Pemira UNJ tahun ini hanya menghasilkan satu pasangan calon di tingkat universitas. Kasus ini merupakan yang pertama, lpmdidaktika.com menelisik lebih dari tujuh tahun ke belakang tidak pernah ada calon tunggal di Pemira tingkat univesitas. 

Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Sarkadi menyatakan calon tunggal tidak merepresentasikan keseluruhan golongan mahasiswa. Ia juga menyinggung dalam sistem demokrasi, calon tunggal tidak baik dalam kontestasi Pemira.

“Makanya kalau mau ada gerakan kotak kosong ini boleh-boleh saja, dalam demokrasi itu diizinkan,” ujar Sarkadi dalam forum yang diadakan Green Force UNJ pada Jumat (29/12).

Wakil rektor yang baru menjabat dua bulan tersebut juga mengkritik sistem Pemira yang menyulitkan syarat pendaftaran menjadi Ketua BEM UNJ. Sehingga menghasilkan calon tunggal saja. 

Sebelumnya, terdapat pasangan calon yang gagal dalam pemberkasan akibat kesulitan mendapatkan KRS di salah satu fakultas.

Selain itu, Sarkadi juga tidak sepakat dengan persyaratan harus mengikuti pelatihan kepemimpinan tingkat fakultas dan universitas. Ia ingin calon ketua BEM harus beragam, sehingga tidak memunculkan calon tunggal saja.

Iklan

“Kalau orang itu punya kemampuan kepemimpinan yang dibuktikan dengan sertifikat maka Ia berhak mencalonkan diri,” tutupnya.

Sarkadi dalam diskusi terbuka “Ada apa dengan Pemira UNJ?” yang digelar pada Jumat (29/12).

Kendati mengakui sistem yang ada sekarang bermasalah, Sarkadi tetap meminta mahasiswa mengikuti sistem yang berlaku. Ia pun berjanji akan mengevaluasi sistem yang ada setelah pelantikan pengurus baru Ormawa maupun Opmawa.

“Saya berjanji akan ubah sistem Pemira setelah Pemira tahun ini. Saya akan kumpulkan seluruh komponen mahasiswa untuk bersama membuat sistem baru yang lebih baik,” jelasnya.

Sementara Ketua BEM UNJ 2020, Remy Hastian mengakui sistem pemira di UNJ telah bermasalah sejak dahulu ia menjabat bahkan kepengurusan sebelumnya. Akan tetapi, permasalahan ini tidak mudah untuk diselesaikan sebab mesti bernegosiasi dulu dengan rektorat serta membutuhkan partisipasi banyak komponen mahasiswa untuk mengubahnya. 

“Kita menginginkan sistem pemira yang ideal sebab sistem yang berlaku sekarang sudah salah. Sekarang bagaimana partisipasi teman-teman untuk mengubah sistem tersebut,” ujar Remy

Senada dengan Sarkadi, Remy juga mengkritisi terkait calon peserta Pemira yang mesti berasal dari lulusan program kerja BEM yaitu Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa (PKM). Menurutnya, itu adalah bentuk pembatasan dan perlu juga diubah sebab pelatihan kepemimpinan tidak harus berasal dari BEM, tapi bisa pula diikuti dari luar kampus. 

“Calon ketua BEM tidak perlu dibatasi penerimaannya dari PKM saja. Sebab pelatihan kepemimpinan kampus bukan tolak ukur kecukupan orang memimpin organisasi. Justru calon pemimpin kampus yang hebat bisa dari pelatihan kepemimpinan eksternal kampus,” usulnya

Sayangnya dalam diskusi terbuka tersebut, komponen panitia Pemira seperti DKKP, Panwaslu, dan KPU kompak absen. Alasannya agenda tersebut di luar timeline, sehingga menyulitkan pengurus. Mereka pun merasa cukup dengan klarifikasi via instagram.

 

 

Iklan

Reporter/Penulis: Nawwaf

Editor: Izam