Oleh: Virdika Rizky Utama, Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.
Indonesia berada di persimpangan jalan yang strategis, bersamaan dengan transisi dunia menuju era multipolar. Tanda itu muncul berlandaskan lanskap geopolitik abad ke-21 yang memunculkan poros kekuatan global, seperti Tiongkok, India, dan Rusia, serta pengaruh Amerika Serikat. Dengan begitu, Indonesia dirasa memerlukan kebijakan luar negeri yang proaktif.
Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi strategi luar negeri jangka panjang Indonesia dari sudut pandang Indonesia yang unik. Bersandar pada teori Hubungan Internasional dan disesuaikan dengan dinamika kompleks dari tatanan global yang berubah dengan cepat.
Dalam memahami dunia multipolar, sangat penting mengetahui pergeseran bipolaritas Perang Dingin dan unipolaritas pasca-Perang dingin. Hal tersebut berdampak ke skenario banyak negara yang menggunakan signifikansi pengaruh internasional untuk membangun kembali kekuatan dalam bentuk aliansi, bahkan persaingan kompleks. Bagi Indonesia, situasi ini berarti menavigasi lanskap di mana kekuasaan didistribusikan di berbagai kutub dengan kepentingan dan strategi yang berbeda.
Dari perspektif Realis, pertimbangan utama Indonesia adalah kepentingan dan keamanan nasional. Dunia yang multipolar melahirkan keberagaman pusat kekuatan, serta peluang dan tantangan yang unik. Hal ini melibatkan persoalan rumit bagi Indonesia yang harus menciptakan dan mempertahankan keseimbangan strategis terhadap negara besar. Supaya, mencegah satu entitas tunggal mendominasi Indonesia.
Maka dari itu, Indonesia memerlukan otonomi yang strategis untuk mengambil keputusan demi kepentingan nasionalnya tidak terganggu. Terutama, dalam hubungan ekonomi beserta militer ke Tiongkok dan peran tradisional Amerika Serikat sebagai negara adidaya global.
Sejauh ini dalam menyikapi hal tersebut, Indonesia bergabung dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). OECD dikenal dengan standar tinggi dalam pembuatan kebijakan dan penelitian ekonominya. Langkah ini terbilang strategis karena dapat menempatkan Indonesia di komunitas internasional dan memainkan peran lebih signifikan dalam diskusi ekonomi global, hingga proses pengambilan keputusan.
Struktur tata kelola global akan menjadi lebih diperebutkan dan terdiversifikasi dalam dunia yang multipolar. Peran Indonesia harus menjadi kontributor proaktif dalam tata kelola global, mengadvokasi reformasi yang mencerminkan realitas geopolitik saat ini. Termasuk, mendorong representasi dan suara yang lebih besar bagi negara-negara berkembang di lembaga seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Munculnya kelompok-kelompok ekonomi seperti BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) menawarkan pasar dan sumber investasi alternatif, yang memungkinkan Indonesia untuk mendiversifikasi kemitraan ekonominya. Dorongan kolektif negara-negara BRICS untuk mereformasi lembaga keuangan global selaras dengan aspirasi Indonesia untuk tata kelola ekonomi global yang lebih adil.
Pada konferensi BRICS di bulan Agustus 2023, Presiden Afrika Selatan dan Ketua BRICS Cyril Ramaphosa mengumumkan bahwa BRICS telah memperluas undangan keanggotaan ke enam negara: Argentina, Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Keanggotaan mereka diharapkan akan berlaku mulai 1 Januari 2024.
Perluasan BRICS menghadirkan tantangan bagi struktur ekonomi-politik pemerintahan global saat ini yang sebagian besar dipimpin oleh Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran menuju dunia yang lebih multipolar, di mana kekuasaan lebih terdistribusi secara merata di antara berbagai pemain global.
Secara ekonomi, saling ketergantungan yang melekat dalam dunia multipolar dapat dimanfaatkan untuk keamanan nasional. Namun dalam pelaksanaannya, Indonesia harus tetap berhati-hati terhadap ketergantungan yang berlebihan akibat memperdalam hubungan ekonomi dengan negara besar. Tantangan dari situasi seperti ini bagi Indonesia adalah menyelaraskan pijakannya kembali dalam meningkatkan keamanan nasional dan bukan melemahkannya.
Ada pula di ranah regional, lewat Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), terdapat sebuah aspek penting dari strategi Indonesia untuk menjaga keterwakilan kepentingan. Indonesia memiliki kesempatan unik untuk mempengaruhi dan mendorong stabilitas regional. Posisi ini dapat menggiring perundingan kolektif dan sikap bersatu dalam isu-isu penting seperti Laut Tiongkok Selatan, perdagangan, dan konektivitas.
