UNJ bersama dengan Kemdikbud Ristek dan Yayasan Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera) menyelenggarakan kuliah umum dan acara bedah buku Aldera : Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999 pada Rabu, (10/5/23) di GOR Kampus B UNJ. Acara ini menghadirkan Rektor UNJ, Prof. Komarudin, dan narasumber utama dari buku yang dibedah, Pius Lustrilanang.
Isu seputar pergerakan kaum muda pada zaman orde baru merupakan bahasan utama dalam acara ini. Pius Lustrilanang memandang setidaknya terdapat tiga jenis motor pergerakan dari kaum muda pada masa itu yakni kelompok studi, pers mahasiswa, dan aktivis jalanan.
Aldera lahir sebagai wadah dari gerakan politik tidak terjadi secara tiba-tiba. Untuk membentuk organisasi politik semacam Aldera, baginya perlu perjuangan besar dan waktu yang panjang.
“Perlu pengalaman, penguatan yang panjang, bacaan yang banyak, militansi dan itu gak dibentuk satu sampai dua tahun.”
Bagi Pius, organisasi pergerakan hari ini umumnya bersifat moral. Kaum muda baru turun ke jalan sebagai bentuk reaksi atas suatu permasalahan yang memanas pada negeri ini.
Hal itu berbeda dengan Aldera. Menurutnya, Aldera tak sekadar gerakan moral melainkan bentuk dari gerakan politik. Aldera terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang secara konsisten dan radikal berupaya untuk mengubah struktur sosial pada masa orde baru.
“Aldera adalah gerakan mahasiswa yang berbeda, dia (Aldera) bertugas secara khusus meruntuhkan rezim Soeharto yang otoriter.”
Baca Juga: Jejak Perjuangan dalam Atraksi Pukul Manyapu
Selain itu, Pius berpesan kepada mahasiswa yang mau terlibat dalam pergerakan menjadi aktivis. Menurutnya terdapat tiga syarat yang harus dimiliki untuk menjadi aktivis yaitu keberanian, berani, dan berani.
Dinamika pergerakan sedari lahir sampai runtuhnya orde baru termuat pada buku Aldera yang ditulis oleh Teddy Wibisana, Nanang Pujalaksana, dan Rahadi Wiratama ini. Pius mengutarakan buku ini dibuat dengan tujuan mewariskan nilai perjuangan demokrasi mahasiswa pada masa orde baru kepada generasi muda sekarang.
“Demokrasi itu diperjuangkan dengan sangat mahal dan kami ingin generasi sekarang menjaganya.“
Sementara itu Rektor UNJ, Komarudin mengatakan kuliah dan acara bedah buku Aldera berperan membangkitkan memori perjuangan civitas academica UNJ. Menurutnya, UNJ yang dahulu bernama Institut Keguruan dan Ilmu Kependidikan (IKIP) Jakarta, punya andil besar dalam memperjuangkan demokrasi pada masa orde baru.
Komarudin berharap selepas acara ini, kesadaran nasional dan kompetensi generasi muda bertumbuh. Sehingga generasi muda senantiasa berbakti untuk kebaikan bangsa dan negara.
Acara bedah buku ini ditutup secara simbolik dengan penanaman bibit pohon demokrasi di samping GOR UNJ. “Sebagaimana pohon yang terus kita pupuk dan rawat, begitu juga dengan demokrasi,” tutup Komarudin.
Penulis : Andre
Editor : Sonia