Atraksi baku pukul manyapu tradisi Morella sebagai bentuk perlawanan serta jati diri anak negeri.

Semburat matahari petang, membasahi delapan puluh tubuh pemuda yang bertelanjang dada. Bekas-bekas sabetan sapu lidi memenuhi sekujur badan menjadi motif khas tersendiri bagi mereka. Dengan ikat kepala berwarna merah mereka bersiap memasuki gelanggang arena atraksi. Atraksi yang bernama Baku Pukul Manyapu merupakan adat dari negeri Morella yang diadakan tepat setiap tanggal 7 Syawal dalam penanggalan hijriah.

Dalam arena seluas lapangan bola kaki, berjejer para pemuda tersebut yang dibagi ke empat kelompok. Mereka saling berhadapan dengan seikat sapu lidi di tangannya. Tiupan suling pertama menjadi penanda dimulainya atraksi. Kelompok pertama dipersilahkan untuk memukul lidi terlebih dahulu. 

Lalu, terdengar tiupan suling kedua sebagai penanda pertukaran peran. Para pemukul kini menjadi yang dipukul. Begitupun tiupan suling selanjutnya, kedua kelompok tersebut secara bergantian akan menyabetkan lidi enau ke pinggang, dada, perut dan punggung lawan di hadapannya. Hingga darah mengucur dari badan para pemain atraksi dan pekikan sakit menguar dari mulut mereka.

Yusuf Mony atau kerap disapa Oyang salah satu tetua negeri Morella mengisahkan tradisi Baku Pukul Manyapu ini telah dilaksanakan sejak tahun 1646. Kapahaha pada saat itu berperan sebagai benteng pertahanan terakhir Maluku atas serbuan penjajah Belanda dengan Kapitan Telukabessy sebagai pemimpin perang. Diutuslah para Kapitan dan Malesi dari tanah Ternate, Goa hingga Mataram untuk membantu perang kapahaha.

Namun di penghujung pertahanan benteng Kapahaha, Kapitan Telukabessy dilarikan oleh Kapitan Pattinama ke benteng alaka pulau Haruku agar tidak terbunuh. Strategi ini dilakukan agar Belanda tidak menguasai Maluku seluruhnya.

Iklan

“Secara strategi kalo sampai Kapitan Telukabessy ditangkap maka selesai semua perlawanan di Maluku dalam kondisi darurat para Kapitan memutuskan beliau harus diamankan agar dapat membangun pertahanan lain,”  ujar Oyang sembari meneguk segelas kopi hitam.

Ia melanjutkan dalam kekosongan kekuasaan, istri Kapitan Telukabessy ─Putijah Leikawa Van der Hagen maju untuk memimpin perang kapahaha, akan tetapi Putijah harus gugur sebagai bunga bangsa. Benteng Kapahaha akhirnya berhasil direbut oleh Belanda kemudian menawan para Kapitan dan Malesi beserta rakyat kapahaha yang masih hidup di Teluk Sawatelu. 

Belanda mengajukan syarat pembebasan para tawanan dengan kepala Kapitan Telukabessy. Tanpa berpikir panjang Kapitan Telukabessy datang secara sukarela ke Benteng Vitoria sebagai tebusan bagi rakyatnya. Setelah itu ia dipancung kemudian ditenggelamkan dalam laut Namalatu.

Sebelum Kapitan Telukabessy menjemput ajalnya di tiang gantungan, ia memberikan pesan “Nusai kakiela kapa lima kapa yai-Meu rula molo sahi yana walia”. Pesan tersebut memiliki makna, “Tetap bertalian kemerdekaan bangsa dan tanah air serta setia kepada rakyat-Biar korban jiwa dilenyapkan bakal ada generasi mendatang”.

Satu bulan pasca pembunuhan Kapitan Telukabessy, para Kapitan dan Malesi serta rakyat kapahaha dibebaskan oleh Belanda. Setiap Kapitan dan Malesi utusan dari negeri negeri seberang harus kembali ke asal mereka. Para rakyat melepas kapal kapal para Kapitan dengan mempersembahkan nyanyian juga tarian adat bernafas perjuangan.

Pelepasan itu ditutup dengan atraksi Pukul Manyapu sebagai bentuk kesedihan serta ketidakpuasan rakyat terhadap terbunuhnya Kapitan Telukabessy. Para rakyat kapahaha saling memukul sambil berlumuran darah dan berderai air mata mengingat diri mereka sudah sepenuhnya berada dalam kekuasaan penjajah belanda. Sebelum meninggalkan Kapahaha para Kapitan dan Malesi memberikan gelar Hausihu dengan makna kobaran api perjuangan.

Dengan semangat Kapitan Telukabessy melawan penjajah para anak negeri Morella ingin terus mengingat perjuangan beliau. Malik Latukau sebagai pemain atraksi meyakini baku pukul manyapu merupakan jati diri anak negeri Morella. Ia ingin memperlihatkan kepada khalayak tentang Morella sebagai negeri yang tidak mudah ditindas juga memiliki semangat perlawanan. 

“Dengan adat Baku Pukul Manyapu ini beta ingin tunjukkan jati diri anak negeri Morella dan membuktikan bahwa Morella adalah negeri yang kuat,” ucap Latukau bersemangat.

Penulis : Annisa Inayatullah

Editor  : Laila 

Iklan