Keberadaan fasilitas penunjang kegiatan mahasiswa di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) terlihat kurang memadai. Mahasiswa merasa kesulitan untuk memaksimalkan beragam kegiatan yang dilakukan.

Seperti yang diungkapkan oleh Yudanio Yaka Nalendra, mahasiswa Seni Rupa 2015. Ia mengungkapkan bahwa perlu adanya pengaktifan kembali studio fotografi di jurusan seni rupa. “Untuk lab fotografi sampai saat ini belum terpenuhi,” ujarnya.

Mengenai penyelenggaraan pameran seni pun, Yudanio menjelaskan, bahwa ia tidak menemukan tempat yang strategis di dalam kampus untuk memamerkan karya seni mahasiswa. Maka tidak jarang mahasiswa memutuskan untuk menyewa tempat di luar kampus dan menjadikan galeri yang terdapat di Gedung Dewi Sartika sebagai pilihan terakhir.

Keresahan akan kebutuhan ruang pementasan yang memadai juga diungkapkan oleh ketua komunitas teater Bengkel Sastra, Tiyas Puspita Sari, ia merasa seharusnya sudah saatnya UNJ memiliki gedung teater yang memadai, apalagi jika melihat bahwa di UNJ sendiri memiliki empat komunitas teater. “Kalau begitu paling tidak UNJ sendiri ada empat pementasan di tiap tahunnya.”

            Tidak berbeda dengan Tiyas, keresahan yang sama dituturkan oleh Putri Muthya selaku ketua komunitas Theater of English Departement, “Kalau untuk gedung masih bisa dimaklumi lah, tapi untuk ruangan memadai semacam gedung pertunjukan jelas butuh.” Ia juga menerangkan bahwa komunitasnya selama ini selalu membuat pentas di luar kampus, sebab ruang pertunjukan yang disediakan oleh pihak kampus dirasa kurang memadai.

Iklan

Irsyad Ridho, Dosen Prodi Sastra Indonesia mengungkapkan, tidak adanya gedung pertunjukan yang memadai untuk mahasiswa FBS membuat mereka kesulitan untuk mengembangkan bakat mereka. Padahal, menurut Irsyad, kualitas mahasiswa FBS mampu bersaing dengan mahasiswa di luar UNJ. Pengadaan teater pertunjukan dan fasilitas penunjang lainnya seharusnya dapat dipenuhi secara maksimal oleh pihak kampus. Irsyad berujar, “Seperti aula Latief, Maftuchah, dan aula Sertifikasi Guru., semua terasa nanggung-nanggung.”

            Sebenarnya UNJ secara keseluruhan bukannya tidak memiliki gedung pertunjukan sama sekali. Irsyad Ridho berujar, “Dulu ada beberapa gedung pertunjukan, yang sekarang menjadi gedung sertifikasi guru itu namanya aula besar, namun di sana terjadi kebakaran karena kesalahan teknis ketika mahasiswa teknik praktek. Lalu, ada teater sastra, yang sekarang menjadi Masjid Alumni (Nurul Irfan). Gedungnya semacam bioskop.”

Dampak dari tidak adanya gedung  pertunjukan tersebut menyebabkan agenda kesenian beberapa kali terlihat tersebar pada ruang-ruang yang terkesan dipaksakan. Seperti di pendopo jurusan seni musik, aula gedung S, aula Latief Hendranigrat, aula Machtufah Yusuf  bahkan Plaza UNJ.

Chasin Amrina, salah satu anggota komunitas Teater Bengkel Sastra berpendapat,  untuk sebuah pertunjukan, aula gedung S dirasa belum mumpuni. Selain panggungnya yang kecil, kapasitas untuk penonton juga sangat terbatas. “Tempatnya pengap, terlihat memaksakan untuk para penonton,” pungkas Chasin

      Robi Maulana, mahasiswa Pendidikan Seni Tari 2017 mengungkapkan keluh kesahnya tentang studio tari yang dianggapnya masih kurang dari segi kuantitasnya. Untuk keperluan mata kuliah tertentu ia dan teman-temannya harus menyewa studio tari di luar kampus.

            Saat ditemui (28/3/2019), Prasetyo Wibowo, staf Wakil Rektor III, mengungkapkan bahwa untuk pengadaan lab ataupun gedung pertunjukam di setiap fakultas, termasuk FBS, memerlukan dana yang tidak sedikit. Ia menambahkan, dana untuk pengadaan sebetulnya sudah dialokasikan ke masing-masing fakultas, sementara untuk penggunaannya menjadi wewenang fakultas.

Menanggapi keluhan mahasiswa yang pernah menyewa studio untuk keperluan pertunjukkan, Prasetyo menganggap hal itu sebagai suatu kelumrahan. Sebab menurutnya, hal tersebut akan mempermudah mahasiswa untuk memperkenalkan komunitas mereka.

Berbeda dengan pernyataan Prasetyo di atas, Wakil Dekan II FBS Dian Herawati menyatakan bahwa perencanaan untuk pembangunan berupa gedung baru hingga fasilitas penunjang, seperti gedung pertunjukan dan galeri kesenian telah dimulai sejak 2015. Namun, sampai sekarang belum dapat terealisasi.

Dian juga menuturkan kalau gedung-gedung di FBS memerlukan perbaikan yang serius. Karena usia bangunan di FBS telah tergolong tua, yaitu 1989. Dian juga berharap kepada mahasiswa dapat ikut andil memberi dorongan kepada pihak kampus agar dapat segera memenuhi segala kebutuhan penunjang perkuliahan di FBS.

Penulis: Muhamad Hafidz dan Siti Qoiriyah

Iklan

Editor: Muhtar