As-Syafiq ialah sebuah yayasan yang menyelenggarakan sekolah bebas biaya pendidikan. Yayasan As-Syafiq berada di Jalan Warakas Dua, Kelurahan Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sekolah yang dirintis sejak 1988 kini hanya menunjukkan eksistensinya di tingkat sekolah dasar. Sebelumnya, As-Syafiq juga sempat memiliki sekolah formal tingkat menengah, serta taman kanak-kanak. Alm. Saifuddin dan istrinya (Ikromah) ialah dua tokoh penting dalam perintisan dan dinamika As-Syafiq.

 

Masa Perintisan dan Awal Berdirinya As-Syafiq

Pada 1988, alm. Saifuddin bercerita kepada Ikromah mengenai keinginannya membangun sekolah bebas biaya. Hal ini berangkat dari pengalaman pribadi Saifuddin sewaktu dirinya menjadi santri di salah satu pesantren daerah Magelang.

Ketika masa pembayaran pondok, Saifuddin kerap merasa sedih. Tak lain dan tak bukan karena, dirinya kerap berada dalam daftar nama santri-santri yang belum melunasi uang mondok. Ketiadaan biaya adalah alasan utamanya. Kemudian, ia bernazar, untuk mendirikan sekolah yang bebas biaya pendidikan. Khususnya untuk anak-anak yatim dan kaum dhuafa.

Ikromah mengatakan bahwa dirinya acuh tak acuh saat diceritakan mengenai hal tersebut. Ikromah belum menanggapinya secara lebih serius, karena ia belum yakin ide Saifuddin bisa terwujud.

Iklan

Setelah Saifuddin menikah dengan Ikromah, Saifuddin tetap berusaha menjalankan niatnya membangun sekolah bebas biaya. Ia kemudian melakukan musyawarah dengan keluarga, masyarakat, dan tokoh masyarakat. Meski terdapat pro dan kontra, dengan niatnya yang kuat, Saifuddin tetap berusaha mewujudkan impiannya.

Tantangan terbesar datang dari pihak keluarga Saifuddin yang kontra dengan gagasan Saifuddin. Hal yang dikhawatirkan keluarga ialah masa depan Saifuddin ketika telah sibuk mengurusi sekolah. “Memangnya kalau nanti kamu mengurusi sekolah gratis, istrimu ingin dikasih makan apa?”. Pertanyaan ini kerap dilontarkan oleh pihak keluarga. Namun, dengan usaha yang gigih, Saifuddin bisa meyakinkan keluarganya.

Pada 1989, Saifuddin bersama Ikromah kemudian mengurusi persiapan pendirian sekolah. Dimulai dari pengumpulan dana. Mereka berjalan kaki dari rumah ke rumah di daerah Warakas satu sampai enam dengan membawa kaleng sumbangan. Kala itu, Ikromah sedang mengandung. Namun demi mewujudkan niat suaminya, ia tetap menjalaninya.

Tidak hanya berkeliling, Saifuddin juga giat mencari donatur lewat penyebaran proposal. Terbukti, dengan usahanya tersebut, Saifuddin kemudian berhasil mengumpulkan dana.

Dengan uang yang telah terkumpul, Saifuddin dan Ikromah kemudian dapat membeli lahan kosong di samping kontrakannya –daerah Warakas Dua. Lahan tersebut direncakan akan digunakan sebagai lahan sekolah.

Tidak sulit untuk membangun sekolah As-Syafiq, dalam kurun waktu satu tahun, sekolah ini sudah dapat berdiri, meski baru kerangka bangunannya. Hal ini dikarenakan para donatur tidak hanya menyumbangkan uang mereka, melainkan juga ada yang menyumbang semen, dan bahan baku bangunan lainnya.

Pembangunan sekolah formal As-Syafiq tingkat sekolah dasar selesai pada 1992. Pada awal pendiriannya, sekitar dua ratus siswa mendaftar sebagai murid baru. Hal yang menurut Ikromah adalah sebuah pencapaian awal yang baik.

Ikromah juga menyatakan bahwa As-Syafiq ialah sekolah formal pertama di Tanjung Priok yang menggagas program pendidikan gratis. Bahkan pemerintah sendiri belum melaksanakan program pendidikan gratis. Sedangkan kala itu, As-Syafiq telah menjadi sekolah yang penyelenggaraan pendidikannya bebas dari biaya masuk, biaya gedung, biaya bulanan dan biaya seragam.

Ikromah mengaku bahwa di awal pendirian dan pengesahan As-Syafiq ini, pemerintah tidak pernah memberikan bantuan apapun. Biaya pendirian dan operasional sekolah, ditanggung sendiri oleh yayasan As-Syafiq yang mengumpulkan dana lewat sumbangan keliling dan penyebaran proposal ke para donatur. Ikromah menyatakan bantuan pemerintah barulah didapatkan pada tahun 2006, berupa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

 

Iklan

As-Syafiq yang Meredup

As-Syafiq pernah memiliki Taman Kanak-Kanak yang didirikan sejak 1995, serta memiliki sekolah tingkat menengah. Namun, keberadaan sekolah tingkat menengah hanya berlangsung dua tahun. Sedangkan Taman Kanak-Kanak berhenti pada 2015. Hal ini dikarenakan sedikitnya jumlah siswa yang mendaftar.

Sejak masa pendiriannya, As-Syafiq terus melanjutkan operasionalnya dan mencoba mengembangkan lembaganya. Sampai pada 2009, Saifuddin sempat bermusyawarah dengan Ikromah, guru-guru As-Syafiq, serta wali murid untuk membubarkan sekolah As-Syafiq yang telah didirikannya. Hal ini membuat para wali murid khawatir dan mengambil langkah untuk memindahkan anak-anak mereka ke sekolah lain.

Pada akhirnya, jumlah siswa pun terus menurun. Apalagi, ketika Saifuddin meninggal pada 2011, membuat As-Syafiq menjadi kurang dikenal. Ikromah, sebagai istri sekaligus perintis berdirinya yayasan dan sekolah As-Syafiq merasa perlu menjalankan nazar dan tanggung jawabnya. Ia kemudian tetap berusaha menjalankan sekolah As-Syafiq.

Ikromah menyatakan bahwa program pendidikan gratis pemerintah masa kini membuat As-Syafiq –dengan prinsip bebas biaya pendidikannya—menjadi sekolah yang biasa saja. Tidak seperti pada masa di awal pendiriannya, di mana pendidikan gratis masih merupakan hal yang langka.

Meski begitu, Ikromah tetap menjalankan sekolah ini dengan prinsip yang sama, yaitu bebas biaya pendidikan. Kini administrasi sekolah ia limpahkan ke anak-anaknya. Meski 2018 pun hanya tercatat 35 orang siswa sekolah dasar, Ikromah berniat membangkitkan kembali As-Syafiq seperti pada masa awal pendiriannya.//Annisa Nurul H.S.

 

Editor: Uly Mega S.