Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, juga kepercayaan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi mengalami penurunan. Hal ini menjadi poin refleksi untuk memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia 2021.

 

Kalau Bung pemimpin sejati

Harus Bung hati-hati

Jangan Bung hanya cari kursi

Untuk diri sendiri

Iklan

Hilangkan hatimu yang dengki

Nyahkanlah hawa nafsu, korupsi!!

Mari Bung, marilah kembali

Pada jalan yang suci

 

Bukan sebuah puisi. Namun, itu lagu yang diciptakan Ismail Marzuki sekitar tahun 1950-an berjudul Yii. Lagu tersebut mengambarkan korupsi yang terjadi pada pemerintahan kala itu. Barang kali, itu adalah pesan terakhir dari Saut Situmorang, seorang mantan Pimpinan KPK, ketika menyampaikan pidato sambutan dalam acara Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2021, yang diselenggarakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Jumat (10/12/2021).

Habis Gelap Tak Kunjung Terang, menjadi slogan yang dipakai ICW untuk menggambarkan keadaan pemberantasan korupsi di Indonesia hari ini. Bukan seperti R.A. Kartini dengan Habis Gelap Tebitlah Terang-nya. Slogan tersebut justru memberi pesan bahwa kondisi pemberantasan saat ini masih gelap, atau bahkan semakin gelap.

Hal ini disampaikan oleh Nisa Zonzoa, perwakilan dari ICW yang mengantikan koordinator ICW, Adnan Topan Husodo untuk menyampaikan pidato sambutan acara tersebut. Nisa juga menyampaikan, selain kondisi pemberantasan korupsi yang semakin gelap, nampak juga bahwa pemberantasan korupsi sudah mencapai titik nadir, titik terendah.

Dirinya mencontohkan pada saat pendemi pun, masyarakat disuguhkan kenyataan bahwa terjadi korupsi bansos yang dilakukan oleh Menteri Sosial, Juliari Batubara. ICW melihat bahwa inilah kondisi gelap itu, yang memberi makna bahwa tidak ada lagi hati nurani dari pejabat publik.

“Kita (ICW) melihat mata hati, pejabat publik sudah ditutup,’’ujarnya.

Iklan

Juga, Ia menyatakan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menyingkirkan 54 pegawai KPK adalah hal yang ngawur atau asal-asalan. Meskipun sudah banyak pihak yang mengatakan bahwa TWK harusnya dibatalkan, namun tetap saja TWK dibiarkan.

Kondisi tersebut juga tergambarkan oleh hasil dari Lembaga Survei Indikator yang menyatakan bahwa saat ini, kepercayaan publik terhadap KPK menurun. Penurunan terjadi sebesar 13 persen dari 84 persen pada 2018, menjadi 71 persen di tahun 2021.

Selain pelemahan terhadap KPK, hal yang juga disorot oleh ICW yaitu redupnya kebijakan politik untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi. Seperti RUU Perampasan Aset dan revisi UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang sampai hari ini tidak masuk prolegnas. Hal ini memberi isyarat bahwa kedua hal tersebut bukan prioritas DPR-RI.

Baca Juga: Bagaimana Memahami Korupsi & Iri Hati

‘’Padahal itu adalah dua hal yang kita butuhkan untuk menguatkan pemberantasan korupsi di hari-hari kedepan,’’ucap Nisa.

Oleh karena itu, Nisa juga menyampaikan perayaan Hakordia ini bukan berarti kita melupakan pemberantasan korupsi tersebut. Justru, ini menjadi momen bagi kita melakukan refleksi dan mulai memikirkan langkah apa yang bisa kita lakukan.

‘’Masyarakat sudah tidak bisa lagi mengharapkan pemberantasan korupsi kepada pemerintah,’’ pungkasnya.

Selain Nina, kembali pada Saut Situmorang. Ia menyampaikan, jika saat ini ada yang berpendapat bahwa pemberantasan korupsi sudah di jalur yang benar, Ia bisa menyimpulkan dua hal. Pertama, orang itu bohong. Kedua, mungkin orang itu tidak mengerti.

Saut menyinggung soal Indeks Persepsi Korupsi (CPI) yang dirilis oleh Transparency International. Skor yang didapat Indonesia ialah 37 dengan peringkat 102 dari 180.  Untuk memperbaiki Indeks tersebut, lanjutnya, adalah hal sulit. Sekali berada di barisan pemberantas korupsi, sungguhlah tidak mudah.

Indeks Persepsi Korupsi Negara G20 (2020)

Untuk bebas dari segala jenis korupsi ini, Saut menyatakan harus ada 5 syarat. Pertama, Transparansi. Kedua, Akuntabilitas. Ketiga, Fairness. Keempat, Jauh dari Konflik Kepentingan. Terakhir, perlindungan kepada pegiat anti korupsi.

Namun, dirinya mengatakan fakta yang terjadi sekarang sudah menjauhi kelima syarat tersebut. Contohnya, soal pimpinan KPK sekarang yang menyingkirkan 54 pegawai KPK dengan TWK saja. Baginya, hal itu sudah jauh dari kewajaran atau Fairness.

”Kamu akan dicari, akan diikuti orang. Tapi karena kita percaya kekuatan besar di atas sana yang memprotek kita, bahwa kebenaran akan datang, kejujuran perlu kita tegakan,’’ tegasnya.

Saut membuat sebuah analogi, elang bermata tajam, terbang sendirian lalu mengelili ekosistem yang sudah rusak. Ekosistem pada perekonomian, kepolisian, hingga TNI-lah yang disebutkan oleh Saut. Analogi itu Ia buat untuk seseorang yang sedang berada di jalan pemberantasan korupsi.

 

Penulis  : Ihsan Dwirahman

Editor    : Izam Komaruzaman