UNJ dalam waktu dekat akan menggelar pemilihan calon rektor baru untuk masa jabatan 2023-2027. Sebelumnya pada Rabu (07/06) telah dilangsungkan pemaparan visi dan misi bakal calon pemimpin universitas. Rapat Pleno tertutup Senat UNJ pada Selasa (13/06), akhirnya mengesahkan tiga calon rektor UNJ, yaitu Ucu Cahyana (FMIPA), Komarudin (FIS), dan Muhammad Yusro (FT).

Muhammad Yusro yang merupakan dosen Pendidikan Teknik Elektro dalam pemaparannya menyebutkan visi UNJ bereputasi dan mendunia. Visi tersebut nantinya akan diturunkan menjadi tujuh poin, termasuk mengembangkan ekosistem digital, meningkatkan riset dan publikasi, meningkatkan kualitas prodi, kolaborasi nasional dan internasional, meningkatkan kesejahteraan dosen, meningkatkan prestasi akademik mahasiswa, dan meningkatkan tata kelola organisasi. 

Di sela-sela agenda pemilihan rektor yang akan dilangsungkan bulan depan, tim Didaktika berkesempatan melakukan wawancara dengan Muhammad Yusro terkait visi, misi, dan pandangannya soal permasalahan di lingkungan kampus. Berikut petikan wawancara yang dilakukan di Gedung Fakultas Teknik, Kampus A UNJ, Rawamangun, itu:

Apa yang Bapak lihat sebagai kekurangan UNJ dari sisi akademik selama lima tahun terakhir?

Ada beberapa hal yang mungkin saya soroti pada sisi akademik di UNJ. Seperti pada paparan saya, baik di rapat terbuka maupun tertutup, saya melihat ada agenda besar yang harus segera dieksekusi oleh UNJ. Pertama, saya melihat posisi UNJ di antara kampus lain, ini jadi PR juga untuk kita. Sampai tahun 2023 berdasarkan, versi Indonesia University Ranking, secara nasional posisi UNJ berada di 54 dari 582 perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta di Indonesia. Menurut versi ini, karena versi yang lain kan beda-beda.

Iklan

Saya pikir ini menjadi tantangan kita, kemudian yang menarik lagi posisi UNJ diantara PTN eks-LPTK. Ini juga kalau saya katakan, agak malu sebagai sebuah LPTK besar dan tua di Indonesia, posisinya 7 dari 10 PTN eks-LPTK. Jadi saya melihat seperti itu, kalau berdasarkan IKIP negeri yang berubah jadi universitas kan total ada 12. Tapi kalau dilihat kita di posisi 7 dari 10 PTN eks-LPTK, kita di bawah UNP, Unesa, UNNES, sedikit diatas UNM, saya pikir ini kan sebetulnya menunjukkan kualitas UNJ diantara PTN yang lain. Apalagi kalau kita bicara tingkat Asia itu peringkat kita not found. Di tingkat dunia, not found. Versi Webometrics sih masuk kita, di tingkat dunia 3478 dari 11994. Jadi PR pertama. Saya sebutnya bukan kekurangan ya, tapi tantangan UNJ ke depan, adalah mengubah posisi. Tentunya pengubahan posisi itu merepresentasikan kualitas UNJ di tingkat nasional maupun internasional. 

Kemudian, PR kedua pada wilayah akademik adalah tentang kualitas prodi yang direpresentasikan dengan nilai akreditasi. Kalau data yang saya dapatkan, di UNJ yang mendapat akreditasi unggul itu sekitar 50,44 persen, artinya masih ada PR UNJ untuk meningkatkan akreditasi. Karena akreditasi kaitannya dengan mutu prodi, ada 50 persen PR kita untuk meningkatkan performa prodi menjadi unggul.

Ketiga itu tentang peningkatan SDM kita, terutama dosen. Saya mencatat guru besar kita itu kurang dari 10 persen dari seluruh dosen yang ada di UNJ. Jadi kurang dari 10 persen, tepatnya 9,7 persen kita punya guru besar. Kampus yang lain itu rata-rata diatas 20-30 persen, bahkan sudah ada yang mendekati 40 persennya. Termasuk jenjang fungsional lektor kepala, di posisi itu kita punya 22 persen, artinya kualitas SDM yang ukurannya adalah jabatan fungsional tadi menjadi PR juga. Bukan masalah, tapi PR. 

