Jumlah penerima bantuan UKT mengalami kemerosotan drastis tiap semesternya. Kampus berdalih keadaan ekonomi telah membaik sehingga keringanan UKT tidak seharusnya diberikan lagi.
Selama dua tahun belakangan, kampus rutin memberitahukan kepada mahasiswanya perihal kabar keringanan UKT. Lewat Peraturan Rektor (Pertor) Nomor 9 Tahun 2020, kampus menetapkan keringanan UKT berupa pembebasan sementara, pengurangan, perubahan golongan, pengangsuran, dan penundaan pembayaran. Aturan tersebut juga mensyaratkan keringanan UKT hanya untuk mereka yang mengalami kemerosotan finansial akibat pandemi.
Namun berbeda di semester 118 ini, kabar keringanan UKT hanya sayup-sayup saja terdengar. Minimnya informasi tersebut berimbas pada kebingungan mahasiswa. Salah satunya Dasilva Azka Nabila, mahasiswi Prodi Biologi 2021. Meski dirinya telah mencoba bertanya ke beberapa pihak, ia masih belum menemukan informasi yang pasti terkait keringanan UKT.
“Simpang siur banget informasinya. Dicari kemana-mana malah jadi bingung, padahal masih butuh banget keringanan buat semester ini,” ungkap Dasilva saat diwawancarai tim Didaktika pada Senin, (23/1/2023).
Kebingungan serupa juga turut dirasakan mahasiswa di Fakultas Bahasa dan Seni. Dymas Albrian dari Pendidikan Bahasa Jerman, mengaku tidak mendapat informasi apapun mengenai keringanan UKT. Ia bahkan tidak mempunyai bayangan bagaimana alur keringanan dan pihak mana yang harus dikunjunginya untuk mengurus hal itu.
Seolah disengaja, kampus seakan menutup-nutupi informasi adanya keringanan di semester ini. Terlihat pula lewat sikap kampus yang mepet dalam memberikan informasi, serta tenggat pengumpulan syarat keringanan UKT. Pada semester 118, pengajuan keringanan hanya diberikan batas waktu dua hari sejak awal diberikannya pemberitahuan.
Baca Juga: Harap Cemas, Mahasiswa Menanti Kabar Keringanan UKT
Ketertutupan informasi oleh pihak kampus dibenarkan Dio—bukan nama sebenarnya—salah satu anggota BEM FIS bagian Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa. Ia mengungkapkan, “Pengajuan keringanan ini dibuat tertutup, kecuali untuk pengurangan UKT 50% bagi mahasiswa semester delapan ke atas,” ungkapnya.
Dalih Pemulihan Ekonomi
Dalam perjalanannya, penerima bantuan keringanan UKT di UNJ terus alami kemerosotan. Pada berita Didaktika “Syarat Baru Pembebasan UKT UNJ, Mahasiswa Terbebani” penerima keringanan UKT di semester 116 berjumlah 6.021 mahasiswa.
Jumlah barusan terbagi ke dalam beberapa kelompok. Pembebasan sementara diterima oleh 586 mahasiswa. Kemudian pengurangan pembayaran sejumlah 1174 mahasiswa, disusul pengangsuran berjumlah 765, penundaan berjumlah 295, dan terakhir perubahan UKT dengan penerimaan 110 mahasiswa. Sedangkan sisanya menerima pemotongan UKT 50% bagi mahasiswa skripsi.
Hal di atas berbarengan dengan pengetatan syarat keringanan UKT oleh pihak kampus. Misal untuk pembebasan sementara hanya diberikan untuk mereka yang orang tuanya meninggal. Sehingga menyebabkan beberapa mahasiswa mengalami penolakan atau dialihkan ke jenis keringanan lain.
Pada semester 117, seperti yang dikutip dari Keputusan Rektor Universitas Negeri Jakarta Nomor 907/UN39/HK.02/2022 penerima keringanan UKT berjumlah 1.900 mahasiswa. Dengan penerima pembebasan UKT sejumlah 40 mahasiswa, disusul dengan pengurangan UKT sejumlah 102 mahasiswa, dan perubahan kelompok UKT dengan jumlah 78 mahasiswa.
Adapun, pada semester 117 kebanyakan bantuan keringanan dialihkan ke penundaan pembayaran dan pembayaran UKT secara mengangsur. Pada kategori penundaan terdapat 1219 mahasiswa, angka tersebut merupakan yang terbesar, mencakup 63 persen pengaju keringanan. Sementara keringanan jenis angsuran berada di posisi berikutnya dengan angka 461 mahasiswa.
