Beberapa Prodi menerapkan kewajiban membeli buku dengan harga yang memberatkan mahasiswa. Padahal seharusnya biaya pembelian buku sudah tercakup dalam uang kuliah tunggal (UKT).
Mahasiswa memiliki keterkaitan yang erat dengan buku sebagai penunjang pembelajaran di kelas. Namun, beberapa Prodi mewajibkan mahasiswa untuk membeli buku dengan harga selangit.
Seperti yang terjadi di Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Ilmu Sosial (FIS) mahasiswa diwajibkan membeli buku bahasa Arab seharga Rp200.000. Sedangkan di Prodi Pendidikan Bahasa Jerman (PBJ), diwajibkan membeli buku minimal dua buah. Dengan harga paling murah dibanderol seharga Rp300.000.
“Setiap semesternya diharuskan membeli buku pelajaran bahasa Jerman yang jumlahnya lebih dari satu, jadi kami harus menyisihkan uang kisaran Rp600.000 untuk membeli dua buku Bahasa Jerman,” terang mahasiswi Prodi PBJ Naja.
Mahasiswi dari Prodi PAI, Iris Agripina Zen menuturkan mahalnya harga buku bahasa Arab kerap kali membuat mahasiswa pusing. Dikarenakan transisi jadwal perkuliahan beralih ke arah pembelajaran dua arah, daring dan luring.
Iris juga berucap, harga tinggi itu membebani mahasiswa dengan ekonomi rendah. Khususnya yang tidak mendapatkan beasiswa. sehingga terpaksa memutar otak untuk bisa membeli buku penunjang perkuliahan tersebut.
“Tentunya memberatkan ya, apalagi jadwal perkuliahan sudah mulai banyak yang offline, jadi banyak mengeluarkan biaya operasional kuliah juga,” ucap Irish pada Senin (13/02).
Sementara Koordinator Prodi PBJ, Ellychristina Hutubessy pada Selasa (21/2), berdalih pembelian buku tersebut sangat penting untuk mendukung proses pembelajaran Bahasa Jerman. Karena tiap-tiap mahasiswa dalam proses belajar Bahasa Jerman harus merujuk ke dalam buku ajar tersebut. Di dalam buku ajar itu pula terdapat pedoman gramatikal kebahasaan beserta latihan soal.
Dirinya juga menjelaskan bahwa tidak ada kucuran dana dari pihak kampus perihal pembelian buku pembelajaran di Prodi PBJ. Sehingga dosen PBJ terpaksa mewajibkan mahasiswanya untuk membeli buku. Ia juga menuturkan, bila mana tidak diwajibkan untuk pembelian buku, maka pihak Prodi akan kesulitan dalam pembiayaan buku dan kegiatan belajar.
Senada, Dekan FIS Sarkadi turut buka suara terkait fenomena kewajiban membeli buku yang menimpa mahasiswa. Ia menuturkan bahwa biaya UKT mahasiswa tidak termasuk ke dalam wacana pihak kampus untuk pembelian buku.
“UKT tidak ada untuk pengadaan fasilitas buku, mahasiswa kuliah dengan dosen itu ada biayanya. Semisal buku dibebankan dari UKT, mahasiswa yang dapat UKT golongan 1 hanya dapat beli 2 buku saja” ucap Sarkadi pada Selasa (21/2).
Baca juga: https://lpmdidaktika.com/polemik-satu-kesatuan-ktm-dengan-atm/
Sementara itu, berbeda dari pernyataan Sarkadi, Wakil Rektor (WR) 2 Bidang Umum dan Keuangan, Agus Dudung pada Kamis (23/2), mengatakan bahwa perihal pembelian buku seharusnya sudah ditangani pihak fakultas. Karena tiap-tiap fakultas yang ada di UNJ telah diberikan biaya operasionalnya masing-masing.
“Sebetulnya biaya operasional lainnya dapat diganti dengan pembelian buku. Pihak kampus kan sudah memberi biaya operasional kepada seluruh fakultas. Ya sudah, tinggal masukan biaya pembelian buku, karena UKT untuk semua jenis pembelajaran,” tegas Agus.
Menelisik lebih jauh, biaya pembelian buku seharusnya sudah termasuk ke dalam Biaya Kuliah Tunggal (BKT). BKT merupakan rumusan untuk menetapkan keseluruhan biaya operasional mahasiswa di satu Prodi per tahun. Perhitungan BKT tersebut akan turun menjadi UKT dan digolongkan menurut kemampuan orang tua mahasiswa.
Regulasi mengenai BKT telah termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.25 Tahun 2020 mengenai Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi (SSBOPT).
Permendikbud tersebut menjadi landasan perhitungan BKT. Regulasi perhitungan BKT terbagi menjadi Biaya Langsung (BL) dan Biaya Tidak Langsung (BTL). BL melingkupi biaya operasional yang terkait langsung dengan penyelenggaraan Prodi, dan dihitung serta ditetapkan berdasarkan perencanaan kurikulum Prodi.
BL terdiri atas 4 jenis kegiatan penunjang perkuliahan: 1. Kegiatan kelas, 2. Kegiatan laboratorium, bengkel, dan lapangan; 3. Kegiatan tugas akhir/skripsi, dan 4. Bimbingan konseling dan kemahasiswaan.
Sehingga, pembelian buku seharusnya sudah diwadahi oleh kegiatan kelas, yang telah termasuk ke dalam hitung-hitungan BL. Hendaknya, mahasiswa tidak lagi dibebani oleh biaya lainnya, karena UKT telah mencakup seluruh kebutuhan kelas.
Reporter/Penulis: Adam Farhan
Editor: Ragil Firdaus