Kemudian pada sisi akademik yang lain adalah pendidikan dosen. Pendidikan dosen yang sudah doktor itu masih dibawah 50 persen, padahal kampus unggul dan besar itu S3-nya sudah ada yang 70 sampai 80 persen. Ini menjadi PR kita juga, bagaimana mendorong dosen-dosen muda untuk berpendidikan lebih lanjut, berkualifikasi akademik minimal S3, itu juga selaras dengan regulasi pemerintah tentang dosen yang harus S3.

Kemudian juga tentang publikasi ilmiah kita, kita punya jurnal 127 tetapi yang baru terindeks Sinta 55 jurnal. Artinya sisanya belum terindeks Sinta, apalagi kalau bicara Scopus dan jurnal internasional lainnya. Kalau nasional ada Sinta, Garuda dan lainnya. Tetapi kalau terindeks yang internasional seperti Scopus atau Wos itu kita belum punya, itu PR kita juga.

Ada juga selanjutnya yang tidak tercantum di paparan saya, terkait dengan masa studi mahasiswa. Ini juga jadi PR kita untuk mendorong mahasiswa studi tepat waktu, selain itu indeks prestasi (IP) mereka  juga harus bagus. 

Itu pada sisi akademik ya, dari mulai dosen, institusi, hingga mahasiswa. Itu yang menurut saya PR yang ada hari ini. Memang menjadi tantangan ke depan.

Bapak kan memaparkan visi menuju UNJ berprestasi dan mendunia, bagaimana Bapak menjelaskan visi tersebut?

Itu kan ada dua kata kunci, yang pertama kan UNJ harus berprestasi, dan kedua mendunia. Apa yang dimaksud prestasi disini artinya seluruhnya harus berprestasi, dari mulai mahasiswanya punya prestasi. Yang tadi saya katakan, ini berkorelasi dengan lama studi, jadi lama studi mahasiswa didorong tepat waktu, itu indikatornya. Kemudian kualitas tugas akhir, kalau tugas akhir mahasiswa bisa dipublikasi jurnal nasional atau internasional, itu menunjukkan kualitas pendidikan yang terjadi di prodi itu bagus. 

Kedua, prestasi di dosen, mereka juga harus didorong untuk berprestasi. Banyak sisi, prestasi pada Tridarma perguruan tinggi, prestasi mengajar, meneliti, dan mengabdi. Kemudian prestasi tenaga pendidik (tendik) yang membantu akademik, jadi mereka harus memberikan pelayanan optimal, dan prestasi itu nantinya diberikan reward kepada tendik yang bagus. Misalnya dapat dikatakan peningkatan kesejahteraan, bisa juga perubahan status, atau bahkan didorong menjadi PNS.

Iklan

Nah kemudian mendunia, ini mengandung makna, di era global saat ini, di era industri 4.0, atau society 5.0 semuanya harus mendunia, jadi prestasi itu tidak hanya lokal, harus mendunia. UNJ harus mendunia, UNJ harus keluar dari zona nyaman, UNJ dan civitas akademiknya harus berpikir global. Dosennya diakui dunia, menjadi keynote speaker di berbagai event nasional dan internasional dan risetnya. Jadi itu yang saya maksud berprestasi dan mendunia.

Bagaimana langkahnya Pak, menuju UNJ berprestasi dan mendunia di tahun 2027? 

Jadi untuk mencapai visi  untuk mengimplementasikan itu, saya membuat tujuh misi. Karena visi itu kan harus dijabarkan dalam misi. Misi pertama mengembangkan pendidikan melalui ekosistem digital, meningkatkan prestasi riset dan publikasi, meningkatkan kuantitas Prodi bertaraf internasional, sampai dengan meningkatkan tata kelola lewat reformasi birokrasi dan zona integritas. Jadi itu dijabarkan lewat tujuh misi, ini step-nya bagaimana kita mencapai itu, kalau visi itu impian, maka impian itu harus dibuat tahapannya. Kemudian dari misi itu dijabarkan program prioritas yang menggambarkan apa yang harus dikembangkan lewat ekosistem digital. Untuk meningkatkan riset dan publikasi bagaimana programnya? Ada jurnal UNJ terindeks dan bereputasi, kita dorong jurnal ini lebih baik lagi, sampai seterusnya.

Nah di sini Bapak memaparkan tentang ekosistem digital, apa itu ekosistem digital? 

