Proyek pembangunan NCICD, JSS IPAL, dan sutet membuat warga Blok Eceng harus direlokasi. Sayangnya, Pemprov DKI tidak memberikan informasi spesifik soal relokasi.
Sejak 2015, National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau Proyek Tanggul Pantai Jakarta menjadi salah satu Rencana Strategis Nasional yang dikepalai Pemprov DKI Jakarta. Targetnya proyek ini akan rampung 2024 mendatang. Salah satu lokasi yang disasar dalam pembangunan ini adalah Muara Angke, Jakarta Utara.
Di samping itu, Muara Angke juga menghadapi berbagai proyek lain, khususnya di Blok Eceng, RT 012/RW 022. Proyek tersebut adalah dibangunnya Jakarta sewerage system (JSS) atau instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) di dekat Waduk Muara Angke oleh Dinas Sumber Daya Air Jakarta, serta pemasangan saluran listrik udara atau sutet dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Ketua RT 012 Blok Eceng, Juairiah, mengatakan kalau proyek pembangunan masih terhambat sebab belum tercapai kesepakatan antara warga dengan Pemprov DKI dan PLN. Dari tahun 2019 hingga 20 Januari 2023, Pemprov DKI dan PLN telah menyediakan wadah diskusi bersama warga, guna membahas soal pendataan serta pengukuran bangunan dan wilayah. Tetapi dari keseluruhan forum tersebut, warga bulat suara menolak.
Baca juga: Warga Marunda Desak Dinas LH Tuntaskan Debu Batubara
“Terakhir warga sempat dapat undangan tanpa lampiran dari kelurahan, ternyata kami harus berhadapan dengan berbagai jajaran pemerintahan, mulai dari Dinas Pertanahan hingga UP3 PLN. Mereka meminta kepastian waktu soal pendataan rumah dan wilayah. Waktu itu, saya yang mewakili warga mengajukan agar ditunda dulu,” ujar Juariah, Kamis (9/3).
Penolakan warga berupa penundaan pendataan wilayah dan rumah dikarenakan Pemprov DKI yang tidak memberikan informasi spesifik terkait relokasi ke rusun. Ketidakjelasan tersebut membuat warga cemas, sebab warga rentan mengalami penggusuran paksa dan dipindahkan ke rusun yang tidak layak.
“Warga sering bertanya soal relokasi. Tapi saya menjawab, menunggu agenda selanjutnya dari pemerintah dan jalani kehidupan seperti biasa,” tuturnya.
Ketua Koperasi Nelayan, Muslimin, mengatakan kalau perencanaan pembangunan rusun oleh Pemprov DKI tidak menyelesaikan solusi perpindahan. Baginya, pembangunan model rusun dapat menyebabkan masalah kebersihan.
“Persoalannya adalah mayoritas warga di sini bekerja sebagai nelayan, perpindahan ke rusun akan menimbulkan masalah kebersihan. Hal itu dikarenakan model rusun yang tertutup sehingga menjebak bau ikan. Belum lagi, mobilitas relokasi warga ke rusun, bisa saja jauh dari laut,” katanya.
Warga mengusulkan cara lain, yaitu mengadakan konsolidasi tanah. Warga menyepakati sebuah rancangan tempat tinggal untuk menggantikan wacana relokasi ke rusun, yaitu memaksimalkan lahan sempit sebagai lahan pembangunan rumah tapak.
Konsolidasi tanah warga Blok Eceng pun sempat disorot Pemprov DKI dan hampir menuai kesepakatan. Sayangnya, karena terdapat pergantian Gubernur DKI Jakarta wacana konsolidasi tanah yang telah dibangun warga pun mangkir.
Muslimin hanya bisa berharap pemerintah kembali mendengarkan aspirasi warga kembali. Warga Blok Eceng sendiri tidak menolak pembangunan-pembangunan dari pemerintah. Asalkan, pemerintah memiliki kejelasan terkait pemindahan, mendengarkan masukan warga, dan tidak melanggar hak hidup warga.
“Pemerintah jangan main asal ukur wilayah dan rumah, coba pertimbangkan masukan warga kembali. Dari Reforma Agraria ini, nantinya warga dapat sertifikat komunal. Jadinya pemukiman ini aman, terhindar dari penjualan atau penggusuran. Sekarang rakyat gak pernah diajak ngomong lagi, gimana kami mau dapat keterbukaan informasi?”, pungkasnya.
Reporter/Penulis: Arrneto Bayliss
Editor: Ezra Hanif