Bila dilihat dari rincian data di atas, terdapat penurunan lebih dari 200% antara semester 116 dengan semester 117. Persentase penerima dari jenis keringanannya pun berubah, di mana saat 116 didominasi oleh kategori pengurangan, pada semester 117 justru didominasi penundaan pembayaran.
Sementara di semester 118, keringanan UKT yang dilakukan secara tertutup, menyebabkan penurunan penerimaan bantuan. Terhitung bantuan keringanan hanya diterima 520 mahasiswa. Angka tersebut turun hampir 4 kali lipat dibanding semester 117. Proporsi keringanan yang didapat pun hanya diutamakan untuk kategori penundaan dan pengangsuran, yang notabenenya sama sekali tidak mengurangi beban UKT mahasiswa.
Terlihat dari SK Nomor 525/UN39/HK.02/2023, 72 persen dari penerima bantuan berada pada kategori penundaan pembayaran. Disusul dengan kategori pembayaran secara mengangsur dengan persentase 17 persen. Sementara kategori perubahan kelompok hanya berada di angka 7 persen. Di posisi terakhir adalah pembebasan dan pengurangan UKT yang bila disatukan hanya berada di angka 4 persen.
Adanya penurunan persentase penerima dari tahun ke tahun tersebut diamini oleh Achmad Fauzi, staf Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan. Baginya, hal ini didasari pertimbangan situasi perekonomian nasional yang telah pulih dari pandemi. Sehingga pihak kampus melakukan pengetatan persyaratan penerima bantuan keringanan UKT.
Baginya, mahasiswa yang telah menerima keringanan berupa pembebasan pada semester lalu dianggapnya telah pulih secara finansial, dan keluarganya dapat kembali membiayai seperti sedia kala. “Kami sudah berikan keringanan sejak awal pandemi, masa sampai sekarang belum pulih?” ucapnya.
Pemerintah, lanjut Fauzi, juga telah mencabut keadaan darurat (PPKM) yang melandasi adanya bantuan keringanan. Sehingga kampus tidak wajib memberikan bantuan keringanan. “Kampus masih baik mau memberikan bantuan keringanan,” ungkapnya saat ditemui di Kantor Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan pada Kamis, (19/1/2023).
Perihal persyaratan, Fauzi mendefinisikan kesulitan ekonomi pada Pertor Nomor 9 Tahun 2020 dengan kriteria meninggalnya orang tua atau wali pailit. Bila kondisi di luar itu dapat dimasukkan ke kategori keringanan yang lain. “Kalau misal PHK kita kasihnya pengurangan UKT (50%), karena (orang tua) masih bisa cari kerja kan?,” ucap Fauzi.
Kontras dengan pernyataan Fauzi, dalam kesaksiannya Elvina Iryuanita, mahasiswa Pendidikan Ekonomi Tahun 2020 mengatakan kondisi perekonomian keluarganya belum sepenuhnya pulih. Namun, keringanan UKT yang diterimanya hanya berupa pengangsuran pembayaran.
“Kondisi orang tua sudah tidak ada penghasilan sejak satu tahun terakhir. Saya pikir kondisi tersebut sudah layak diberikan pembebasan sementara, ternyata hanya pencicilan” ungkap Elvina saat diwawancarai via Whatsapp pada Senin, (15/1/2023).
Meski dengan berat hati Elvina pun terpaksa melanjutkan kuliahnya. Mengingat dirinya sudah cuti selama dua semester. Hal barusan membuat dirinya tidak mungkin melanjutkan cutinya lagi. Cicilan UKT sebesar 4,9 juta pun mau tak mau ia bayarkan. “Untuk keluarga yang tidak punya pendapatan, jelas jumlah demikian itu memberatkan,” tutup Elvina.
Selain itu, Dasilva menyarankan kampus agar selalu update mengenai kondisi ekonomi mahasiswa. Bagi Dasilva yang keadaan ekonominya masih terseok-seok akibat tulang punggung keluarganya sudah tidak bekerja, tentu memberatkan bila dirinya tidak mendapatkan keringanan UKT.
“Keadaan ekonomi mahasiswa sejak masuk sampai lulus tidak selamanya sama, kampus harus ada pembaharuan data,” tandas Dasilva.
Penulis: Izam Komaruzaman, dan Zahra Pramuningtyas
Editor: Abdul