parkir

Palang putih bak tangan polisi yang akan menyambut siapa saja bila ingin memasuki Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan berkendara. Setelah melewati palang putih tersebut tidak lupa mengambil karcis, barulah bisa menaruh kendaraan ke dalam wilayah UNJ. Ya, tidak semua dapat memasuki UNJ secara cuma-cuma, apalagi membawa kendaraan.  Seperti halnya memasuki area perkantoran atau memasuki tempat perbelanjaan, memasuki kampus suatu institusi pendidikan juga harus berbayar.  Walaupun berbayar, tetap banyak kendaran yang memarkir kendaraan di dalam kampus. Kendaraan yang parkir di kampus juga tidak dapat dikontrol.

Parkir di UNJ sebelum 2014 dikelola oleh kampus dengan biaya 1000 rupiah. Banyaknya masalah parkir dan jumlah kehilangan baik kendaraan atau helm membuat UNJ mempertimbangkan untuk mengelola parkir bekerjasama dengan pihak swasta. Pengalihan sarana parkir ini terjadi pada masa akhir jabatan rektor terdahulu Bedjo Sujanto Februari 2014. Bedjo menginginkan parkir lebih terurus dan tidak ada kehilangan atau rampok yang mengancam kondisi kampus. Dengan adanya pihak swasta UNJ menginginkan parkir dapat lebih terurus dan tidak ada lagi kasus kehilangan. UNJ menyerahkan parkiran pada pihak swasta menandakan bahwa UNJ tidak mampu dalam mengolola parkir secara mandiri

Namun melihat kampus-kampus lain di Indonesia dengan nama besar seperti Universitas Indonesia (UI), Institute Teknologi Bandung (ITB) atau Universitas Gadjah Mada (UGM) yang sudah mencoba berkolaborasi dengan pihak swasta dan dapat menambah pundi-pundi keuangan kampus, dari sana dapat dilihat  bahwa UNJ juga mencoba menambah pundi-pundi kampus melalui sektor parkir.

Pihak swasta yang mengelola parkir UNJ tidak semata-mata dipilih oleh pihak birokrat kampus. Pihak swasta yang tertarik untuk menginvestasikan modal mereka bisa mengajuka diri kepada rektor  (Didaktika edisi 44). Pihak swasta menawarkan keuntungan finansial yang menjanjikan. Keuntungan yang akan diterima UNJ yaitu 80% dan 20% bagi pihak mereka (Didaktika edisi 44 tahun 2014). Dengan banyak pertimbangan akhirnya terpilihlah Niaga Parkir Management dari PT. Sumber Jangkar Mandiri.

Iming-iming keuntungan, nyatanya saat ini UNJ hanya menerima 8 juta/bulan dari pihak swasta “Dari pengolaan Niaga Parkir, UNJ hanya mendapatkan 8 juta/bulan sedangkan Niaga Parkir mendapatkan 200 juta/bulan,” jelas wakil rektor II Komaruddin Sahid (Didaktika “Parkir Gratis Untuk Mahasiswa”  19 April 2016). Bertolak belakang dengan keuntungan yang ditawarkan diawal yaitu 80%, namun UNJ hanya menerima 25% keuntungan.  Tidak heran UNJ ingin memustus kerjasama dengan  pihak swasta yaitu Niaga Parkir.

Iklan

UNJ dan Niaga Parkir menyetujui untuk membangun kerja sama selama 4 tahun terhitung dari 2014, namun setelah 2 tahun kinerja Niaga Parkir dianggap tidak maksimal. Masih banyak terdapat kehilangan yang terjadi di parkiran UNJ.  Walaupun ada penggatian, namun penggatian yang diberikan oleh Niaga Parkir  tidak setimpal. Melihat sebuah kasus yang terjadi di UNJ, seorang mahasiswa yang motornya hilang mendapat penggantian. Penggatian yang diberikan Niaga Parkir hanya seharga motor bekas, tutur seorang karyawan Niaga Parkir.

Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa keamanan dari pihak swasta dalah hal parkir tidak dapat dipercaya. Rasa aman yang harusnya timbul setelah menswastakan parkir di UNJ tidaklah sepenuhnya terwujud. Maka Tahun ini tertanggal 2 Mei 2016 UNJ akan mulai menggratiskan biaya parkir bagi mahasiswa, dengan teknis mirip seperti Dosen. Mahasiswa mendaftarkan nomor kendaraanya ke Niaga Parkir , layaknya dosen yang baiaya parkirnya gratis (Didaktika “Parkir Gratis Untuk Mahasiswa”  19 April 2016). Sistem ini baru akan diberlakukan dan belum ada sosialisasi kepada mahasiswa terkait hal ini.Lah apa urusannya sama alumni, dia udah punya penghasilan, bayar parkir doang mah mampu

Memang jelas ada banyak problema yang terjadi terkait parkir swasta di Universitas Negeri, yang notabenenya para mahasiswa sudah membayar mahal untuk bisa kuliah di Universitas Negeri. Tidak sepantasnya sebuah kampus Negeri memungut biaya lagi dari mahasiswa. Mahasiswa sudah membayar mahal namun tidak dapat menikmati sarana yang ada secara maksimal. Sarana tersebut bahkan diuangkan demi  kepentingan kampus. Seharusnya mahasiswa tidak terlibat dalam usaha kampus dalam menambah pundi-pundi keuangan yang bahkan tidak jelas trasparansinya. Maka dapat dilihat menswastakan sarana tersebut bukan solusi dalam membenahi parkir yang kacau. Dapat  dilihat keamanan juga tidak terjamin secara maksimal, masih banyak terjadi kasus pencurian motor atau kehilangan helm yang harusnya menjadi tanggung jawab pengelola pula tidak hanya mahasiswa saja. Annisa fathihah