Pernahkah kalian merasa bahwa hobi kalian tidak dapat tersalurkan dengan baik? Dan kalian ingin mendiskusikan hal tersebut? Atau kalian ingin berdiskusi tentang topik yang tidak bisa dibicarakan di tempat tertentu contohnya seperti masalah politik?

Pada umumnya, mahasiswa memiliki hobi dan ketertarikan yang berbeda-beda. Universitas Negeri Jakarta (UNJ) memiliki banyak organisasi serta komunitas yang bermacam-macam jenis dan kegiatan. Namun, setiap komunitas ini pasti tidak luput dari kegiatan berdiskusi, meski berdiskusi bukan tujuan utama mereka.

Komunitas di UNJ terbentuk dari mahasiswa yang memiliki keinginan untuk berkumpul dengan mahasiswa lain yang memiliki hobi atau pemikiran yang sama. Salah satunya seperti komunitas Diskusi Kamis Sore (DKS) yang terbentuk di Fakultas Ilmu Sosial (FIS).

Pada 2005, beberapa mahasiswa sosiologi membentuk komunitas DKS. Awalnya, mereka berkeinginan untuk membuat komunitas diskusi karena kebutuhan mengenai tugas akhir mereka. Hingga saat ini, komunitas DKS tetap ada. DKS terbuka untuk umum, semua mahasiswa dari berbagai fakultas pun dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan rutin komunitas DKS. Komunitas ini rutin mengadakan kegiatan diskusi setiap kamis Di bawah Pohon Rindang (DPR) FIS. Komunitas ini menawarkan mahasiswa untuk mendapat hal-hal yang berguna untuk perkuliahan ataupun yang tidak mereka dapatkan pada saat perkuliahan.

Lalu, jika sudah banyak organisasi yang dibentuk oleh UNJ, mengapa masih banyak mahasiswa yang membentuk komunitas? Apakah kampus kita tidak bisa mewadahi hobi atau minat mahasiswa?

Pertama, berdiskusi ialah kegiatan yang sulit jika dibatasi oleh ruang dan waktu. Diskusi yang kondusif akan tercipta, bila dilakukan di tempat yang kondusif seperti ruangan yang luas. Hal ini memungkinkan sebuah komunitas menampung anggota yang cukup banyak. Diskusi yang kondusif juga membutuhkan waktu yang sulit untuk diukur. Pendapat setiap individu bisa saja berbeda sehingga akan menghasilkan argumen yang berbeda-beda pula. Hal ini akan memberikan tambahan waktu yang panjang dan topik akan semakin dalam untuk dibicarakan.

Iklan

Kedua, jika dalam sebuah organisasi terdapat beberapa mahasiswa yang sedang berdiskusi tentang masalah yang dapat menyinggung golongan lain, maka hal tersebut akan menjadi masalah. Misal, ada beberapa mahasiswa yang ingin mengkritik dosen mereka yang jarang datang ke kelas. Jika ada beberapa dosen yang tidak bisa menerima kritik tersebut, maka mahasiswa tersebut akan mendapat masalah seperti teguran keras, atau bahkan dilaporkan kepada pihak kampus.

Oleh karena itu, beberapa mahasiswa membentuk komunitas yang tidak terikat dengan organisasi kampus. Mereka membutuhkan kebebasan untuk mengeluarkan kritik serta pendapat. Karena, jika mereka tidak diperbolehkan membahas atau menyinggung tentang topik tertentu, maka hasil diskusi yang kritis akan sulit tercipta.

