Yuanita Aprilandini merupakan salah satu dosen Program Studi (Prodi) Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Kali ini, Tim Didaktika berkesempatan untuk mewawancarai Yuanita melalui Zoom Meeting pada Sabtu (01/10/2022), terkait bagaimana upaya kampus dalam memberikan ruang aman bagi seluruh anggota masyarakatnya untuk menanggulangi maraknya kasus pelecehan seksual.
Bagaimana Yuanita mengartikan ruang aman dalam lingkungan kampus?
Ruang aman adalah suatu media yang bisa berbentuk fisik maupun non fisik. Namun, dalam konteks ruang aman di lingkungan kampus artinya suatu individu bisa menceritakan apapun tentang dirinya, seperti pelecehan seksual yang dialaminya, termasuk juga orientasi seksualnya. Dan hal-hal tersebut harus dijamin kerahasiaannya agar mereka bisa merasa aman ketika bercerita.
Hal-hal seperti apa yang menjadi tolak ukur kampus sudah memberikan ruang aman?
Satu, sudah ada aturan ketika terjadi pelanggaran. Jadi, orang akhirnya tahu kalau ada sanksi dari tindakannya.
Kedua, adanya sosialisasi di ruang-ruang publik kampus yang mengarah pada kesadaran dan tindakan Preventif. Seperti menaruh pengeras suara di kantin pada jam makan siang dengan memberitahukan untuk tidak melakukan hal-hal yang membuat tidak nyaman. Kalau kegiatan ini dilakukan, pasti semakin lama mereka akan sadar untuk tidak melakukan tindakan apapun yang mengarah pada pelecehan seksual. Lalu, kita juga bisa menempelkan quotes yang mengarah pada penyadaran tentang pelecehan di berbagai tempat seperti ruang dosen dan kantin.
Lalu, apakah UNJ bisa dikatakan sudah memberikan ruang aman?
Belum, karena masih ada kasus yang terjadi. Selain itu, masih ada juga dosen belum memahami tentang gender dan mengamini bahwa ketika perempuan mengalami pelecehan seksual, itu dikarenakan dia menggunakan pakaian terbuka. Makanya, saya juga sempat menggulirkan rencana untuk mengadakan Gender Mainstreaming ke level Mata Kuliah Umum (MKU) yang setara dengan mata kuliah agama dan pancasila, supaya tidak hanya mahasiswa saja yang melek gender tetapi dosennya juga. Selama ini, Gender Mainstreaming diberikan pada perempuan supaya mereka sadar, sedangkan data menunjukkan kalau pelaku pelecehan 80% adalah laki-laki. Karena itulah gender juga merupakan masalah bagi seorang laki-laki, bukan hanya perempuan.
Namun, walaupun begitu sekarang mahasiswa tidak perlu bingung lagi harus mengadu kemana karena sudah ada Hotline yang disediakan oleh Satgas PPKS UNJ. Tetapi, memang kalau ruang aman secara fisik di UNJ belum ada, jadi baru dibuat ruang aman digital saja.
Info terakhir tentang ruang aman secara fisik di UNJ yang saya dengar, itu dicarinya masih level rektorat. Sedangkan, kendalanya adalah kampus UNJ tersebar di berbagai tempat dan ini menyulitkan mahasiswa yang berada di luar kampus A karena mereka harus ke kampus A terlebih dulu untuk memberitahukan masalahnya.
Idealnya menurut saya memang ketika terjadi tindakan pelecehan seksual, perlu adanya pendampingan advokasi dari dosen atau psikolog secara langsung di dalam ruang secara fisik. Namun, ruang aman secara digital pun tetap mahasiswa bisa bercerita tentang apa saja karena ada pihak yang akan menindaklanjuti permasalahannya dengan serius.
Baca Juga: Catatan Kritis Penanganan Kekerasan Seksual di UNJ
Untuk dapat mencapai ruang aman, apa yang harus dilakukan?
Ruang aman itu adalah budaya dari akademik. Kita sesama dosen atau mahasiswa bisa saling menjaga dan mengingatkan. Seperti ketika melihat salah satu teman kita berbeda sikapnya, itu ditanyakan ada apa. Karena, biasanya ketika seseorang mengalami pelecehan seksual sikapnya akan berubah, entah menjadi lebih diam atau menarik diri dari lingkungan sosialnya. Selain itu, di zaman sekarang banyak dosen muda. Nah, ada baiknya jadikanlah dosen tersebut sebagai Role Model untuk menuju ke arah positif dan jangan melewati batas ke arah negatif, baik itu dari sudut pandang dosen atau mahasiswanya. Hal-hal ini mungkin terlihat sederhana tetapi bermakna. Jadi, dari tindakan saling menjaga tersebut budaya akademiknya akan baik dan kita semua akan merasa nyaman tanpa perlu takut terjadi tindakan pelecehan.
Pentingkah bagi kampus untuk menciptakan ruang aman?
Penting dan sebetulnya hal ini seperti membangun satu peradaban baru yang memang diperlukan. Dalam membangun suatu peradaban pasti membutuhkan waktu. Istilahnya, kalau anda ingin mengubah satu peradaban, maka ciptakanlah ruang aman di kampus. Karena di kampus, para mahasiswa nantinya akan lulus dan bekerja di berbagai tempat berbeda. Nah, jika mereka berasal dari kampus yang memberikan ruang aman, maka mereka pun akan menularkannya pada lingkungannya. Makanya, institusi pendidikan dianggap sebagai salah satu pilar peradaban selain agama.
Penulis: Devita Sari
Editor: Hastomo Dwi Putra