Kebijakan mengenai pemberian kuota dirasa belum sebanding dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang telah dibayarkan mahasiswa.

Dalam memutus rantai penyebaran virus Covid-19 Universitas Negeri Jakarta (UNJ) lewat Surat Edaran Rektor nomor 7/UN39/SE/2020 mengenai upaya peningkatan kewaspadaan dan Pencegahan terhadap Penyebaran Covid-19 di UNJ. Rektor menetapkan agar mahasiswa melakukan Perkuliahan Jarak Jauh (PJJ).


Tentunya PJJ membutuhkan kuota yang tidak sedikit. Kuliah menggunakan aplikasi seperti Zoom, Hangout, Google Classroom, dan lain sebagainya bisa menghabiskan kuota hampir satu giga byte untuk satu kali pertemuan. Yang mana, biasanya sekitar 45 menit.


Setelah dua minggu melakukan PJJ, UNJ baru mengeluarkan Surat Edaran, Nomor : B/1265/UN39.1/PK.01.03/2020 mengenai data nomor handphone mahasiswa. Dalam surat edaran tersebut, UNJ menyatakan akan memberikan bantuan kuota untuk mahasiswa. Dijelaskan pula mahasiswa diharapkan memperbarui data nomor handphone di akun SIAKAD. Agar, kuota yang diberikan bisa segera digunakan untuk PJJ.


Komarudin selaku Rektor UNJ menkonfirmasi kebenaran surat edaran terasebut. Namun, ia tidak mengatakan berapa jumlah kuota yang akan diberikan ke tiap mahasiswa. “Tanyakan kepada Wakil Rektor I bidang Akademik, beliau dan tim yang menghitung,” ujarnya saat Tim Didaktika menghubungi via Whatsapp.


Tim Didaktika suda menghubungi Wakil Rektor I. Namun, sampai saat ini belum ada tanggapan.

Iklan


Dalam akun instagram Pusat Teknologi dan Informasi (Pustikom) UNJ mengatakan, pemberian bantuan kuota hanya berlaku bagi mahasiswa yang masih aktif. Mahasiswa dengan status cuti dan mangkir (belum membayar pada semester ini) tidak diberikan bantuan kuota.


Menanggapi hal tersebut Wanda Kurniawati, mahasiswi Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Prancis merasa terbantu, karena ia tidak menggunakan wifi di rumahnya. Menurutnya PJJ sangat menguras uangnya untuk membeli kuota. Ia memaparkan kuota yang ia beli sebesar Rp75.000 perbulan hanya bisa mengakses audio saja. “Saat kondisi seperti ini semua serba mahal. Jadi saya merasa sedikit terbantu,” ujar mahasiswi angkatan 2019 tersebut.


Berbeda dengan, Wanda, Dito Pramudyaseta, Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, angkatam 2019, mengatakan tidak terlalu memikirkan adanya bantuan kuota kepada mahasiswa. Menurutnya, harusnya kampus memberikan potongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) kepada mahasiswa. “Minimal balikin 30-50 persen UKT yang sudah dibayarkan oleh mahasiswa,” paparnya.

Senada dengan Dito, Apenungsy T. D. Nabunome mengatakan pemberian bantuan kuota bukan merupaka sebuah solusi. Menurutnya seharusnya sudah menjadi kewajiban kampus, untuk memberikan kuota dan bahkan pengembalian UKT. Karena, mahasiswa tidak menggunakan fasilitas kampus.


Ia menambahkan, terlepas dari pemberian bantuan kuota, mahasiswa lebih membutuhkan akses jurnal, buku dan sebagainya secara elektronik. “Soalnya di UNJ perpus digitalnya cuma bisa diakses di sekitaran kampus,” pungkas mahasiswi prodi Pendidikan Sosiologi angkatan 2017 tersebut.

Penulis : Uly Mega

Editor : Anissa Nurul