Kampung Sawah yang dijuluki sebagai segitiga emas selalu konsisten menjaga kehidupan rukun turun-temurun.

Kampung Sawah merupakan sebuah kampung di Kota Bekasi yang dijuluki segitiga emas karena terdapat tiga rumah ibadah yang letaknya saling berdekatan. Tiga rumah ibadah tersebut adalah Gereja Katolik Santo Servatius, Gereja Kristen Pasundan, dan Masjid Al Jauhar Yasfi.

Tokoh masyarakat setempat, Richardus Jacobus Napiun, menceritakan sebenarnya Kampung Sawah memiliki sejarah panjang terkait hidup toleransi karena sudah dijalankan sejak dahulu dan diwarisi turun temurun. Paling tidak, menurutnya dua faktor utama kuatnya toleransi di Kampung Sawah adalah hubungan persaudaraan dan warisan nenek moyang. 

Kurang lebih terdapat 70 marga yang terdata di Kampung Sawah. Sistem marga di kampung ini tidak berbeda dengan sistem marga pada umumnya seperti di suku Batak, suku Ambon, dan lainnya. Marga-marga mengikat warga dalam kekerabatan. Hubungan kekerabatan inilah yang memperkuat kerukunan di kampung ini.

“Persaudaraan kita itu bukan sebatas sama-sama keturunan Adam, tapi kita betul-betul saudara sedarah, sehingga ada hal-hal apapun bisa didiskusikan di tingkat marga,” ungkap pria yang kerap disapa Jacob itu. 

Kehidupan toleransi di Kampung Sawah merupakan warisan nenek moyang yang diwariskan turun temurun dan harus dijaga. Upaya-upaya dalam menjaga dilakukan toleransi pun selalu dilakukan oleh berbagai pihak.

Iklan

Baca juga: Pangestu: Memahami Keberagaman Melalui Olahrasa

Wakil Ketua Paroki Harian II Gereja Santo Servatius, Lorensius Hari Wibowo menjelaskan bahwasannya gereja selalu memiliki agenda yang melibatkan diri dan ambil peran untuk masyarakat. Kegiatan itu antara lain donor darah, bakti sosial (baksos), membagikan makanan berbuka terutama untuk pekerja di sektor informal, dan bekerja sama dengan Yayasan Buddha Tzu Chi untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis. Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya menjaga toleransi Kampung Sawah.

“Kami memperhatikan kelompok masyarakat yang termasuk KMLTD, yaitu kecil, miskin, lemah, tertindas, dan difabel. Tentunya kita bekerjasama dengan pengurus RT setempat untuk memberikan data penduduk tersebut pada kita,” jelasnya.

Pendeta Jemaat GKP Dina Esterina menambahkan bahwa GKP turut serta melakukan kegiatan bersama masyarakat Kampung Sawah. Ia menilai forum-forum masyarakat di kampung ini sangat kuat dan anak-anak muda juga sangat aktif untuk membangun kebersamaan dan berkomitmen untuk tetap bersama menangkal radikalisme.

“Jadi kita coba kembangkan untuk tetap pertahankan dan bisa menularkan semangat kampung persaudaraan ini ke daerah-daerah yang lain,” tutur Dina.

Sejalan dengan Pendeta Dina, Pimpinan Pondok Pesantren Fisabilillah Yasfi K.H. Rahmaddin Afif juga mengatakan tokoh-tokoh agama sering mengunjungi satu sama lain apabila diundang oleh agama lain ketika ada acara. Misalnya saja, pihak masjid mengundang tokoh agama Protestan dan Katolik untuk menghadiri syukuran atau Gereja Santo Servatius yang mengundang tokoh agama Islam dan Protestan untuk acara sedekah bumi setiap tahunnya.

Selain itu, dengan adanya Forum Umat Beragama (FUB) di Kampung Sawah juga mempersatukan masyarakat dari berbagai elemen dan agama untuk kumpul bersama. Mulai dari umat agama Islam, Kristen, hingga Katolik juga ikut serta untuk mendiskusikan isu-isu yang terjadi.

“Sekali-sekali kita ngeriung kumpul mungkin ada yang memperbincangkan masalah-masalah dan solusi,” jelasnya.

Meski Kampung Sawah selalu hidup rukun dan harmonis, namun Kota Bekasi pernah dinobatkan sebagai kota intoleran. Dilansir dari kotatoleran.id, SETARA Institute menyelenggarakan survei kota toleran dan kota intoleran. Pada tahun 2015 Kota Bekasi termasuk dalam daftar kota intoleran. 

Konsistensi dan kontribusi Kampung Sawah terhadap Kota Bekasi pun akhirnya membuahkan hasil ketika Kota Bekasi menempati posisi ke enam sebagai kota toleran tahun 2018. Prestasi ini terus dijaga sampai akhirnya Kota Bekasi meraih kota toleran nomor tiga tahun 2022. 

Iklan

Baik pemuka agama maupun tokoh masyarakat Kampung Sawah mengharapkan yang terbaik bagi Kota Bekasi, terutama Kampung Sawah sendiri untuk tetap konsisten berkontribusi untuk Kota Bekasi sebagai kampung dengan kerukunan antarumat beragama yang kuat.

“Kami tetap berusaha untuk membantu Kota Bekasi supaya tetap jadi kota toleran. Mudah-mudahan juga tempat lain juga berusaha untuk itu. Tapi yang pasti kami tidak akan pernah berhenti untuk mempertahankan apa yang sudah diraih,” tutup Pak Jacob.

Penulis/ Reporter: Syiva Khairinissa

Editor: Syifa Nabila