Selain itu, hubungan Indonesia dengan negara berkembang seperti India dan Rusia, juga membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam menavigasi hubungan. Dinamika di negara-negara ini sangat kompleks dan berlapis. Dengan India, Indonesia memiliki kepentingan dalam keamanan maritim, kontra-terorisme, dan perdagangan yang kuat. Sedangkan Rusia menghadirkan tantangan yang berbeda, secara historis mereka merupakan sekutu di bidang pertahanan dan energi.
Konsep tatanan internasional berbasis aturan dan multilateralisme harus menjadi landasan kebijakan luar negeri Indonesia. Partisipasi aktif dalam forum-forum global seperti PBB, G20, dan platform internasional lainnya sangat penting bagi Indonesia untuk mengadvokasi sistem internasional berbasis aturan. Pendekatan ini memastikan bahwa tatanan internasional tetap adil dan merata serta melindungi kepentingan negara-negara kecil, seperti Indonesia.
Aspek penting lainnya bagi Indonesia di dunia yang semakin multipolar yaitu evolusi ancaman seperti keamanan non-tradisional di bidang siber, perubahan iklim, dan kesiapsiagaan terhadap pandemi. Urgensi utama dalam mengentaskan persoalan seperti ini adalah menjalin kerja sama internasional supaya menjaga keamanan, hingga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial jangka panjang Indonesia.
Baca juga: Bajingan Tolol dalam Demokrasi
Persaingan AS-Tiongkok
Dalam konteks Jebakan Thucydides, persaingan AS-Tiongkok menyajikan tablo yang kompleks bagi kebijakan luar negeri Indonesia. Gagasan tentang Jebakan Thucydides, di mana kebangkitan kekuatan Tiongkok menanamkan rasa takut pada Amerika Serikat yang mengarah pada potensi konflik.
Bagi Indonesia, persaingan ini lebih dari sekadar tantangan diplomatik; ini adalah teka-teki strategis di mana bersekutu terlalu dekat dengan salah satu poros dapat berisiko mengasingkan kekuatan lain dan membahayakan otonomi strategisnya.
Meskipun merupakan sebuah langkah untuk meredakan ketegangan, pertemuan baru-baru ini antara Xi Jinping dan Joe Biden di KTT APEC November 2023 masih perlu mengubah dinamika persaingan yang mendasarinya secara signifikan.
Dalam kacamata AS, kebangkitan Tiongkok sebagai merupakan tantangan terhadap hegemoni globalnya. AS telah mengambil berbagai langkah untuk mengimbangi pengaruh Tiongkok dengan memperkuat aliansi militer, terlibat dalam perang dagang, dan memberikan tekanan diplomatik. Di sisi lain, Tiongkok terus menegaskan kekuatan ekonomi dan militernya, menantang tatanan yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan berusaha untuk membangun lingkup pengaruhnya.
Realitas geopolitik semacam ini menempatkan Indonesia pada posisi di mana keputusan dan aliansinya diamati dengan cermat dan memiliki pertimbangan yang besar. Secara geografis kepulauan Indonesia merupakan titik tumpu dari rute laut utama dan wilayah yang memiliki kepentingan ekonomi dan politik yang signifikan.
Dalam menavigasi persaingan ini, Indonesia menghadapi beberapa tantangan dan peluang. Secara ekonomi, Indonesia diuntungkan oleh perdagangan dan investasi dari Amerika Serikat dan Tiongkok. Namun, ketergantungan yang berlebihan terhadap salah satu negara dapat menyebabkan kerentanan ekonomi, terutama saat terjadi ketegangan atau sanksi ekonomi.
Oleh karena itu, pendekatan Indonesia harus menyeimbangkan dan melakukan perlindungan yang dinilai strategis. Hal ini melibatkan kedua negara di bidang-bidang yang saling menguntungkan sambil menghindari keterlibatan dalam konflik strategis mereka. Sebagai contoh, Indonesia dapat terus menyambut investasi Tiongkok di bidang infrastruktur, sembari berpartisipasi dalam dialog dan latihan keamanan dengan AS dan sekutunya.
Terlebih lagi, peran Indonesia di ASEAN menjadi semakin signifikan dalam konteks ini. ASEAN menawarkan sebuah platform otonomi regional kolektif yang memberikan penyangga terhadap tekanan untuk bersekutu dengan salah satu negara adidaya. Sebagai anggota terkemuka, Indonesia dapat mengadvokasi sentralitas ASEAN dalam isu-isu regional, mempromosikannya sebagai zona perdamaian, kebebasan, dan netralitas.