Ekosistem digital ini sudah menjadi suatu diskusi yang begitu dominan di kalangan perguruan tinggi. Yang saya maksud dengan ekosistem digital itu, bahwa konsep, model, pembelajaran, model pendidikan yang kita kembangkan itu harus didukung oleh sistem informasi yang kuat. Ini yang saya sebut sebagai integrated academic information system. Jadi sistem informasi akademik yang terintegrasi. Apa wujud nyatanya?

Pertama misalnya pendidikan kita harus mulai berubah, misalnya konsep pendidikan kita itu harus mulai berubah dari konvensional ke digital, mengajar kita di kampus itu harus dipadukan antara luring dan daring, dua tahun kita kena pandemi menyebabkan kita banyak belajar, bahwa pendidikan tidak hanya dilakukan di dalam kelas. Bahwa pendidikan dan perkembangan pengetahuan itu berkembang cepat di luar kelas. Jadi ekosistem digital itu artinya hybrid learning, hybrid teaching, kelas itu tidak mengenal segi empat, kelas itu ada dimana-mana kita belajar dimana-mana. Bahwa banyak sumber belajar yang bisa kita peroleh, salah satu bentuk ekosistem digital itu.

Lainnya sumber belajar kita, sumber belajar kita saat ini sudah harus meninggalkan sumber pembelajarn konvensional, sudah mulai virtual library misalnya. Itu harus sudah dikembangkan, e-book itu semakin populer hari ini dibanding hard copy, itu yang dimaksud ekosistem digital juga. Sumber belajar harus dilakukan digitalisasi.

Kemudian hal yang lain itu model atau gaya belajar, kalau tatap muka di kelas sudah tidak zaman lagi, misalnya model pembelajaran e-learning itu menjadi alternatif masa depan. Ekosistem digital itu berarti juga kemampuan literasi dosen dan mahasiswa bisa didorong, agar terbuka mereka dengan perkembangan teknologi informasi. Intinya semuanya bergerak cepat dan didorong sistem informasi yang baik, baik itu akademik maupun non-akademik. 

Apa yang dimaksud ekosistem digital juga, misal saya perlu data publikasi saya dari mulai saya mengajar di UNJ sampai 20 tahun ke depan. Itu saya dapat dimana? Kalau kita memiliki sistem informasi yang terintegrasi itu gampang didapatnya, oh iya saya punya publikasi disini tahun 2010 sampai 2020, data itu bisa dengan gampang kita ambil. Misal, Anda sebagai mahasiswa FIS sudah 10 tahun bekerja, ingin mendapat naskah skripsi saya, misal yang kertasnya sudah kebanjiran, dari mana saya dapat itu? Tinggal masuk website UNJ. Bisa unduh full paper-nya atau naskahnya, termasuk Anda mau melamar pekerjaan perlu akreditasi prodi, atau institusi, tinggal masuk website UNJ, mudah.

Sekarang agak sulit ya, jadi kita cari data harus kerja keras. Bahkan harus dari satu pintu ke pintu lain. Tetapi kalau database itu terintegrasi, apa yang saya sebut integrated database system ini akan memudahkan kita dan dunia. Sekarang dunia ini kan sempit, orang bisa baca CV saya dari Amerika. Tinggal masuk website saya, ini ekosistem digital yang sudah saya implementasikan.

Kenapa akhirnya ekosistem digital ini mendesak? 

Ya itu, pertama orientasi perguruan tinggi hari ini sesuai semangat Mas menteri mengubah mindset kampus menjadi global mindset. Apa yang kita kenal sebagai World Class University atau Universitas Berkelas Dunia (UBD), saya mencatat poinnya ya kenapa kampus kita itu harus menuju UBD. Ada beberapa ciri kenapa ini mendesak, yang pertama cirinya adalah mutu pendidikan harus diakui di dunia internasional. Kalau UNJ mau berubah ke UBD maka mutu pendidikannya harus diakui di dunia internasional. Lulusan kita itu harus diakui di ASEAN kemudian ASIA, hari ini kita masih belum mendapatkan satu hasil bahwa lulusan kita diakui di dunia internasional. Secara masif kita belum dapat itu.

Kedua cirinya adalah kontribusi yang jelas akan kemajuan iptek, nah ini juga kita masih belum kelihatan. Jadi saya sering dengar cerita kalau orang mau tahu informasi tentang pendidikan harusnya di kampus pendidikan, karena harusnya mendapatkan pakar-pakar pendidikan yang hebat dari kampus pendidikan. Tapi itu belum kita dapatkan, banyak justru mengambil sumber terkait pendidikan justru dari kampus non-pendidikan. Karena belum menemukan sumber informasi atau pakar yang hebat terkait pendidikan.

