Kurang lebih lima belas tahun, Raja Abdurrahman bekerja sebagai pengurus Masjid Raya Sultan Riau, Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. Biasanya penduduk Pulau Penyengat memanggilnya Oman. Pria berumur tujuh puluh tahun ini, merupakan keturunan ke-7 Raja Haji Fisabilillah dari Kerajaan Riau-Lingga. Meskipun keturunan bangsawan, Oman diajarkan menganggap semua manusia setara. “Sejak kecil, ayah mengajarkan untuk bersikap sama dengan orang lain,’’ kata Oman.

Sambil menikmati rokok, ia menceritakan perjuangan Raja Haji Fisabilillah melawan Pemerintah Hindia Belanda. Ketegangan dimulai sejak Belanda berkeinginan untuk bekerjasama dengan Kerajaan Riau-Lingga. Pada 1782, kedua pihak bertemu dan menghasilkan beberapa poin kerjasama. Salah satunya membagi dua hasil rampasan bila kapal asing memasuki daerah kekuasaan Riau – Belanda.

Suatu waktu, kapal Inggris masuk ke dalam kawasan Pulau Penyengat. Kemudian kapal dari Kerajaan Riau memberhentikan kapal tersebut serta mengambil barang-barang dari kapal tersebut. Sesuai isi perjanjian kerjasama dengan Belanda, hasil rampasan kapal musuh dibagi menjadi dua. Peristiwa ini disampaikan kepada pihak Belanda di Malaka. Kemudian Raja Haji Fisabililah sengaja memberikan semua hasil rampasannya. Dia ingin mengetahui sikap Belanda. ‘’Raja Haji mencoba menuntut kejujuran Belanda,’’ kata Oman. Namun, sekian lama menunggu Belanda tidak juga memberikan kabar.

Sikap ini membuat Raja Haji Fisabilillah menghentikan perjanjian kerjasama dengan Belanda. “Belanda mulai banyak tingkah laku,’’ kata Abdurrahman. Dia mengetahui dampak yang terjadi apabila menghentikan kerjasama. Oleh karena itu, ia segera mendirikan banteng pertahanan, kapal perang serta Gudang mesiu – peluru senjata api.

Prediksi Raja Haji Fisabilillah benar. Belanda datang menyerang dan pertempuran terjadi. Merasa tersudut, pihak Belanda meminta untuk menghentikan perang dan menawarkan perundingan. Raja Haji Fisabilillah menerima tawaran tersebut dengan syarat kapal perang Belanda tidak boleh memasuki kawasan Pulau Penyengat. Raja Haji menjemput pihak Belanda di luar perbatasan.

Ketika hendak menjemput Belanda, pihak Belanda menyerang kembali. Pertempuran terjadi di antara jalur laut menuju Pulau Penyengat ke Tanjung Pinang. Tiba-tiba air laut surut. Kapal tak dapat bergerak. Apalagi kedua pihak menghentikan tembak-menembak. Sewaktu diperiksa kapal Belanda kehabisan mesiu. Penyimpanan mesia hanya ada di Pulau Penyengat. Tentara Belanda menuju Pulau Penyengat. Ketika sampai, warga dibunuh oleh Tentara Belanda. “Makanya kalau di sepanjang jalan ini banyak kuburan perang, waktu dicari mayatnya ketemu dan langsung dikubur di situ,’’ ungkap Oman.

Iklan

Kekacauan itu membuat Raja Haji Fisabillilah segera menuju Pulau Penyengat. Raja Haji Fisabilillah menyamar sebagai pendayung. Tapi, para pendayung ketakutan waktu itu. Tembakan peluru dari Belanda menuju berbagai arah. Mereka tidak berani melihat ke depan. Keseimbangan kapal goyah. Dalam kondisi itu, Raja Haji Fisabilillah berupaya menjaga keberanian para pendayung, ’’kalau peluru itu belum tertulis nama kamu, terus saja mendayung. Jangan takut,’’ kata Oman mencoba menirukan apa yang dikatakan Raja Haji Fisabillilah saat menyemangati para pendayung.

Begitu sampai di Pantai, Raja Haji Fisabillilah menembak kapal Belanda dan berhasil meledakannya. ‘’ Tembakan beliau tepat ke mesin kepal,’’ ungkap Oman.

Pada 1784, Raja Haji berkeinginan untuk menyerang Belanda di Malaka. Sultan Mahmud Sah keponakan beliau melarang kepergian Raja Haji. Dia mendapat firasat buruk mengenai kepergiannya. ‘’Kali ini, raja haji tidak usah ikut berperang, karena kalau raja haji pergi hari ini, raja haji tidak akan pulang,’’ kata Oman. Raja haji menolak permintaan tersebut. Ketakutan Sultan Mahmud Sah benar, Raja haji dan tentaranya kalah berperang oleh Belanda di Malaka.

Kisah tersebut yang menjadikan Raja Haji Fisabillillah ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 1997. Sayangnya, kini suaka pemerintah Kepulauan Riau tidak memberikan dana untuk menjaga situs sejarah Kerajaan Riau Lingga. Malahan, situs ini diberikan dana bantuan oleh suaka pemerintah Sumatra Barat. “Kita dibiayai oleh suaka Sumatra barat,’’ kata Oman.

 

Hendrik Yaputra