Namun, arah masa depan dari persaingan AS-Tiongkok dan dampaknya terhadap Indonesia masih belum dapat ditentukan. Jika ketegangan meningkat menjadi fase yang lebih konfrontatif atau bahkan konfliktual, Indonesia mungkin akan menghadapi tekanan yang lebih besar untuk memilih sisi.
Tentunya jika diprediksi, dampak tersebut dapat mengganggu kemitraan ekonomi dan pengaturan keamanan regional. Sebaliknya, jika hubungan AS-Tiongkok stabil atau membaik, hal ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi Indonesia untuk mengejar tujuan pembangunan dan ambisi kepemimpinan regionalnya.
Peran Gerakan Aktivis Mahasiswa Indonesia dalam Mengarungi Dunia Multipolar
Dalam skenario geopolitik yang berkembang pesat, peran aktivis mahasiswa Indonesia menjadi sangat penting. Secara historis, aktivisme mahasiswa di Indonesia telah menjadi kekuatan penting dalam mengarahkan kebijakan nasional dan kesadaran publik. Namun bersandar pada realitas hari ini, aktivisme yang dipelopori oleh mahasiswa memiliki peran yang lebih besar lagi.
Dinamika dunia multipolar yang selaras dengan kepentingan Indonesia mendorong mahasiswa untuk mengembangkan pandangan tersebut. Pemahaman mendalam soal hubungan internasional perlu diadakan guna memperjuangkan keadilan sosial lewat pengadvokasian kebijakan. Hal ini termasuk mengadvokasi kemitraan perdagangan yang beragam, pembangunan berkelanjutan, dan mengatasi kesenjangan sosial-ekonomi di Indonesia.
Dengan kata lain, mereka harus berada di garis depan dalam mendorong kebijakan luar negeri. Supaya, menyeimbangkan aliansi strategis kekuatan-kekuatan besar dunia dengan teguh menjunjung tinggi kedaulatan dan kemerdekaan nasional.
Para aktivis ini juga memiliki peran penting dalam mempromosikan dialog, beserta partisipasi yang inklusif dalam diskusi nasional dan internasional. Keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pembuat kebijakan hingga akademisi dan masyarakat sipil, sangat penting untuk mengembangkan pemahaman yang menyeluruh tentang isu-isu global. Keterlibatan tersebut memastikan representasi perspektif beragam dan membuka jalan bagi solusi global yang lebih adil.
Peran penting lain para aktivis adalah mengedukasi dan memobilisasi masyarakat tentang isu-isu kebijakan luar negeri yang relevan. Tidak hanya menumbuhkan opini publik lebih terinformasi, tetapi juga mempengaruhi pembuatan kebijakan ke arah yang lebih selaras dengan realitas dan aspirasi masyarakat Indonesia.
Titik kritis tersebut lebih dari sekadar ujian bagi ketajaman diplomasi Indonesia; ini adalah panggung bagi bangsa untuk menegaskan visi dan pengaruhnya dalam membentuk tatanan global di masa depan.
Dalam lingkungan ini, gerakan mahasiswa Indonesia muncul sebagai pemain penting, yang mampu mempengaruhi kebijakan nasional dan persepsi internasional. Para aktivis ini, yang secara historis berperan penting dalam mempengaruhi kebijakan nasional. Kini, mereka berada dalam posisi yang unik untuk mempengaruhi navigasi Indonesia dalam dunia multipolar.
Keterlibatan kritis dan advokasi mereka dapat secara signifikan membentuk opini publik dan arah kebijakan, memastikan bahwa masyarakat sipil yang terinformasi dan proaktif mendorong pendekatan Indonesia terhadap tantangan dan peluang global.
Keterlibatan akar rumput ini sangat penting, menambahkan lapisan legitimasi demokratis dan perspektif terhadap keputusan kebijakan luar negeri Indonesia. Dengan demikian, aktivisme mahasiswa Indonesia bukan hanya sebuah fenomena domestik, tetapi juga merupakan kekuatan yang signifikan yang dapat membentuk sikap internasional negara ini.
Sebagai penutup, perjalanan Indonesia melalui dunia multipolar adalah tentang menavigasi tantangan yang ada dan meramalkan serta membentuk tren masa depan. Tindakan Indonesia di tahun-tahun mendatang akan sangat penting dalam menentukan perannya sebagai arsitek utama tatanan dunia baru atau peserta pasif dalam sistem yang dibentuk oleh pihak lain. Dengan lokasinya yang strategis, pengaruh ekonomi yang terus berkembang, dan potensi diplomatiknya, Indonesia memiliki posisi tepat untuk memberikan dampak besar di panggung global. Keputusan yang diambil saat ini akan bergema dalam sejarah hubungan internasional abad ke-21, yang berpotensi menandai era baru keunggulan dan pengaruh Indonesia di panggung dunia.