Forum Militan dan Independen Universitas Negeri Jakarta (FMI UNJ) mengadakan mimbar bebas untuk mahasiswa, dosen dan karyawan (24/5). Rencananya mimbar bebas dilaksanakan di Tugu UNJ. Namun karena digunakan untuk kegiatan salah satu program studi, mimbar dipindahkan ke Teater Terbuka.
Mimbar bebas ini merupakan tindak lanjut dari konsolidasi sebelumnya, Rabu (17/5) yang dihadiri oleh mahasiswa, dosen serta karyawan. Hari itu pula terbentuklah FMI UNJ atas keresahan tiga elemen tersebut terkait beragam permasalahan kampus UNJ. Dirumuskan pula delapan isu yang akan ditelusuri dan diangkat.
Delapan isu itu ialah: Demokrasi Kampus; Sarana dan Prasarana; Uang Kuliah Tunggal (UKT); Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN); Kesejahteraan Karyawan; Masa Pengenalan Akademik (MPA); Transparansi dan Anggaran; serta Tata Kelola Kampus.
Ahmad Firdaus, mahasiswa prodi Sosiologi Pembangunan ini mengkritik sistem kampus yang sentralistik dan terpusat. Dimana dalam hal ini rektor mengangkat kepala prodi sesuai dengan keinginannya. Selain itu tindakan rektor melaporkan dosen ke polisi ketika melakukan kritik dinilai tidak demokratis. “Tindakan rektor dengan mudahnya melaporkan ke polisi dan memecat dosen-dosen ketika melakukan kritik bukanlah cerminan demokrasi,” serunya di hadapan peserta mimbar.
Hal senada juga disuarakan Andika Baehaqi yang akrab disapa Abay. Ia mengatakan jika di UNJ, seluruh elemen kampus belum merasakan demokrasi. “Demokrasi kampus belum tercipta, kita masih dikekang aktivitasnya oleh kampus,” ujar mahasiswa prodi Pendidikan Sejarah ini.
Selain itu Abay mempertanyakan bagaimana proses penentuan UKT. Seperti penentuan UKT pada tahun 2012 dimana semua mahasiswa baru disamakan UKT-nya menjadi 2,4 juta. UKT yang seharusnya berlaku tahun 2013, di UNJ justru sudah diberlakukan sejak 2012. UKT 2012 itu tidak demokratis karena diputuskan sepihak oleh kampus. “Seharusnya mahasiswa dilibatkan,” tegasnya. Hal inipun masih terjadi sampai sekarang, dimana mahasiswa tidak memiliki andil dalam kebijakan kampus.
Mimbar ini juga dihadiri oleh dosen yang turut berorasi. Ubedilah Badrun, dosen Fakultas Ilmu Sosial ini mengatakan keterlibatan dosen dalam FMI UNJ ingin menolak penguasa yang otoriter. Menurutnya FMI UNJ bukan gerakan kepentingan kelompok, gerakan ini hadir untuk memperbaiki UNJ. “Tapi rezim ini takut pada fakta-fakta karena takut kehilangan kekuasan. Apa yang dilakukan dosen bukan tindakan kriminal,” kata Ubedilah dengan lantang.
Dosen lainnya juga ikut hadir dalam mimbar bebas ini. Salah satunya Muhammad Yusron, dosen Fakultas Teknik. “Saya sudah diperiksa tanggal 30 Maret. Kehadiran saya untuk perbaikan dan perubahan kampus,” jelas Yusron. Ia dan Ubedilah termasuk dosen yang dipanggil polisi terkait pencemaran nama baik rektor.
Selain itu, keburukan sistem outsourching juga dialami oleh para karyawan UNJ. Salah satunya di bidang kebersihan yang bekerja sama dengan PT FAPI. Diwakili oleh M. Hafizh yang melakukan penelusuran, karyawan ini mengaku hanya digaji sebesar 1,5 juta perbulan. Padahal angka yang tertera di MoU antara PT FAPI dengan karyawan ialah sebesar 1,7 juta perbulan. Saat ditemui oleh mahasiswa prodi Pendidikan Matematika ini, PT FAPI mengaku bahwa besaran gaji tersebut menyesuaikan anggaran yang diberikan pihak UNJ.
Naswati