaminan kerja – kerja pers di kampus itu terlindungi,” pungkas Ade.
Penulis: Ihsan
Editor: Abdul