Rabu (22/01/2020), BEM Prodi Sejarah gelar diskusi buku Menjerat Gus Dur  terbitan NUmedia Digital Indonesia. Diskusi tersebut diadakan di Aula Gedung Bung Hatta,Universitas Negeri Jakarta. Diskusi buku menghadirkan Virdika Rizky Utama sebagai penulis buku. Kemudian, hadir pula Robikin Emhas (Ketua PBNU dan Stafsus Wakil Presiden) dan Savic Ali (Direktur NU Online).

Virdika mengawali diskusi buku ini, dengan menceritakan bagaimana penemuan dokumen rencana penjatuhan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari jabatannya sebagai Presiden. Menururtnya, penemuan dokumen ini tidak biasa. Lantaran, ditemukan ketika hendak dibuang. ”Penemuan dokumen ini lucu karena ditemukan  di tempat sampah  dan hampir dikiloin,” ujar Virdika.

Kemudian lanjut menjelaskan pembahasan isi buku, menurutnya, Gus Dur saat menjabat sebagai presiden sering membuat kebijakan kontroversial. Sehingga sering lawan politik dia jadi geram dengan kebijakan yang dibuatnya. Seperti pemecatan Laksamana Sukardi dari jabatan sebagai Menteri Negara dan Pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Juga, Jusuf Kalla dari jabatan sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Alasan Gus Dur memberhentikan Jusuf Kalla dan Laksaman Sukardi dari jabatan nya karena mereka terlibat tindak KKN dan tindakan Indisipliner. Laksana Sukardi pergi ke luar negeri tanpa izin Presiden. Selain itu, Gus Dur juga memberhentikan Wiranto dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Alasan pemecatannya adalah kasus pelanggaran HAM. Wiranto terlibat dalam pembakaran sebuah kampung di Timor-Timor. “Pemecetan Laksamana Sukardi dan Jusuf Kalla bikin marah koalisi Gus Dur,” ujar Virdi.

Menurut Virdi, Gus Dur sebetulnya ingin mewujudkan perubahan mendasar dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Salah satu hal yang mula-mula ia lakukan adalah mengakui hak-hak minoritas. Hal ini merupakan hal yang dianggap tabu bahkan dilarang untuk dibahas oleh pemerintah. 

Gus Dur sempat menerbitkan kebijakan pengakuan Konghucu sebagai agama di Indonesia dan Imlek sebagai hari libur nasional.

Iklan

Para lawan politik banyak yang kecewa dengan keputusan-keputusan yang dibuat Gus Dur. Hingga lawan politik Gus Dur ini mulai menggunakan hak interpelasi untuk pemakzulan Gus Dur. Dua partai besar yang menduduki mayoritas kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada saat itu, yaitu Golkar dan PDIP mengeluarkan memorandum I dan memorandum II sebagai prosedur pemakzulan presiden.

“Gus Dur diadili secara politik dan itu bergulir di Golkar dan PDIP kemudian ada mekanisme nya sendiri yang mencuatlah ke Bulog Gate dan Brunei Gate, memorandum I dan memorandum II kemudian sampai ke pemakzulan Gus Dur,” ujar Virdi.

Savic Ali menambahkan, bahwa itu bukti orang-orang lama sangat kuat dan masih berkuasa. “Jadi tidak butuh waktu lama untuk tangan-tangan lama yang memang powerful punya jaringan kuat punya sumber daya finansial yang kuat untuk bisa mempengaruhi jalan nya politik Indonesia,”

Sementara Robikin Emhas mengungkapkan tentang buku ini. “Memang tidak ada yang baru, tetapi kita mengetahui proses pemakzulan Gus Dur. Karena Gus Dur sangat tertutup tentang hal penyebab pemakzulannya dan selalu berkata ‘Biarkan sejarah yang mengungkap’. Jadi kita bisa mengetahui bahwa oligarki lah yang berperan besar seperti apa yang dijelaskan di buku ini,” tambah nya.

Virdika menutup dalam penjelasannya bahwa buku ini ia tulis untuk menyingkap sejarah yang ditutupi dan buku ini bukan sebagai balas dendam sejarah.

Penulis/Reporter: Rizalul Haq

Editor: M. Muhtar