Judul : Kakegurui
Jenis : Anime/Serial TV
Tahun Rilis : Season I: 2017
Season II: 2019
Studio : MAPPA
Genre : Drama, Game, Mystery, Psychological, School, Shounen
“Life is a gamble”
Kita tak pernah tahu hasil akhir dari sebuah perjudian, apakah menang, kalah, atau seri. Meskipun kita punya seribu pilihan untuk melangkah, kemenangan tetap tak bisa dipastikan. Ada beberapa faktor yang menentukan, seperti seberapa bagus kartu yang kita miliki, seberapa lihai lawan dalam mengatur strategi, dan lainnya. Pengalaman saja tak pernah cukup, sebab kartu yang kita miliki tak pernah menentu. Layaknya suatu perjudian, kehidupan pun penuh dengan absurditas.
Ketidakpastian ini membawa kita untuk terus menelusuri jawaban dari tiap-tiap pertanyaan dalam kehidupan. Jawaban demi jawaban akhirnya terpecahkan, lewat kebenaran yang diyakini masing-masing individu atau kelompok. Kebenaran itu hadir dari berbagai narasi, mungkin agama, ilmu pengetahuan, atau kepercayaan lokal yang terbentuk dari bermacam diskursus. Tapi kita tak pernah benar-benar tahu, mana kebenaran yang harus kita yakini bersama sehingga itu adalah kebenaran sejati.
Di samping itu, manusia selalu didorong untuk terus bertahan hidup, bagaimanapun caranya, se-absurd apapun keadaannya. Tak ada yang menentukan secara pasti, pilihan yang harus kita pilih ditengah ketidakpastian ini. Seperti Jabami Yumeko yang memilih mengedepankan hasratnya untuk mencari kesenangan, melebihi apapun. Bahkan tanpa disadari, pilihannya mampu menggoyangkan suatu sistem yang telah mapan.
Jabami Yumeko adalah pemeran utama dalam serial anime Kakegurui. Dengan judul yang sama, anime ini diadaptasi dari manga yang ditulis oleh Homura Kawamoto, kemudian ditulis ulang oleh Yasuko Kobayashi dan dianimasikan oleh MAPPA. Kakegurui rilis pada 2017 dan berlanjut di season kedua yang rilis pada 2019 lalu. Meskipun hanya memiliki rating 7.2 (IMDb), Kakegurui kental dengan adegan-adegan nekat yang membuat penontonnya begitu penasaran.
Meskipun mengambil latar cerita di sekolahan, anime ini bukan menceritakan perjuangan anak yang kesulitan membayar biaya sekolah, seperti film atau serial dengan latar cerita yang sama pada umumnya. Anime ini menceritakan tentang Jabami Yumeko, anak pindahan yang masuk Akademi Hyakkaou, sekolah yang diisi oleh anak-anak dari keluarga kaya. Namun, ada yang unik dari akademi ini, yakni berjudi yang telah menjadi suatu budaya. Tiap jam istirahat, pulang sekolah, bahkan jam-jam kosong, murid-muridnya selalu berjudi. Bukan kecerdasan akademik yang mesti ditonjolkan dari seorang murid di hadapan teman-temannya, tapi keahlian dalam mengatur strategi di meja judi.
Dalam anime ini, seorang murid dapat meraih popularitas dan dihormati hanya karena ia selalu menang judi. Namun, seseorang juga dapat menjadi budak dan dianggap ‘sampah’; hanya karena ia selalu kalah dan banyak hutang. Kelompok terakhir ini wajib memakai kalung sebagai identitas. Kalung ini menjadikan pemiliknya disebut sebagai kucing (bagi perempuan), dan babi (bagi laki-laki). Sistem ini dibuat dan dilanggengkan oleh kelompok yang memiliki legitimasi sebagai OSIS, kelompok yang dianggap sebagai dewa-dewi judi.
Di tengah situasi ini, Jabami Yumeko hadir sebagai murid pindahan yang terobsesi dengan judi. Terlihat saat matanya merah menyala ketika mendengar akademi tersebut yang populer akan perjudiannya. Ternyata memang benar adanya, Jabami adalah penggila judi yang sangat handal membaca strategi lawan.
