“Di belakang gedung ini tadi malam ada mayat perempuan, katanya dia perempuan gila yang tinggal di sekitar sini. Aku jadi takut!” ucapan perempuan itu membuat Joya tersadar dari lamunan. Sejujurnya Joya muak dengan perempuan sekaligus leader cleaning service tempat bekerjanya itu. Sehingga Joya hanya menanggapi dengan nada malas, “Oh begitu, kasihan sekali.”

“Pokoknya hari ini kau yang membersihkan area belakang ya. Karena penemuan mayat itu, cleaning service lain pada ketakutan,”  Joya yang tidak peduli hanya mengangguk.

Area belakang gedung nampak sepi. Tak jauh dari tempatnya berdiri, ada garis polisi di sana. Tempat itu merupakan area terakhir yang belum Joya bersihkan. Ia sudah lelah dan ingin segera pulang ke rumah, ia tidak peduli dengan mayat itu, pikirnya.

Joya mengambil satu persatu kantong sampah dan memasukkannya ke dalam tong sampah besar yang ia bawa. Namun, pada kantong sampah keempat ia menemukan sebuah buku. Buku bewarna biru laut itu menarik perhatiannya meski terlihat lusuh dan basah. Joya mengambil buku itu, dibukanya lembar pertama yang tertulis ‘Aku’ dengan tinta biru. Ia merasa penasaran, lalu ia memutuskan membawa buku itu.

Matahari mulai tenggelam, Joya berjalan menyusuri gang sempit untuk sampai ke indekosnya. Di gang itu terlihat anak-anak masih bermain, ibu-ibu menggosip sambil mencari kutu, remaja yang masih menggunakan seragam mengobrol sambil merokok, dan beberapa kesibukan lain di sana. Ia muak melihat pemandangan itu setiap hari. Namun, Joya yang bekerja sebagai cleaning service itu tidak punya pilihan untuk indekos di tempat lain. Gaji minimnya hanya bisa mencukupi jika tinggal di sana.

Joya membuka kamarnya dan langsung meluncurkan badan di kasur lipat. Tiba-tiba saja, gawai dengan layar retaknya itu berbunyi. Sontak, Joya mengangkat sebuah panggilan dari kontaknya, ‘Ibu’.

Iklan

“Kamu mau pulang kapan? Sudah dua bulan gak pulang ke rumah. Besok hari sabtu kan kamu libur, kamu bisa pulang kan?” Tanpa basa-basi, Ibunya langsung bertanya.

“Iya Bu, besok aku pasti pulang. Udah dulu ya, aku mau istirahat,” Jawab Joya sekaligus menutup panggilan.

Joya menutup matanya perlahan. Ia menenangkan pikirannya dan berniat ingin tidur. Akan tetapi, ia teringat dengan buku yang ditemukannya sore tadi. Lalu, ia mengambil buku itu dari tasnya.

Baca juga: Bunga Tidur

Buku berukuran A6 itu sudah penuh diisi tulisan bertinta biru. Joya membuka lembar demi lembar dan ia menyimpulkan kalau itu adalah sebuah buku harian. Namun, anehnya setiap lembar buku itu tertulis tanggal yang sama, 3 September 2021. Sepertinya si penulis meringkas kehidupan yang sudah dijalaninya dan ditulis pada tanggal tersebut.

Penulis itu seorang perempuan, ia menceritakan kehidupan pahitnya di sana. Di paragraf awal, tertulis “Aku perempuan, sendirian, penuh cacian. Kapan aku menemukan kebahagiaan?”. Joya semakin penasaran, ia terus membaca buku itu.

Perempuan itu lahir dari keluarga miskin, ia merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Sejak Sekolah Dasar ia tidak mempunyai teman karena sibuk membantu ibunya berjualan makanan sambil berkeliling menggunakan keranjang. Tertulis, ia tidak terpaksa melaksanakan itu, ia hanya ingin meringankan beban orang tuanya. Karena Ayahnya hanya seorang supir angkot dengan pendapatan tidak pasti.

Perempuan itu tidak terlalu pintar, tetapi ia suka membaca buku. Ayahnya gemar menyisihkan uang hanya untuk membeli buku untuknya. Seusai berjualan, ia tidak pernah absen membaca buku dan mempelajari materi yang sudah dipelajarinya di sekolah. Karena kerajinannya itu, ia berhasil masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri dengan bebas biaya.

Di sekolahnya yang baru, perempuan itu tetap tidak mempunyai teman. Ia sudah mencoba membaur bersama teman sekelasnya, tetapi ia dikucilkan. Teman-temannya menganggap perempuan itu membosankan karena isi kepalanya hanya dipenuhi buku dan membantu orang tua. Ketika teman-temannya membahas kisah asmara masa remaja, ia tidak paham rasanya. Ketika teman-temannya sepulang sekolah bermain bersama, ia sibuk berdagang. Ia merasa kesepian dan berujung menjadi pendiam.

