Masa pandemi COVID-19 dihadapi dengan getir oleh pekerja di PT. VIVA Media Baru (VIVA Networks). Pasalnya, mereka berhadapan dengan gaji yang tidak kunjung dibayarkan oleh pihak perusahaan.

Hal itu berawal dari pengumuman pertama dari pihak manajemen yang disampaikan pada Kamis (26/3). Dalam pengumuman tersebut, gaji untuk Maret akan dibayarkan oleh perusahaan antara Selasa (31/3) atau Rabu (1/4). Biasanya, perusahaan menggaji pekerjanya setiap tanggal 29. Alasannya, dana dari pihak ketiga untuk gaji pekerja terlambat masuk.

Namun, perusahaan tidak dapat menepati janjinya hingga Selasa (31/3). Para pekerja VIVA Networks masih belum menerima gaji untuk bulan Maret. Melalui pengumuman, kali ini perusahaan berjanji akan membayar gaji pekerjanya pada Selasa (7/4) mendatang.

Endah Lismartini, salah satu anggota Solidaritas Pekerja VIVA (SPV) membenarkan pengumuman tersebut. Menurutnya, sudah berulang kali perusahaan membayar telat gaji pekerjanya dalam rentang satu tahun ini. “SPV sering memberikan surat teguran kepada perusahaan, nyatanya tak ditindaklanjuti oleh mereka,” ucapnya kepada Tim DIDAKTIKA via WhatsApp. Situasi itu menyebabkan Endah dan kawan-kawan pekerja VIVA Networks mendirikan SPV pada Juli 2019 untuk menuntut perusahan membayar gaji tepat waktu.

Dalam rilis pers yang dibuat oleh SPV pada Sabtu (3/4), VIVA Networks sering kali tak membayar denda keterlambatan gaji. Setyo menanggapi hal ini dengan menyatakan bahwa perusahaannya melanggar Pasal 55 PP tentang Pengupahan. Isinya mengatur denda sebesar 5 persen kepada perusahaan untuk keterlambatan gaji.

Keterlambatan pemberian gaji ini membuat para pekerja di VIVA terpaksa berhutang atau memakai tabungan pribadi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk juga dengan membeli pulsa internet demi memenuhi target berita yang dicanangkan perusahaan.

Iklan

Hal ini ditanggapi oleh Setyo A. Saputro, Ketua SPV. Ia sendiri mengaku kesal menghadapi keterlambatan pemberian gaji ini. “Kalau kondisinya begini, bagaimana kami bisa bekerja di rumah dengan tenang? Kami ingin kerja, kok malah dikerjain?” tegasnya. Ia juga menambahkan bahwa kawan-kawannya di VIVA Networks juga mengalami hal serupa.

Karena keterlambatan gaji yang berulang kali ini, SPV berkonsultasi ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers untuk menyikapi situasi keterlambatan gaji.

“Dalam proses ini kami sedang berkonsultasi dengan LBH Pers menyikapi keterlambatan gaji yang berulang. Namun, untuk membawa kasus ini lewat jalur hukum, kami masih mempertimbangkannya. Kami sadar bahwa menempuh jalur hukum membutuhkan waktu yang panjang,” lanjut Endah.

Selain itu, hak pekerja yang juga diabaikan oleh VIVA Networks terkait dengan BPJS. Setyo menuturkan bahwa BPJS pekerja belum dibayarkan oleh perusahaan sejak Juli 2018.

“Kami berusaha menjadi mitra bagi perusahaan dan berusaha menjalin hubungan baik. Nyatanya kami malah diabaikan oleh perusahaan. Termasuk BPJS kami belum dibayarkan sampai saat ini,” tegasnya.

Senada dengan Setyo, Fildza Izzati dari SINDIKASI ketika ditemui oleh Tim DIDAKTIKA di acara International Women’s Day (8/3/2020) mengomentari situasi pekerja media. Menurutnya, perusahaan sering kali mengabaikan kepentingan pekerjanya. “Harusnya perusahaan melindungi pekerjanya. Ada kok dalam regulasi (PP Pengupahan -red). Nyatanya tuntutan pekerja soal upah malah diabaikan,” tuturnya.

Penulis/Reporter: M. Rizky Suryana

Editor: Hastomo Dwi P.