Pada tahun ini, Direktorat Kebudayaan Kemendikbud Ristek mengadakan kembali Pekan Kebudayaan Nasional (PKN). Tajuk yang dibawakan adalah “Merawat Bumi, Merawat Kebudayaan.” Acara PKN digelar di 40 titik di Jakarta pada 20-29 Oktober 2023.
Salah satunya digelar oleh Ridwan Rau-rau dengan tajuk “DeRau: yang sudah belum berarti selesai,” di Kedai Kopi Atelir Ceremai, Rawamangun, Jakarta Timur, pada Jumat (20/10).
Rau-rau mengambil tema berdasarkan pengalamannya terkait kesemrawutan kota Jakarta yang macet dan penuh polusi. Meski begitu, ia menerangkan orang yang hidup di dalam kota harus bisa menikmati suasana di dalamnya
“Dengan padatnya Jakarta, saya mencoba menikmati hal itu dengan menuangkan inspirasi ke dalam lukisan,” tuturnya.
Ia juga mengatakan yang memantik semangatnya untuk membuat karya adalah dengan merasakan keadaan sekitar. Semisal ketika dirinya berada di jantung kota jakarta.
“Sudirman dan di sekitar Monas adalah muka asli Jakarta. Ketika menaiki sepedah di sana, saya melihat banyaknya perubahan, entah dari suasana atau orang-orangnya,” ungkapnya.
Selain itu dalam pameran ini, dirinya tidak hanya menggunakan canvas sebagai media lukis. Ia juga menggunakan kardus dan kertas bekas, serta botol kaca. Hal tersebut merupakan upaya untuk mendaur ulang sampah.
“Saya pengen nyoba di media yang tidak umum, seperti dari kertas bekas makalah, kardus, dan botol bekas,” ujarnya.
Baca juga: Catatan Hitam Empat Tahun Pemerintahan Jokowi
Fahmi, Kurator pameran DeRau, mengatakan poin penting dalam pameran tersebut adalah refleksi. Karya-karya yang ada di pameran ini ditujukan agar pengunjung dapat merefleksikan hidupnya di tengah kesemrawutan kota.
Selanjutnya, Fahmi menjelaskan karya yang ada di pameran bisa dinikmati lewat berbagai cara. Menurutnya karya Rau-rau dapat dinikmati lewat perasaan atau bentuk-bentuk konvensional.
“Menariknya dalam karya ini adalah kita membahas refleksi di kebisingan kota. Finalnya dari pameran ini agar kita tahu apa tujuan kita dan caranya adalah merefleksikan diri,” ujarnya.
Kemudian, Fahmi menerangkan karya-karya di pameran yang dibuat dari beragam warna, simbol, hingga media lukis, memiliki makna filosofis. Keberagaman itu diartikan sebagai bentuk kedewasaan, kebebasan, dan kerentanan hidup di tengah belantara kota.
Melalui pameran DeRau, Rau-rau mengharapkan karyanya dapat menimbulkan sudut pandang lain dalam memahami kota. Walaupun semrawut menurut Rau-rau, orang-orang tetap bisa mencari celah untuk tetap bisa mensyukuri dan mencoba menikmati beberapa hal.
“Meski hanya secuil, kita harus tetap mencari celah menikmati semrawutnya kota. Syukur-syukur, mendapatkan oksigen untuk bernafas di kota adalah sebuah kemewahan,” pungkasnya.
Penulis/ Reporter: Anna Abellina
Editor: Arrneto Bayliss