JAKARTA, DIDAKTIKA- Pada Jumat (6/9/2019), bersamaan dengan penutupan kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB), Forum Korban Penggusuran Bekasi (FKPB) beserta Forum Peduli Literasi melakukan aksi di Plaza Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Aksi tersebut merupakan kesekian kalinya, setelah sudah melakukan kurang lebih 38 kali aksi setelah tiga tahun peristiwa penggusuran Pekayon-Bekasi.

Sejak diratakannya pemukiman warga pada  25 Oktober 2016, pihak Pemerintah Kota Bekasi tidak pernah memberikan ganti-untung maupun tempat tinggal baru bagi warga yang kehilangan tempat tinggalnya. Sehingga, warga mengalami kerugian baik meteril maupun secara moril.

Berjalannya aksi diisi dengan orasi-orasi  yang merupakan bentuk kampanye terhadap keprihatinan warga korban penggusuran terhadap masyarakat luas. Selain itu, dalam aksi tersebut diadakan lapak baca gratis bagi masyarakat UNJ. Turut serta juga masyarakat korban penggusuran yang menjadi aktor penting dalam berjalannya aksi.

Alasan dipilihnya UNJ menjadi tempat aksi dikarenakan perguruan tinggi menjadi ruang terbuka untuk bersuara. Selain itu, perguruan tinggi yang diharuskan untuk merefleksikan ajaran Tri Dharma Perguruan Tinggi menjadi nilai penting dalam perannya membangun dan mendidik masyarakat.

Sangaji, pendamping korban penggusuran berpendapat, “perguruan tinggi seharusnya membentuk moral mahasiswa untuk perduli terhadap persoalan-persoalan dalam masyarakat, salah satunya praktik penggusuran (pekayon).” Ia menambahkan, dalam pelaksanaan aksi di lingkungan UNJ diharapkan dapat menyadarkan masyarakat, khususnya mahasiswa yang  menjadi harapan untuk berperan menyelesaian persoalan-persoalan di masyarakat.

Aksi ini tidak hanya dilakukan di UNJ saja. Kedepannya akan dilaksanakan di berbagai kampus di wilayah Jakarta dan Bekasi. “Untuk Jakarta, kita memilih Universitas Esa Unggul, lalu di Bekasi ada Universitas Islam 45, Universitas Bhayangkara, dan lain-lain”, ucap Sangaji. Alasan dipilihnya kampus-kampus di wilayah Jakarta-Bekasi karena dianggap strategis, untuk mengajak mahasiswa lainnya agar sadar terhadap polemik yang dialami masyarakat korban penggusuran.

Iklan

“Kita disini memberikan kabar bagi mahasiswa disini agar sadar terhadap persoalan penggusuran masyarakat Pekayon” kata Tumangor, salah seorang warga korban gusuran Pekayon. Tumangor merupakan salah satu dari korban gusuran yang mengisi aksi FKPB di UNJ. Ia menambahkan, “Saya menginginkan mahasiswa terutama di UNJ untuk peka terhadap realitas ketidakadilan di masyarakat, apalagi kampus menjadi lembaga pembentuk mahasiswa yang menjunjung tinggi Tri Dharma Perguruan Tinggi,” ujar pria purnawirawan polisi itu.

Mulanya, aksi berjalan dengan lancar dan diperhatikan banyak mahasiswa. Lalu berjalannya aksi diwarnai dengan kehadiran pihak birokrat UNJ yang mencoba membubarkan kegiatan aksi. Pihak birokrat menilai, aksi yang sedang berlangsung memicu rasa kurang nyaman masyarakat kampus, juga tidak ada izin diselenggarakannya aksi. “Seharusnya bila mau mengadakan seperti ini (aksi) harus ada izin resminya dong, hormati tuan rumah,” ucap Uded Darussalam, selaku perwakilan birokrat kampus. Tindakan represif yang dilakukan pihak birokrat pun menghasilkan adu argumen dengan perserta aksi.  Hal tersebut akhirnya,  menjadi tontonan mahasiswa sekitar.

Melihat kejadian tersebut Sangaji berpendapat, “Seharusnya pihak birokrat kampus jangan gusar bahkan meng-inferioritaskan kegiatan ini yang mengakibatkan ketidakpekaan mahasiswa terhadap persoalan di masyarakat,”. Ia menambahkan, perlakuan pihak rektorat sangatlah tidak terpuji dan mencoreng marwah perguruan tinggi. “Karena kampus harusnya menjadi ruang aspirasi masyarakat untuk diserap oleh mahasiswa yang nantinya menjadi penyambung lidah masyarakat,” ucap Sangaji.

Senada dengan Sangaji, Sonang Harahap, korban penggusuran sekaligus peserta aksi mengatakan, “Seharusnya pihak kampus berterimakasih dengan kegiatan kita hari ini, kita turut membantu membuka kesadaran mahasiswa disini untuk mengetahui realitas masyarakat,” pungkasnya.

Pada akhirnya, pihak kampus membiarkan aksi tetap berjalan. Peserta aksi pun kembali melanjutkan orasi-orasi sembari membentangkan banner bertuliskan “Masih banyak yang harus dibantu! Jangan hanya paham teori! RAKYAT bantu RAKYAT!”.

Penulis/Reporter: Fahmi Ramdhani

Editor: Uly Mega S.