Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) dan Program Studi Pendidikan Bahasa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta mengadakan sosialisasi Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI), Senin (5/9). Sosialisasi tersebut bertempat di Aula gedung Sertifikasi Guru lantai 9. Acara ini dihadiri oleh Wakil Rektor I, yaitu Mukhlis. R. Luddin. UKBI ini menghadirkan Fairul Zabadi sebagai pembicara, yang merupakan kepala bidang pembelajaran Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Wakil Rektor I dalam sambutannya mengungkapkan kekecewaan terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang belum maksimal. Terutama dalam berbagai segmen baik profesional ataupun pendidikan. Hal tersebut menjadikan banyak penyerapan kosa kata asing ke dalam bahasa Indonesia bahkan dengan alasan untuk memperkaya kosa kata.
Fairul Zabadi menyebut UKBI merupakan tes kemahiran berbahasa yang mirip dengan TOEFL dalam bahasa Inggris. UKBI sendiri sudah menjadi wacana sejak tahun 1980 namun baru terealisasi pada tahun 2009. Pada saat UKBI terdapat soal sebanyak seratusan. Ujiannya meliputi kemahiran membaca dan mendengarkan, kemahiran menulis dan berbicara, serta pemahaman kaidah bahasa.
Tes UKBI dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama secara tulis atau manual. Kedua melalui komputer tanpa daring, yaitu badan bahasa mengirim soal UKBI dan akan tersimpan di komputer selama 2 jam. Ketiga melalui daring.
Walaupun sudah ada lama, belum banyak yang mengikuti UKBI. Baru sekitar 25,000 orang dalam kurun waktu 7 tahun mengikuti tes dan baru 50 orang saja yang berhasil mendapat predikat tertinggi.
Bahasa Indonesia sendiri masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Terbukti dengan dibatalkannya kebijakan bahwa pekerja asing harus bisa berbahasa Indonesia. Hal tersebut memberikan lebih banyak dampak negatif dibanding positif terhadap perkembangan bahasa Indonesia maupun pekerja asing itu sendiri. Salah satu dampak negatifnya adalah para pekerja asing tersebut akan sulit berinteraksi dengan masyarakat lokal. Contohnya seperti warga Taiwan yang sulit mengambil bagasi di bandara karena terkendala bahasa tempo hari lalu.
Selain itu, para pejabat di pemerintahan sudah sewajarnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebelum masuk ke bagian masyarakat para pejabat bisa menjadi panutan. Sayangnya para pejabat masih kurang menerapkan bahasa Indonesia. Bahkan terkadang mengambil terminologi asing untuk dijadikan definisi.
Maka dari itu UKBI ada untuk mengukur kemahiran berbahasa. Melihat apabila pejabat memiliki kemahiran bahasa yang tinggi tidak menutup kemungkinan masyarakat juga memiliki kemahiran berbahasa yang tinggi. Kemampuan berbahasa merupakan cermin berperilaku seseorang.
Selain itu Fairul Zabadi juga membicarakan tentang wacana menteri pendidikan yang baru, yaitu Muhajirin Effendy, bahwa jurnal penelitian ilmiah boleh berbahasa Indonesia. Hal tersebut memang memungkinkan selama penelitiannya memiliki bobot yang sesuai dengan jurnal internasional. Gagasan tersebut sangat baik bagi keberlangsungan bahasa Indonesia. Namun gagasan tersebut tidak sebaik eksekusi pelaksanaanya. Sebab itu, sebelum membuat jurnal dengan bahasa Indonesia maka kemahiran berbahasa Indonesia harus ditingkatkan.
Setelah acara sosisalisasi tersebut, kemudian dilaksanakan UKBI di gedung Q. Ujian ini diikuti oleh kurang lebih empat puluh orang mahasiswa Prodi Sastra Indonesia.
Annisa Fathiha