Jas almamater hijau merupakan salah satu  identitas khas yang dimiliki oleh warga UNJ. Jas almamater sendiri dibagikan melalui loket Biro Administrasi Akademis Kemahasiswaan  (BAAK) saat mahasiswa baru melengkapi berkas pendaftaran. Tepatnya yaitu sebelum Masa Pengenalan Akademik (MPA).

Namun, pembagian jas almamater tahun ini terjadi keterlambatan lebih dari sebulan. Sampai 20 September lalu beberapa mahasiswa mengaku baru menerima jas almamater. Kendati demikian masih ditemukan beberapa mahasiswa mengeluh belum menerima bahkan tidak mengetahui cara mendapatkannya.

Tidak seperti tahun lalu, BAAK meminta agar perwakilan kelas dari tiap program studi (Prodi) menyerahkan daftar mahasiswa dan ukuran almamater yang diperlukan.

Berbeda dengan prodi lainnya, prodi Tata Boga dan prodi PPKN lebih dahulu mendapatkan jas almamater. “Itu karena prodi tersebut lebih membutuhkan,” terang Uded.

Namun, beberapa mahasiswa lain mengalami kesulitan mengakses jas almamater. Salah satunya adalah Bagas Dwi Cahyo, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial 2017. “Saya harus inisiatif dari prodi saya minta jas almamater ke BAAK,” tutur Bagas. Ia juga menyayangkan adanya keterlambatan yang cukup lama dengan dalih peningkatan kualitas.

Lain dengan Nadia Lutfi Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni  (FBS). Ia  mengaku masih menunggu kepastian pembagian jas almamater. Ia merasa adanya jas almamater adalah identitas fisik mahasiswa dan akan berguna dalam kegiatan keorganisasian dan kuliah.

Iklan

Sejalan dengan itu Asminingrum Raudya Fitrisyani, anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Prodi Sastra Inggris mengaku kebingungan bila ditanyai mahasiswa baru mengenai pembagiaan jas almamater, karena tidak menerima perkembangan kabar dari BAAK.

”Saya hanya diminta oleh ketua BEM Sastra Inggris untuk mencatat nama mahasiswa baru beserta ukuran alamamater mereka, lalu diserahkan ke BAAK,” ujar mahasiswa yang akrab dipanggil Ami ini. Dia baru akan menyerahkan daftar nama mahasiswa baru ke BAAK pada Senin (25/9).

Kepala Bagian Kemahasiswaan, Uded Darusalam, mengakui adanya kesalahan dalam proses pembagian jas almamater. “Waktu pembagiaan jas almamater yang terlambat bersamaan dengan acara wisuda mahasiswa lama adalah faktor penghambat distribusi jas almamater tahun ini,” kata Uded.

Adapun penyebab distribusi almamater tidak dibagikan sebelum MPA, adalah keterlambatan proses pelelangan pada tahun ini. Keterlambatan pembagian almamater juga disebabkan oleh keterlambatan proses pelelangan guna menemukan penerima lelang yang mampu menyediakan bahan yang baik dengan harga yang terjangkau. Uded menambahkan proses pembelian barang atau fasilitas yang harganya mencapai di atas Rp 200 juta harus melalui pelelangan umum.

“Kita tahun ini mencari kualitas yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Ini juga permintaan rektor. Hasilnya telat seminggu,” ujar Uded saat ditemui Kamis (14/9), di kantornya. Padahal keterlambatannya sudah terhitung lebih dari sebulan sejak MPA berakhir.

Uded menyatakan segala upaya peningkatan kualitas berawal dari Rektor yang marah melihat mahasiswa berprestasi menggunakan jas almamater yang tidak layak. Ia juga menambahkan almamater yang sudah sobek atau rusak boleh ditukar jika persediaan masih ada.

Uded menjelaskan pada tahun-tahun sebelumnya, kualitas jas almamater kurang diperhatikan. “Perusahaan yang memenangkan pelelangan atas penyediaan almamater pada tahun ini memiliki beberapa ketentuan, salah satunya perusahaan terkait harus perusahaan besar agar terpercaya dan terjamin pekerjaannya,” kata Uded.

Uded juga berjanji tidak akan terjadi keterlambatan distribusi jas almamater kepada mahasiswa. Untuk itu pihak kampus akan menanggulangi dengan pembukaan lelang sejak Januari di tahun depan. // Faisal Bahri