Ketiga terkait jaringan komunikasi internasional, kalau mau UBD, jaringan internasional kita harus bagus. Saya berikan disini terkait kolaborasi, jadi kolaborasi itu perlu kita tingkatkan terus. Menurut saya itu sih hal-hal yang ingin saya sampaikan.

Termasuk ekosistem digital ini untuk menyokong UBD?

Betul apalagi UNJ sebentar lagi mau jadi PTN-BH, sederhananya kalau mau jadi PTN-BH harus ada yang kita jual sebagai income generating. Kalau kita tidak tidak punya yang kita jual dan berdaya saing global kan susah juga. Jangan sampai sudah jadi PTN-BH kesejahteraannya malah menurun, kan repot juga. Jadi saya berpikir bereputasi, dan mendunia itu yang harus didorong.

Salah satu program prioritas Bapak ini kan Siakad PLUS. Apa yang dimaksud dengan hal itu? Dan masalah apa yang hendak dijawab?

Siakad Plus ini sebenarnya berawal dari kegelisahan saya, dengan kondisi yang ada di UNJ. Khususnya sistem informasi di UNJ. Misalnya, wifi UNJ lemah. Secara hardware jaringan kita lemah. Jumlah AP yang kita punya juga minim. Kita itu punya server, nah server kita itu server jadul, yang tidak umum pada perguruan tinggi. Nah perangkat ini umumnya di kalangan perbankan bukan perguruan tinggi. Kelemahannya apa? Susah untuk di-upgrade, dalam hal perangkat keras dan software-nya. Kalau rusak ya susah. 

Pada sisi software-nya, aplikasi di UNJ ini gak terintegrasi, mereka berdiri sendiri-sendiri, misal SIPEG, Siakad, itu gak terintegrasi. Jadinya apa-apa susah. Makanya saya tawarkan disitu yang namanya Single Sign On (SSO), jadi seseorang itu menggunakan satu akun untuk berbagai layanan. Misalnya kamu perlu ijazah kamu, bisa pakai akun UI. Saya alumni UI, sampai sekarang masih bisa masuk pakai akun alumni saya.

Terus yang lain, kenapa Siakad Plus ini menjadi kebutuhan. Ternyata aplikasi di UNJ ini kurang mematuhi SOP. Ada SOP tapi gak dipenuhi. Kalau misal pengurusan legalisir itu SOP-nya begini-begini, dokumen SOP-nya ada, tapi belum berjalan. Jadi proses-proses di aplikasi itu belum berjalan optimal.

Berikutnya adalah karena kebijakan keamanan data itu belum optimal, ya kan sekarang musimnya pembobol data, kemarin terakhir datanya BSI. Nah kita juga masalah keamanan data itu masih lemah, sehingga suatu saat data-data kita bisa bocor. Kemudian hal yang lain itu kita belum menggunakan teknologi cloud, kadang kalau servernya lagi hang itu semua layanan mati. LMS sendiri servernya terbatas, itu dibatasi untuk memposting video. Coba lihat kampus besar, LMS-nya cepat. Di kita masih bertumpu pada server fisik. Teknologi cloud-nya perlu dibenahi. Coba aja lihat UT, itu kampus terpopuler LMS-nya bahkan dia mendapat banyak penghargaan internasional. Padahal dulu UT kita yang bina.

Apa harapan Bapak ketika sudah mencapai ekosistem digital?

Dua hal, pertama adanya peningkatan mutu. Karena ada dua kata kunci keberhasilan perguruan tinggi, bicara mutu ya bicara kualitas, banyak hal, misalnya lulusan, SDM hingga kualitas pembelajarannya bermutu. Kalau saya lulusan UNJ tidak dipandang sebelah mata lagi. Kedua soal relevansi, itu artinya kebermanfaatan PT di masyarakat, baik nasional maupun global. Misalnya hasil riset mahasiswa atau dosen sangat relevan, bisa bermanfaat, bisa digunakan masyarakat. Kemudian relevansi yang lain, dosen kita itu diakui di berbagai kampus, lokal, nasional maupun internasional.

 

Reporter/Penulis: Izam Komaruzaman

Editor: Abdul