Jumat, (14/08/2020) beredar Screen Capture yang berisi cuitan dari akun @anxietease_. Diketahui akun tersebut milik mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa Indonesia UNJ, berinisial SA. Dalam tweetnya, SA mengatakan, “siapa yang masuk UNJ? Selamaattttt. Gue tunggu disana terus gue ewe” (14/08). Ketika ditanyai maksud dirinya menulis tweet tersebut oleh akun twitter @jecavva “kok lu kepikiran buat tweet itu sih…”, SA menyatakan dirinya tidak tahu, ia bermaksud sarkas kepada orang-orang yang sombong karena berkuliah di PTN (Perguruan Tinggi Negeri). Sarkasme sendiri menurut KBBI berarti penggunaan kata-kata pedas untuk menyakiti hati orang lain; cemoohan atau ejekan kasar.

Irma, mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia yang tergabung di Gerakan Perempuan (Gerpuan) UNJ, berpendapat bahwa tweet tersebut mengandung seksisme. Dalam sebuah wawancara yang dilakukan secara daring, (18/08) Irma mengatakan, “sarkas tidak sama dengan seksisme, kebencian terhadap suatu jenis kelamin. Tidak pula dengan merendahkan martabat perempuan.”  Pendapat senada juga dikatakan oleh Noval Auliady, mahasiswa Sosiologi yang tergabung dalam Study and Peace (Space) UNJ, ia menyatakan bahwa tweet tersebut merupakan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Ia juga menambahkan bahwa SA dalam tweetnya telah mengutarakan kebencian dan ancaman terhadap mahasiswa baru dan perempuan UNJ.  

Pernyataan keduanya juga diamini oleh Abdul Sukur, selaku Wakil Rektor III UNJ. Dirinya menilai bahwa tweet yang dibuat SA menimbulkan keresahan, memuat ancaman kepada mahasiswa, dan merugikan UNJ sebagai institusi yang namanya disebut dalam tweet SA.

Selain civitas akademik UNJ, Tyas Widuri, aktivis perempuan sekaligus koordinator Jaringan Muda Setara, ikut berkomentar. Ia menyebut cuitan SA tidaklah dapat di normalisasi. “Apapun alasannya, pernyataan seksis tidak dapat ditolerir,” ungkapnya. Selain itu, dia menjelaskan bahwa cuitan SA, yang merupakan kekerasan seksual, adalah bagian dari masalah struktural. “Perlu perubahan sistemik dari kampusnya juga”, tuturnya.

SA Diancam Mendapat Sanksi Akademik

(15/08/2020) Setelah mendapat laporan dari berbagai pihak, WR III selaku yang berwenang menangani kasus ini segera mengambil tindakan dengan mengundang SA untuk dimintai keterangan dengan orang tuanya. Abdul Sukur menilai cuitan SA sebagai sebuah ancaman bagi mahasiswa baru dan tentunya merusak citra lembaga. Pada tanggal 18/08 diadakan sebuah pertemuan yang dihadiri oleh Wakil Rektor III, Wakil Dekan III Fakultas Bahasa dan Seni. Pertemuan juga dihadiri oleh perwakilan Forum Perempuan UNJ, dan perwakilan SPACE UNJ ikut serta dalam pertemuan tersebut.

Iklan

Dalam pertemuan tersebut disebutkan bahwa  SA telah melanggar kode etik mahasiswa Bab VI Pasal 17 tentang Etika Mahasiswa dalam Menyampaikan Pendapat di Luar Proses Pembelajaran dan Bab VII pasal 18 point 5 yaitu melakukan tindakan yang tergolong sebagai perbuatan pidana kekerasan, perjudian, perzinaan, pencemaran nama baik, pencurian, perkelahian, kekerasan fisik, dan mental, pengedaran barang-barang terlarang, dan kejahatan berbasis teknologi.

Terkait sanksi yang akan diberikan kepada SA, Abdul Sukur mengatakan bahwa hal tersebut akan dilimpahkan kepada Dekan Fakultas Bahasa dan Seni. “Sesuai dengan buku pedoman kode etik mahasiswa Universitas Negeri Jakarta BAB IX  PENEGAKAN KODE ETIK pasal 24 “tentang penanggung jawab dan pelaksana” pada nomor 2 dijelaskan bahwa Dekan Fakultas bertanggungjawab terhadap Penegakan Kode Etik Mahasiswa,” ungkapnya.

Kemudian merujuk pada pers rilis Forum Perempuan UNJ, salah satu onderbouw atau organisasi naungan BEM UNJ di Instagram (18/08) terkait kasus ini, tertulis bahwa SA diwajibkan membuat surat permohonan maaf secara resmi yang ditandatangani di atas materai. Satu hari setelahnya (19/08) Forum Perempuan UNJ menggunggah Screen Capture berisi permohonan maaf  SA. Namun, saat  dimintai keterangan dan transparansi kasus SA, pihak Forum Perempuan UNJ menolak memberikan keterangan.

Penulis/Reporter: Nafisatul Ummah

Editor: Faisal Bahri