Baca Juga: Mempertimbangkan Kembali Ramalan Covid-19: Kemenangan Sosialisme?
Dalam Akademi tersebut, segala kegiatan dapat diperjudikan. Segala hal pula dapat dipertaruhkan, termasuk nyawa. Seperti ketika Jabami menjudikan sesuatu yang hanya mengandalkan keberuntungan sepenuhnya, tetapi bagi yang kalah harus menembakkan pistol ke kepalanya sendiri. Atau ketika Jabami nekat mempertaruhkan dirinya sebagai taruhan. Bahkan, seseorang mempertaruhkan salah satu bola matanya. Dibalik taruhan-taruhan gila itu, Jabami justru makin sumringah untuk berjudi.
Baginya, judi adalah kesenangan paling tinggi dalam hidupnya, terlebih ketika ia dapat berjudi dengan murid yang diakui sebagai pejudi handal. Semakin hebat lawannya, semakin bernafsu ia untuk mengalahkannya. Satu-persatu lawan yang memiliki status pun dikalahkan, termasuk anggota-anggota OSIS. Padahal, teman-temannya sudah memperingatkan Jabami untuk tidak menantang OSIS. Namun kenyataannya, strategi dan kecurangan para anggota OSIS dalam berjudi, mampu dibongkar Jabami dengan mudah. Bahkan, meski digambarkan sebagai murid lugu, ramah, dan mudah bergaul dengan siapa saja, ia akan fasih mencaci lawan, termasuk anggota OSIS, yang bermain curang di hadapannya.
Hal yang menarik dari anime ini adalah, ketika semua perjudian yang Jabami mainkan, selalu dilandasi oleh hasrat untuk mencari kesenangannya semata, bukan untuk menghancurkan sistem, membela seseorang yang dibudaki, atau embel-embel ‘kemanusiaan’; lainnya. Ia bukanlah hero atau seseorang yang dirasuki aktivisme penuh jargon, seperti kebanyakan tokoh film/series pada umumnya. Semua ia lakukan untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri. Ia mencintai judi seperti ia mencintai hidupnya, menantang siapa saja demi memenuhi kepuasan hidup.
Namun, usaha yang dilandasi atas kepentingan pribadinya ini, ternyata mampu menggoyangkan posisi OSIS yang memiliki status kekuasaan. Nampak ketika terjadi kekacauan dalam internal OSIS yang para anggotanya harus mundur dari posisi tersebut. Berbeda dengan film Joker yang juga memperjuangkan hasrat balas dendam personalnya, lantas mengilhami sebuah revolusi sosial, Jabami mampu merontokkan legitimasi OSIS dengan tangannya sendiri.
Dari seorang Jabami ini, kita dapat melihat perjuangan dan pilihan-pilihan gila yang ia ambil, tanpa merasa takut akan kegagalan. Ia yakin dengan potensinya, sehingga berani untuk memperjuangkan kepuasan dalam hidup, ditengah ketidakpastian menang atau kalah, dan jalan seperti apa yang harus ia ambil.
Bukankah masyarakat saat ini selalu dihadapi dengan keterasingan, dimana tiap orang terpaksa menjalani suatu hal yang sebenarnya membelenggu potensi dan kebahagiaannya sendiri? Bukankah ini pula yang akhirnya menciptakan rasa takut tiap individu dalam mengambil keputusan? Padahal, keterasingan itu sendiri merupakan hasil dari konstruksi sosial yang tercipta bukan atas kebenaran yang disepakati bersama. Mungkin inilah alasan yang tepat, mengapa Jabami Yumeko terus menantang murid-murid yang dianggap pejudi handal. Dengan mengenali strategi lawan, ia hanya ingin mencintai hidupnya, memperjuangkan kebahagiaannya, tanpa dirundung rasa takut akan kekalahan.
Penulis: Hastomo Dwi
Editor: M. Rizky Suryana