Perempuan itu semakin sering meluapkan kesepiannya dengan membaca buku. Ia semakin jauh dari realita hidup. Ia hidup seperti robot, tidak mempunyai emosi. Kehidupan remaja baginya membosankan.

Iklan

Hingga suatu waktu, di Sekolah Menengah Atas Perempuan itu bertemu seorang laki-laki di kelasnya. Laki-laki itu memandang dirinya berbeda, ia tidak menganggap Perempuan itu membosankan. Hal tersebut membuat Perempuan itu jatuh hati padanya. Beruntung, ternyata laki-laki itu mempunyai perasaan yang sama dan berakhir mereka menjalin hubungan asmara. Setelahnya, hari-hari Perempuan itu terasa indah. Ia merasa hidupnya tidak kosong lagi, ia merasa dicintai meski banyak kekurangan.

Namun, tak seindah bayangan. Kisah asmara mereka hanya berjalan selama setahun. Hati Perempuan itu hancur berkeping-keping. Laki-laki itu meninggalkannya dan berhubungan dengan perempuan lain. Sehingga ia kembali menjadi pendiam. Ia tidak mau lagi menjalin hubungan asmara. Ia tidak mau lagi jatuh cinta. Ia takut, takut jika akan gagal lagi.

Setelah tamat sekolah, Perempuan itu berhasil masuk Perguruan Tinggi dengan beasiswa. Kedua orang tuanya sangat bangga dengannya. Namun, keadaan perekonomian keluarganya semakin memburuk. Ayahnya mulai sakit-sakitan, penghasilan berdagang Ibunya juga ikut turun. Sedangkan Adik perempuannya yang duduk di Sekolah Dasar membutuhkan uang untuk kebutuhan sekolah.

Perempuan itu banting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Setiap harinya dihabiskan untuk berkuliah dan bekerja. Pergi pagi, pulang malam. Tetapi nahasnya, ia justru dianggap perempuan tidak baik oleh para tetangga. Setiap pulang malam ia digunjing sebagai Ayam Kampus. Meski begitu, ia tetap diam dan hanya menganggap omongan itu sebagai angin lalu.

Perempuan itu berhasil lulus kuliah selama empat tahun. Setelah lulus, ia langsung mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak. Meski sekarang Ayahnya berhenti bekerja, Perempuan itu berhasil membuatkan ibunya kedai makanan. Perekonomian keluarganya berubah menjadi serba kecukupan.

Akhirnya, umur Perempuan itu sudah mencapai 31 tahun. Ia masih tidak punya teman, apalagi kekasih. Hidupnya masih saja dipenuhi dengan buku-buku. Ia selalu merasa kesepian. Meski umurnya sudah matang, ia masih saja takut untuk menikah.

Jodoh yang tak kunjung datang membuat Perempuan itu kerap digunjing orang lain. Ada anggapan karena pernah menjadi Ayam Kampus, congkak dan sombong, tidak bisa merawat diri, dan sebagainya membuat laki-laki menjauh darinya. Hal itu membuatnya sangat sakit hati. Ia lelah, mengapa semua hal yang ia lakukan selalu salah di mata orang lain. Mengapa tidak ada yang mengerti perasaannya.

Hari itu, tepat saat ia menulis tulisan ini, ia memutuskan untuk tidak membaca buku lagi dan ini akan menjadi tulisan terakhirnya. Ia membakar semua buku-buku itu, ia membuangnya. Ia tidak mau lagi sembunyi di balik buku. Ia putus asa, tidak tahu harus bagaimana. Hingga di akhir halaman buku itu, tertulis sebuah puisi.

Seorang Wanita

Selalu lari dari realita,

Haus akan ilmu

Setiap saat membaca buku.

 

Seorang Wanita

Selalu digunjing tetangga,

Wanita itu berumur matang

Namun jodoh tak kunjung datang.

 

Seorang Wanita,

Mulai putus asa

Membakar buku-bukunya.

 

Seorang Wanita,

Akhirnya gila

Lalu menghilang entah ke mana.

 

3 September 2021

 

Joya menangis membaca isi buku itu. Ia seperti sedang membaca kisah hidupnya. Sebagai anak sulung yang lahir dari keluarga miskin, ia harus banting tulang membantu keluarga. Ia juga lelah sehingga seperti hidup tanpa emosi. Ia kesepian dan hanya bisa meluapkannya dengan membaca buku atau menulis.

Setelahnya, Joya hanya bisa berdoa dan terus menguatkan dirinya. “Tuhan, jadikan aku perempuan kuat ya?”

 

Penulis: Adinda Rizki