Semua komunitas memiliki manfaat kepada anggotanya. Komunitas dapat menjadi tempat untuk sharing pengalaman dan hal-hal yang telah diperoleh dari berbagai media seperti buku, televisi, atau radio. Komunitas diskusi dapat juga membantu kita untuk berfikir kritis dalam melihat kondisi lingkungan saat ini. Ketika berdiskusi, kita biasa membicarakan sebuah masalah secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal berarti melihat sebab dan akibat dari sebuah masalah. Sedangkan horizontal berarti efek dan implementasinya kepada masyarakat. Hal seperti ini jarang diberikan oleh dosen. Karena pada umumnya, dosen hanya memberikan tugas dan memberikan nilai berupa angka kepada mahasiswanya untuk mengkaji masalah, tapi dia tidak menjadi seorang fasilitator. Hal ini diumpamakan seperti orang tua yang meminta anaknya untuk bermain di taman. Orang tua itu membiarkan anaknya mencari hal-hal baru. Namun jika ia hanya menonton anaknya, maka anak itu bisa memperoleh hal-hal yang seharusnya tidak boleh ia dapat. Seharusnya, orang tua harus mengawasi dan memberi tahu kepada anaknya tentang apa yang cocok dan apa yang berbahaya untuknya.

Maka dari itu, komunitas diskusi menyajikan manfaat-manfaat yang tidak diberikan pada saat berkuliah. Komunitas diskusi berperan sebagai fasilitator kepada semua anggotanya untuk berfikir kritis.

Selain itu, diskusi bersama komunitas dapat meningkatkan pengetahuan yang kita punya. Sebab, dalam kegiatan berdiskusi, setiap anggota atau peserta dapat bertukar ilmu satu sama lain sehingga menghasilkan kesimpulan yang kaya akan ilmu. Selain itu, kita juga dapat mencari banyak teman yang memiliki pemikiran beragam saat berdiskusi. Kita dapat memahami pula karakteristik dan pola pikir orang lain.

Komunitas diskusi, juga memiliki manfaat kepada mahasiswa di luar anggota komunitas tersebut. Beberapa komunitas diskusi seperti DKS memiliki akun media sosial yang digunakan untuk mempublikasikan hasil diskusi mereka setiap minggu. Dan setiap semester, mereka juga menerbitkan buletin untuk dibaca warga UNJ.

Walaupun diskusi memiliki banyak manfaat, namun masih banyak mahasiswa di UNJ yang sulit mencari tempat untuk diskusi. Diskusi yang kondusif sulit untuk dilakukan di sembarang tempat. Karena lahan di UNJ yang sempit, maka beberapa mahasiswa kesulitan untuk mencari tempat diskusi yang kondusif sehingga mereka kehilangan semangat mereka untuk berdiskusi.

Selain faktor tersebut, ada juga faktor-faktor lain yang menghambat mahasiswa untuk berdiskusi, seperti jadwal diskusi yang berbenturan dengan waktu perkuliahan. Karena sulitnya mendapat tempat untuk berdiskusi, maka komuitas diskusi pun harus mencari tempat yang dapat digunakan dan tidak akan mengganggu banyak orang. Ada pula yang terhambat untuk mengikuti kegiatan berdiskusi karena rumahnya yang jauh dari UNJ. Kebanyakan komunitas diskusi melakukan kegiatan setelah waktu perkuliahan. Tidak banyaknya kendaraan umum yang berlalu lalang pada malam hari membuat mahasiswa tersebut memiliki batasan untuk melakukan kegiatan di kampus sehingga menghambat mereka yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

Apakah kampus kita tidak bisa menyediakan sarana dan prasarana kepada mahasiswanya untuk berdiskusi? Atau mereka memberi batasan kepada mahasiswanya untuk tidak mendiskusikan hal yang dapat merusak citra kampus? Padahal, kritik tersebut dapat menjadi evaluasi kepada pihak kampus sehingga mereka dapat memperbaikinya dan menjadi kampus lebih baik.

Sudah sepantasnya mahasiswa mengkritik dan menilai sesuatu yang ada di sekitarnya. Harusnya kampus memberikan fasilitas kepada komunitas diskusi dan menerima segala kritik dari mahasiswanya. Karena kritik dari mahasiswa bukanlah untuk menghancurkan, namun untuk membangun kampus ini ke arah yang lebih baik.

Iklan

 

Penulis : Stefanus Wijaya