Tahun ini, UNJ membuka layanan baru pembelajaran daring. Learning Management System (LMS) dapat diakses dengan pranala onlinelearning.unj.ac.id. Layanan ini dikembangkan oleh LP3 dan mulai digunakan di semester 113. Tepatnya pada tanggal 31 Agustus 2020. Saat ini, LMS baru digunakan untuk mata kuliah umum (MKU) dan mata kuliah dasar kependidikan (MKDK).

Namun sejak awal September, mahasiswa yang menggunakan LMS mengalami masalah. Program LMS sebagai pembelajaran jarak jauh, dianggap belum matang.

Salah satu mahasiswa Pendidikan Fisika FMIPA, Ardi Kumara, mengatakan bahwa ia awalnya terkesan dengan Learning Management System. Pada hari pertama menggunakan LMS, dia tertarik karena tampilan pemaparan materi dalam platform tersebut disajikan cukup rapih. Bagi dia, LMS dapat memberi ruang bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi materi lebih dalam. “Awalnya bagus banget, akhirnya UNJ punya online-based learning sendiri’’ ungkap dia.

Namun, ia menyayangkan eror saat penggunaan program tersebut. Pada hari pertama ia sadar hanya materi MKU yang siap, ungkapnya. Selain itu, kelasnya sempat mengalami kesulitan saat enroll course. Ia mengaku pernah gagal login. Kelas mata kuliah (course) yang ia ambil di platform LMS hilang dari beranda akun. Ditambah lagi, saat berhasil login kembali, laman untuk mencari course hilang. Sehingga ia tidak bisa mencari course tersebut

Selain Ardi Kumara, Al Faridz, mahasiswa Prodi Pendidikan Vokasional Teknik Mesin UNJ menyampaikan bahwa ia dan teman-teman di prodinya pun mengalami masalah saat login. Karena tidak bisa login ke akun, mereka menghubungi help desk LMS untuk me-reset ulang password akun mereka. Namun bagi dia, respon dari admin LMS cukup lambat. “Rata-rata chat admin, tapi tergantung dan responnya lama.” kata Faridz.

Selain masalah pada sistem LMS seperti gagal login, beberapa fitur LMS juga dinilai kurang nyaman. Silvia Nitami, mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, mengatakan bahwa ia kurang nyaman dengan adanya bubble chat dalam fitur diskusi yang tidak bisa refresh otomatis dan membuatnya bingung. Ia menilai desain fitur diskusi terkesan aneh.

Iklan

Cecep Kustandi, Korpus PSB di LP3 yang ditugasi untuk menangani online learning UNJ, menyampaikan bahwa penelitian untuk menentukan platform, pendekatan, dan format sajian sudah dilakukan dan mengalami proses panjang. Menurutnya, penetapan platform yang akan digunakan secara bersama tidak mudah.

“Sebelumnya dilakukan melalui berbagai penelitian komparasi untuk menentukan program yang akan digunakan’’ kata Cecep. Menurut dia, tidak mudah menyetujui program yang sama-sama disetujui oleh dosen. 

Sebelum adanya LMS yang dikembangkan LP3, setiap fakultas dan beberapa prodi sudah membangun learning management system masing-masing, seperti SIBERING di Fakultas Ekonomi dan Jarnik di Fakultas Ilmu Sosial.

“Hampir semua fakultas sudah mengembangkan LMS-nya masing-masing. MKU dan MKDK lama sudah tersedia di online-learning LP3.” ujarnya. Dia mengaku LMS mendapatkan respon baik dari dosen. Pihaknya akan terus membenahi kekurangan, tambahnya.

Cecep menyebut bahwa permasalahan pada sistem LMS adalah integrasinya dengan SIAKAD. Admin yang mengelola LMS memiliki keterbatasan akses terhadap database. “Tim admin LMS kami tidak bisa meng-install plugins karena ada beberapa folder LMS perlu access permission oleh TIK/Pustikom,’’ ungkapnya. Cecep menjelaskan salah satu langkah yang diambil adalah penyediaan layanan help desk. Selain itu, tetap berkoordinasi dengan pihak TIK/Pustikom. Pengembangan selanjutnya, pihaknya berencana untuk beralih ke sistema Cloud yang memfasilitasi kebutuhan penyimpanan dan akses data.

Sementara Abdul Rahman Hamid, seorang dosen dari Fakultas Ilmu Sosial, mengatakan bahwa kendala penggunaan LMS lebih berat bagi dosen daripada mahasiswa. Hal ini dikarenakan mahasiswa lebih update teknologi, sedangkan dosen masih banyak yang gagap teknologi. Ditambah lagi, menurut dia, sosialisasi tentang LMS ini tidak dilakukan jauh hari sebelum dirilis. “Sosialisasi penggunaan LMS, itu baru seminggu sebelum perkuliahan dimulai.” ujarnya.

Untuk modul di LMS, Rahman menilai visual penyajian materi LMS masih terbatas dalam bentuk teks dan perlu dikembangkan dalam bentuk video. Dia berharap kampus lebih serius membangun dan memperbaiki fasilitas layanan daring.

Senada dengan itu, Saifur Rahman, dosen Fakultas Bahasa dan Seni, menyebutkan perilisan LMS terkesan terburu-buru mengikuti tren yang ada. Walaupun perilisan LMS itu sebuah niat baik, baginya persiapan LMS masih banyak yang kurang. “Kebijakan yang latah alias ikut-ikutan.” kata Saifur.

Selain itu, Saifur menilai platform LMS ini kurang dibutuhkan. Menurutnya, ada berbagai platform yang lebih sederhana daripada LMS. “Konsepsi pembelajaran LMS hanya perluasan dari pembelajaran offline.” ujarnya.

Reporter: Danu Dewa Brata

Iklan

Editor: Faisal Bahri